Tosan Aji, Warisan Budaya Asli Indonesia
Feature Uncategorized

Tosan Aji, Warisan Budaya Asli Indonesia

 

Dok. Khansa


Begitu ironi ketika orang luar negeri banyak yang belajar budaya Indonesia, orang Indonesia justru membudayakan budaya barat. Apakah kita harus menunggu budaya kita dicuri dulu, baru kita bertindak?

Kamis siang (30/3), hujan mengguyur Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan menyisakan genangan-genangan air di sekitar Kampung Budaya. Acara Dies Natalis Unnes ke-52 tampak mulai ditinggalkan para pengunjung. Stand-stand mulai dibersihkan, meja dan  kursi mulai kosong, dan sepi. Hanya beberapa stand yang masih menunjukkan aktivitasnya. Salah satunya adalah stand Pecinta Tosan Aji Semarang (Peta Semar). Momentum Dies Natalis Unnes ke-52 ini menjadi wadah bagi Peta Semar mengenalkan warisan luhur asli Indonesia. Bau wewangian dari asap dupa yang dibakar menyapa kami, tim linikampus.com ketika melewati jejeran keris, tombak, dan pedang.

Blangkon, beskap, dan jarik yang dikenakan Peta Semar tampak nyentrik di Kampung Budaya. Peta Semar merupakan komunitas dengan 70 orang pecinta tosan aji dari Semarang yang baru diresmikan dua bulan lalu, meski jauh sebelumnya telah ada perkumpulan pecinta tosan aji.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap generasi muda dan  budaya Indonesia, Peta Semar hadir menyapa masyarakat untuk nguri-nguri warisan budaya asli Indonesia. Alunan kata-kata R. Dani Riyanto terbesit pelan di telinga kami, “tujuan utama kami adalah untuk memperkenalkan khususnya kepada para muda-mudi, bahwa tosan aji seperti keris, tombak, dan pedang adalah warisan budaya asli Indonesia yang harus dilestarikan. Sedangkan sekarang, biasanya orang menganggap bahwa yang berbau-bau keris adalah hal mistis. Sebenarnya tosan aji itu untuk koleksi sebagai wujud melestarikan warisan budaya asli Indonesia.”

R. Dani Riyanto selaku wakil ketua dari komunitas Peta Semar sangat welcome, mempersilahkan kami untuk belajar banyak mengenai tosan  aji. Duduk bersilah di depan kami, Dani berpesan kepada generasi muda, “ketika warisan budaya luhur asli Indonesia bukan kita yang melestarikan, lalu siapa lagi. Apakah kita harus menunggu budaya kita dicuri dulu, baru kita bertindak?” ucapnya tegas. Ironisnya lagi ketika orang-orang luar negeri banyak yang belajar budaya Indonesia, orang Indonesia justru membudayakan budaya barat. Begitulah anggapan Dani sebagai pegiat budaya dalam menyikapi masyarakat saat ini.

Filosofi yang digambarkan dari sebuah keris dapat dimaknai dalam sebuah kehidupan. Macam-macam keris dapat menggabarkan kasta seseorang. Dari pejabat, masyarakat biasa, petani, dan kaum lainnya. Pamor keris, dapur adalah salah satu contoh pendeteksi klasifikasi pemaknaan tersebut. Dulu, dapur (bentuk keris) dengan luk 13 digunakan oleh para petinggi, seperti senopati dan raja-raja. Dapur tilamutih digunakan oleh masyarakat menengah ke bawah seperti para petani dan saudagar. Dapur keris kebo lajer digunakan oleh para lurah dan carik dan mempunyai makna kemakmuran bagi masyarakat. Maka dari itu, Dani mengungkapkan, “tidak semua orang bisa memegang semua jenis keris.”

Dulu masyarakat memandang keris dari kodam (isi keris) dan dapur (bentuk keris) yang hanya dimiliki golongan masyarakat tertentu. Sedangkan kini, semua orang bisa memiliki semua jenis keris sebagai koleksi. “Tapi, ada satu yang perlu diingat, yang namanya barang sepuh pasti ada godanya. Karena membuatnya tidak sembarangan, mereka juga tirakat, prihatin, dan harinya juga ditentukan,” jelas Dani diiringi hujan yang kembali turun.

Dani berusaha meyakinkan kami dengan mengungkapkan bahwa keris bukanlah hal mistis, keris adalah warisan asli budaya Indonesia. Pameran yang berlangsung dua hari di Unnes ini menunjukkan kepada para pemuda bahwa tosan aji adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan. Keprihatinan akan pemuda yang mengadopsi budaya luar dan melupakan budaya sendiri menjadi alasan Peta Semar menggelar pamerannya di perguruan tinggi. Dalam pameran tersebut 15 keris telah terjual. Hal ini, menurut Dani menjadi penanda adanya respon yang cukup baik dari masyarakat. Satu harapan dari Peta Semar untuk pemuda adalah, “semoga para pemuda bertambah mencintai warisan leluhurnya, sehingga tosan aji tidak akan punah.” [Lala, Sibad]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *