FeatureUncategorized

Di Balik Pintu Gerbang Kampus

Satpam yang sedang bertugas saat malam hari seusai hujan. [Sumber: Abu]

Malam itu, Rabu (8/3) suasana malam itu terasa sepi. Dingin juga tidak luput hadir disana. Rupanya beberapa jam lalu hujan baru mengguyur kawasan Universitas Negeri Semarang. Beberapa satpam yang berjaga malam didekat gerbang pintu utama kampus tidak pernah absen untuk berjaket.

Ketika tim BP2M sampai sekitar pukul sebelas terlihat lima laki-laki   sedang duduk berseragam lengkap dengan sepatu boot hitamnya. Mereka  berbincang-bincang ringan sambil sesekali mengecek kelengkapan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) mahasiswa yang keluar dari kampus.

Tidak mau kalah, kami pun ikut mengobrol. Obrolan kami ngalor ngidul sampai kami melemparkan pertanyaan perihal apa yang dirasakan saat menjalani profesinya. Dari mereka merasa menikmatinya. Menikamati dalam hal ini sebagaimana profesi-profesi yang lain, ada senang dan tidak menyenangkannya.

“Dibilang senang, ya senang mbak. Selain mendapat gaji sesuai UMR kami pun mendapat fasilitas yang tidak didapatkan satpam di kampus lain. Mendapat seragam  satu tahun sekali, BPJS, wifi, dan mobil patroli yang beroperasi satu jam sekali mengelilingi kampus. Untuk tidak menyenangkannya ya kadang kami harus menunggu mahasiswa lebih lama meskipun jadwal penutupan gerbang sudah dipasang dan diketahui. ” Tutur Irawan Sulistyo (29), salah satu dari satpam malam itu.

Sedikit pandangan yang mengganggu penglihatan kami. Mereka berjaga malam tetapi duduk dipinggir jalan,  bukan malah didalam pos sebagaimana mestinya. Bermodal kursi besi tanpa atap mereka menjaga pintu gerbang kampus hingga tengah malam.

Dilihat dari pos satpam yang ada pun hanya cukup untuk satu orang saja. Mereka yang mengetahui itu hanya memaksimalkan profesinya agar tidak mengecewakan kampus dan mahasiswa. Karena mereka sadar betul sebagai penanggung jawab keamanan kampus haruslah loyal terhadap apa yang dijalaninya.

“Mengenai pos satpam yang berada dibelakang kami ini bisa dilihat sendiri mbak. Kami sebagai satpam biasa pun menginginkan adanya pos yang memadai. Tapi dengan duduk dipinggir jalan ini pun nyaman-nyaman saja,  karena sesekali kita dapat berbincang ringan satu sama lain.” Pungkas Noor (32), yang duduk diujung selatan itu.

Sebenarnya, pos satpam yang dapat menampung lebih dari satu orang pun ada yaitu di area masuk pintu parkir motor yang berada disayap kanan dan kiri gerbang utama, tetapi karena mulai diberlakukannya Unnes sebagai kampus konservasi tiga tahun yang lalu dipindahkan keamanan berada di pintu masuk gerbang utama. Pos tersebut beralih fungsi menjadi gudang.

Bukan hanya satpam-satpam yang berjaga malam. Sistem penjagaan yang membagi mereka menjadi tiga shift yaitu pagi (06.00-12.00), siang (12.00-18.00) dan malam (18.00-24.00) pun merasakan dampaknya. Apabila hujan pasti kehujanan dan apabila panas tentu kepanasan. Belum lagi hasrat sebagai manusia biasa seperti ingin ke toilet, hal ini pun dirasa perlu untuk direfleksikan kembali agar jasa yang dilakukan seorang satpam mendapat timbal balik yang baik.

“ Bisa dilihat sendiri mbak, jika cuaca sedang panas pasti kepanasan, apalagi hujan. Belum lagi kalau ingin ke toilet, kami harus muter masuk ke dalam kampus terlebih dahulu”. Ujar senior satpam (pensiunan) yang tidak ingin disebutkan namanya..

Sebagai Perguruan Tinggi yang sudah mempunyai dedikasi tinggi dalam masyarakat sekitar khususnya Semarang, baiknya mewadahi dan memberikan pelayanan fasilitas yang sesuai dengan apa yang dilakukan. Agar terjadi timbal balik yang baik sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Tidak salah jika dalam sebuah Perguruan Tinggi bukan hanya mahasiswa dan dosen saja yang mendapat fasilitas yang layak tetapi juga pegawai-pegawai bawah yang mendorong mutu kualitas seperti satpam dan cleaning service juga layak mendapatkan hak mereka.

“Seperti yang telah kami bicarakan mbak, sebagai pegawai satpam biasa kami pun ingin mempunyai pos sebagai mana mestinya, apalagi jika ada fasilitas yang lain, itu malah sangat membantu kami”. Ujar Supriyanto (35) mengakhiri pertemuan kami malam itu.

Afsana Noor Maulida Zahro
*Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia 2017

Comment here