KabarUncategorized

Pergerakan Mahasiswa Tak Boleh Mati

Suasana setelah diskusi film Tragedi Jakarta 1998 Gerakan Mahasiswa di Indonesia, Jumat (23/3). [Doc.Afsana]

Semarang, linikampus.com-Jumat (23/4) pemutaran film “tragedi jakarta 1998: gerakan mahasiswa  di Indonesia” digelar di pelataran gedung C7 Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Dimulai dengan pemutaran film dokumenter dengan durasi kurang lebih 42 menit dan dilanjutkan dengan bedah film sekaligus sesi diskusi dengan Willy wijaya, Harist Akhmad Muzaki, Tamam dan Rama Tantowijaya sebagai pemantik.

Bedah film ini digagas oleh Harist Ahmad Muzaki, mahasiswa Penddidikan Teknik Elektro beserta teman nongkrongnya. Dengan persiapan kurang dari dua hari acara ini terlaksana dengan lancar dan mendapat antusiasme positif dari pesertanya.

“kita kan nggak harus nunggu bulan Mei untuk mengingat tragedi ini” kata Harist. 
Film dokumenter “tragedi jakarta 1998” ini menggambarkan peristiwa demonstrasi mahasiswa dimulai dari kerusuhan Trisakti di bulan Mei sampai peristiwa Semanggi di bulan Desember 1998.

Serangkaian peristiwa di tahun 1998 tak hanya luka bagi sejarah indonesia tapi juga sekaligus pemantik bagi gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kemaslahatan masyarakat atau lebih khusus bagi mahasiswa Indonesia.

Mahasiswa menjadi lakon utama dalam pergerakan-ppergerakan di tahun 1998. Tentu ini memberikan rasa kedekatan senasib sepenanggungan bagi mahasiswa sekarang.

Meskipun arah dan tujuan pergerakan mahasiswa milineal tak lagi sama seperti 20 tahun silam, tetapi tetap mengusung isu dan memeperjuangkan solusi dari segala permasalahan  dilingkungan kampus, masyarakat bahkan Indonesia.

“kini cakupan perjuangan tidak hanya berutat pada masalah intern kampus, tetapi juga ikut berjuang dalam masyarakat”. Tandas Harist.

Baca Juga: http://www.linikampus.com/2018/03/orasi-cara-aliansi-mahasiswa-rayakan.html

Dalam film yang dirilis pada tahun 2002 ini juga menggambarkan bahwa mahasiswa pernah sedemikian berperan dalam membalikkan arah pemerintahan di Indonesia.

Hal itu pula  menjadi semangat mahasiswa sekarang untuk terus melanjutkan perjuangan dan tak hanya diam dikala kebijakan memang harus dikritisi habisa-habisan.

Mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya tak selalu identik dengan kritik keras. Adakalanya jalan yang ditempuh adalah dengan diskusi, audiensi dan kritik melalui sastra.

Permasalahan yang muncul selalu membutuhkan penyelesaian yang berbeda, apabila diskusi dan audiensi kurang membuahkan hasil maka aksi turun kejalan menjadi pilihan.

“Demontrasi dilakukan berdasarkan dua tujuan yaitu aksi untuk menekan kebijakan dan mengampanyekan suatu persoalan” ujar Harist. Karena memang mahasiswa fitrahnya adalah control sosial kepada penguasa, lingkungan ataupun masyarakat.

“Perjuangan mahasiswa di tahun 1998 merupakan sejarah dan harus dilanjutkan oleh generasi selanjutnya” ujar Willy wijaya. Itu Sebabnya Mahasiswa harusnya tidak perlu takut mengkritik siapapun atau memprotes apapun. Acara ini memang diteguhkan bagi mahasiswa untuk selalu berani dan tidak mati secara mental sebagai seorang mahasiswa.

                                                                                                                                           [Nila, Afsana]

Comment here