Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Feature Uncategorized

Lampaui Batas, Perempuan Tak Kalah Tangguh

Lini Kampus – Atlet laki-laki sibuk bergulat di atas arena menampilkan otot lengan dan adu kuat bertanding wushu di Auditorium Universitas Negeri Semarang, Jumat (21/4) dalam rangka Piala Rektor II. Sementara atlet perempuan melihat dan bersorak menyemangati timnya sebelum mereka maju bertanding.


Seperti yang dilansir breaktime.co.id, Wushu adalah seni beli diri asal negeri tirai bambu, Cina Kuno. Secara bahasa, Wushu dibagi dalam dua kata yaitu wu yang berarti perang atau militer dan shu yang berarti kemampuan atau keterampilan. Jadi, wushu diartikan sebagai seni bela diri yang mengedepankan gerakan-gerakan tubuh.

Tharisa Dea Florentina, salah satu atlet wushu yang sudah jatuh cinta pada dunia bela diri ini menyambut tim linikampus.com dengan ramah ketika hendak diwawancarai. Usai bertanding, peluh dan keringat masih menempel pada dahinya, jatuh ke hidung mancungnya dan disekanya dengan handuk berwarna merah.

Tharisa adalah salah satu atlet wushu yang mulai menekuni olahraga ini sejak tamat sekolah dasar. Sebelum memutuskan untuk terjun ke dunia wushu, ia mencoba bela diri lain yaitu karate. “Wushu itu kan belum banyak peminatnya, kalau atlet perempuan mungkin takut karena berbeda dengan karate yang hanya pakai kaki atau tangan, jadi saya cari yang peluangnya lebih besar,” terangnya. 

Sebelum bertanding, ia biasa melakukan persiapan mental dengan pelatihnya. “Harus  latihan mental, sebelum pertandingan. Pelatih saya memberikan motivasi, terus dikasih tujuh prinsip buat persiapan gitu, dan kita disuruh bayangin, bayangin mau tanding apa, mau main apa terus dipraktekin,” jelas Tharisa. Persiapan mental yang matang, motivasi, dan mengendalikan diri sebelum bertanding adalah hal yang penting.

Sebagai gadis muda, Tharisa tidak ambil pusing pada pandangan orang lain seperti yang selalu terlihat jelas pada seorang perempuan, bahwa ia haruslah gemulai dan lemah lembut. “Kalau perempuan biasanya pada malu karena nanti akan berotot atau takut cedera, ya kalau malu pasti nggak percaya diri. Tapi saya sudah percaya diri dan mendapat dukungan dari keluarga,” kisah dara berumur 16 tahun ini.

Perempuan bisa menjadi siapa saja. Perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk menjadi atlet bela diri. “Kartini itu pejuang wanita-wanita, wanita itu nggak harus feminin. Semua wanita itu bisa seperti lelaki dan bahkan bisa melebihi lelaki,” ungkapnya. [Khansa]

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *