Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Tolak Kenaikan IPI, Aliansi Mahasiswa Unnes Gelar Aksi

Ketua BEM KM Unnes, Sajiwo membacakan rilis hasil tuntutan kepada pimpinan universitas di depan Gedung Rektorat, Selasa (7/5) [BP2M/Muhamad Sopian]

Pada Selasa (7/5) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) bersama dengan ratusan mahasiswa lainnya yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Unnes menggelar aksi yang bertajuk “IPI Mahal, PTN-BH Gagal” di depan Gedung Rektorat Unnes. Massa aksi yang dimulai pada pukul 11.00-14.00 WIB ini menuntut penolakan atas kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) untuk mahasiswa baru Unnes tahun ajaran 2024/2025. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Unnes Nomor B/2082/UN37/HK.02/2024. Aksi ini diawali dengan arak-arakan kendaraan bermotor, hingga pada akhirnya berakhir dengan ricuh akibat ketidakhadiran rektor yang diminta untuk menandatangani pakta integritas yang berisi tuntutan oleh massa aksi.

Melansir “Kajian Strategis Kenaikan Biaya Iuran Pengembangan Institusi Unnes” yang diterbitkan oleh Kementerian Kajian Strategis BEM KM Unnes, terdapat lima poin tuntutan yang dilayangkan oleh massa aksi, yaitu (1) tolak kenaikan biaya IPI Unnes, (2) tolak komersialisasi terhadap mahasiswa dengan tidak menjadikannya sebagai sumber utama pendapatan kampus, (3) menuntut tuntaskan penyesuaian tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT), (4) menuntut kebijakan kampus agar transparan, akuntabel, responsif, dan berkeadilan, serta (5) menuntut Majelis Wali Amanat (MWA) untuk segera menyelesaikan kenaikan tarif IPI.

Wakil Ketua BEM KM Unnes, Khafidz Baihaqi menilai bahwa kebijakan yang diambil oleh pihak universitas sangat tidak rasional dan tidak logis. Ia menjelaskan bahwa pimpinan universitas melalui audiensi bersamanya selalu menyampaikan bahwa Unnes berada dalam kondisi proporsional secara keuangan. Khafidz juga menyatakan bahwa kenaikan IPI Unnes dipengaruhi oleh statusnya sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

“Bila kita mengacu pada kebijakan dalam PTN-BH, subsidi (dari) pemerintah itu dihilangkan karena memberikan otoritas (kepada pihak universitas). Akhirnya pengelolaan keuangan itu diberikan pada universitas. Nah disini (muncul) celah bahwa ketika universitas itu tidak mampu untuk bisa memaksimalkan unit-unit sumber anggaran lain, maka dia (universitas) bertumpu pada mahasiswa,” jelasnya.

Khafidz pun menyatakan bahwa kenaikan IPI ini tidak etis karena tidak mempertimbangkan indeks kemahalan wilayah seperti Upah Minimum Regional (UMR) di beberapa wilayah mayoritas domisili mahasiswa.

“Ketika kita buka UMR-nya sekian, indeks kemahalannya sekian tapi kok tarifnya jauh melampaui itu. Itu yang sebenarnya kami tuntutkan agar SPI (IPI) ini ditolak saja,” pungkasnya.

Di penghujung aksi, akibat ketidakhadiran Rektor Unnes dalam aksi tersebut, Zaenuri selaku Wakil Rektor 1  Bidang Akademik & Kemahasiswaan Unnes memutuskan untuk bertemu dengan massa aksi. Namun, Baharudin Wahyu Aji Dwi Sajiwo sebagai Ketua BEM KM Unnes menyatakan bahwa pihaknya menolak Zaenuri untuk  menyampaikan apapun kepada massa aksi sebab Ia dinilai tidak memiliki otoritas untuk memenuhi tuntutan, kecuali menghalangi represifitas mahasiswa yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum. Lebih lanjut, Sajiwo menyampaikan bahwa pihaknya meminta Rektor Unnes yang hadir menemui massa aksi karena sejatinya tuntutan yang dilayangkan ditujukan untuk sang rektor.

“Kita meminta rektor untuk hadir langsung karena ini wewenang rektor. Surat yang diterbitkan adalah surat rektor,” ungkap Sajiwo.

Mengetahui bahwa Rektor Unnes tidak bisa menemui massa aksi, Sajiwo mengatakan bahwa Ia lebih berharap kepada Zaenuri agar dapat berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada rektor.

“Kita meminta WR 1 berkomitmen dan menyampaikan kepada rektor untuk bisa membatalkan kebijakan yang diterbitkan,” jelasnya.

Massa aksi yang mengetahui bahwa pakta integritas yang ditujukan untuk Rektor Unnes belum ditandatangani pun merasa kecewa, sehingga terjadi sedikit kericuhan pada saat itu. Melihat ketidakhadiran sang rektor, terlebih pakta integritas berisi tuntutan yang belum ditandatangani, Sajiwo menyebutkan bahwa masih akan ada aksi lanjutan dalam mengawal perkara ini.

“Kita akan datang dengan massa aksi yang lebih banyak, lebih besar sampai IPI ini diturunkan kita akan duduk di rektorat,” tegas Sajiwo.

Di sisi lain, salah satu peserta aksi yang berasal dari Jurusan Geografi, Aisyah Muthmainnah menyesalkan kenaikan IPI ini. Menurutnya, Unnes dikenal sebagai universitas yang merakyat.

“Unnes dulu dikenal sebagai universitas yang merakyat namun sekarang IPI justru dinaikkan,” kata Aisyah.

Aisyah mengatakan bahwa kehadirannya dalam aksi ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk ikut serta menyuarakan kembalinya Unnes menjadi lebih merakyat agar dapat membuka kesempatan pendidikan seluas-luasnya. Lebih lanjut, Ia berharap agar tuntutan yang dilayangkan dapat terwujud, dan pimpinan universitas dapat segera mendengar keluhan para mahasiswa agar IPI tidak jadi dinaikkan.

Reporter: Fatya Hanani (Magang BP2M), Puji Lestari (Magang BP2M), Raihan
Rahmat (Magang BP2M), Mirna Layli Dewi

Penulis: Fatya Hanani (Magang BP2M), Puji Lestari (Magang BP2M), Raihan
Rahmat (Magang BP2M)

Editor: Mirna Layli Dewi

 

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *