Kabar

Mahasiswa FH Unnes Ajukan Uji Materi ke MA Soal Keringanan UKT dari Kemendikbud

Mahasiswa Ilmu Hukum di Depan Gedung MA RI
  1. Enam Mahasiwa ilmu hukum Unnes mengajukan permohonan uji materi Permendikbud No.25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Selasa (21/7). Agenda permohonan ini memberikan berkas uji materi kepada Mahkamah Agung RI dan diterima oleh Kasi Bidang Penelaahan Berkas. Setelah pemberian berkas, pemohon dalam hal ini mahasiswa ilmu hukum menunggu nomor registrasi penelaahan berkas untuk mengetahui waktu tunggu pengabulan atau penolakan berkas.

Berdasarkan siaran pers, enam mahasiswa ilmu hukum tersebut adalah Frans Joshua Napitu, Ignatius Radhite Prastika Bhagaskara, Francollyn Mandalika, Michael Hanggana Bangun, Jonasmer Simatupang, dan Machmud Alwy Shihab.

Permohonan uji materi meliputi Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) d  Permendikbud No 25 tahun 2020 yang diterbitkan pada 18 Juli 2020 sebagai respon atas dampak pandemi covid-19 di lingkungan pendidikan.

Menurut Franscollyn Mandalika, Permendikbud masih belum menjawab yang dibutuhkan mahasiswa. Aturan tersebut hanya sekadar bentuk normatif jawaban peraturan menter tetapi tidak menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat dan mahasiswa.

“Permendikbud menurut kami belum menjawab apapun terkait apa yang disampaikan dan dibutuhkan mahasiswa karena sama sekali tidak menunjukan adanya landasan dasar atau pertimbangan mengenai pandemi Covid-19 ini,” Ucap Francollyn.

Uji Materi Pasal 9 Ayat (1) Mengenai  Uang Kuliah Tunggal

Pemohon melakukan uji materi terhadap Permendikbud No.25 Tahun 2020 Pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa  Mahasiswa wajib membayar UKT penuh pada setiap semester. Pasal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 47 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 huruf  e, Pasal 7 Ayat (2), Pasal 63 huruf c UU Pendidikan Tinggi, Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 48 huruf d UU Penanggulangan Bencana.

Franscollyn menekankan bahwa mahasiswa dan universitas mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing. Mahasiswa berhak mendapatkan fasilitas kampus dan juga pelayanan dan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Hanya saja ketika hal tersebut tidak dapat dilakukan maka seharusnya mahasiswa tidak perlu membayar UKT secara penuh.

“Perlu adanya sebuah perubahan di dalam peraturan itu. Seharusnya mahasiswa diberikan dispensasi pembebasan UKT, atau lebih sederhananya mungkin Cashback 50% dari UKT karena mengingat hak yang kita dapatkan tidak sama dengan pada saat kuliah secara tatap muka,” lanjut Franscollyn.

 

Uji Materi Pasal 10 Ayat (1) d Mengenai Iuran Pengembangan Institusi

Selain pasal 9 ayat 1 mereka juga mengujikan pasal 10 ayat 1d yang menyebutkan bahwa PTN dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari  mahasiswa progam diploma dan progam sarjana dari mahasiswa yang masuk melalui jalur seleksi mandiri.

Pasal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 3 huruf e dan i UU Dikti,  Pasal 6 huruf b UU Dikti  yang kemudian dipertegas dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 73 ayat (5) UU Dikti, Pasal 73 ayat (5) UU Dikti, Pasal 7 ayat (1) UU Dikti, Pasal 89 ayat (1) UU Dikti, Pasal 88 ayat (5), Pasal 47 ayat  (1) UU Sisdiknas,  Pasal 63 huruf c UU Dikti, Pasal 8 ayat (3) UU PNBP serta Pasal 26 ayat (2) UU Penanggulangan Bencana, Pasal 48 huruf d.

Dikutip dari keterangan Franscollyn, Sumbangan Pengembangan Instistusi (SPI)  ini dalam aturan Permendikbud tidak dijelaskan berapa nominal atau persentasenya. Aturan Permenristekdikti nomor 39 Tahun 2017 menyebutkan bahwa Universitas memiliki hak otonom melakukan pemungutan SPI sekitar 30% dari total mahasiswa. Ketidakjelasan nominal ini  menimbulkan kekhawatiran kampus akan menentukan SPI/uang pangkal mahasiswa secara sepihak.

“Ketentuan ini seharusnya diperjelas, bahwa ketika kampus boleh memungut SPI maka harus jelas parameter berapa nominal yang bisa dipungut oleh kampus” kata Franscollyn.

Mereka juga meminta bahwa dalam masa pandemi, SPI harus dihilangkan  dan tidak lagi dibebankan kepada mahasiswa mengingat di Indonesia sendiri telah terjadi penurunan ekonomi.

Penulis: Khotikah

Editor: Nila LF, Amilia

Comment here