Pemberlakuan kebijakan presensi dalam jaringan (daring) yang dimulai sejak 3 Maret 2014 belum merupakan kewajiban. Pembantu Rektor bidang Akademik dan jajarannya beserta Badan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPTIK) akan melakukan monitoring lapangan terkait visibilitas dari penggunaan presensi daring.
Sebagaimana dinyatakan Pembantu Rektor bidang Akademik Agus Wahyudin bahwa pemakaian presensi manual masih diperbolehkan. “Jika terdapat beberapa dosen yang tidak memungkinkan untuk melakukan presensi daring diberi kelonggaran untuk presensi manual,” terangnya (5/3).
Kurangnya access point pada beberapa gedung merupakan kendala saat awal penerapan kebijakan presensi daring. “Tiap gedung diharapkan memiliki minimal 2 access point per lantai,” tambahnya. Agus menambahkan peningkatan jaringan wireless fixed (wifi) di seluruh Unnes akan dilakukan guna menunjangnya.
Terkendala koneksi internet
Shanti Oktavilia, dosen jurusan Ekonomi Pembangunan mengungkapkan presensi daring perlu banyak penyesuaian, karena masih ditemui berbagai kendala yang dihadapi dosen. Ia berharap presensi daring tidak menjadi sistem yang abu-abu, yang mana semuanya harus sudah dipersiapkan secara penuh.
Menurut Shanti, presensi daring merupakan langkah maju dari Unnes sehingga ukuran kinerja menjadi lebih jelas dan objektivitas menjadi tinggi. Dia menyayangkan beberapa jaringan wifi yang kurang memadai. “Belum lagi kalau listrik mati, akibatnya malah menghambat proses perkuliahan,” katanya.
Senada dengan itu, Dosen Geografi Ananto Aji mengatakan presensi daring membuat tertib administrasi, kuliah dan presensi terpantau dan disiplin dosen serta mahasiswa terkontrol. Ananto menyatakan wifi masih menjadi kendala utama. “Jika wifi mati, presensi manual dan modem jadi penyelamat. Saya memaklumi hal itu, karena ini baru proses transisi,” jelasnya.
Memang perlu proses dan evaluasi terutama terkait wifi. Kesiapan dari dosen juga belum optimal, terbukti masih adanya beberapa dosen yang menggunakan presensi manual. M. Najmul Af’ad mahasiswa jurusan Sosiologi dan Antropologi menekankan perlunya pertimbangan dari banyak pihak.
“Langkah jitu ini hendaknya perlu dioptimalkan dengan kerja sama seluruh pihak Unnes. Dengan begitu, semoga Unnes dapat menjadi salah satu universitas percontohan presensi daring di Indonesia,” tuturnya.
Arielila Utomo, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia menyatakan kaget ketika mendengar sistem baru tersebut. Menurutnya, tidak ada sosialisasi mengenai presensi daring dari pihak jurusan, fakultas maupun universitas kepada mahasiswa.
Memenuhi syarat
Alfath Yanuarto, Koordinator Divisi Layanan TIK menyatakan presensi mahasiswa sebenarnya merupakan otonomi dosen. Jika dosen ingin mengganti absensi kehadiran mahasiswa, kata Alfath, akan dimudahkan dengan presensi daring. Hal ini karena adanya wewenang dosen untuk melakukan hal tersebut.
Model presensi berbasis web ini dipilih dari berbagai kajian literatur dan melakukan perbandingan dengan kampus-kampus lain. “Ada yang menerapkan dengan kartu identitas, ada yang pakai finger print. Namun, model presensi daring ini yang paling cocok setelah dipertimbangkan,” ujarnya.
Dalam presensi daring ada beberapa syarat kondisi yang harus terpenuhi, yaitu akses internet atau wifi sudah menjangkau ruang kelas dan kelengkapan alat untuk memasukan presensi itu sendiri. Jika wifi belum sampai ke ruang kelas, bisa menggunakan presensi manual. “Nanti akan dicari solusinya dengan melihat keluhan-keluhan yang ada di lapangan,” terangnya. Ayu, Aris, Dewi, Khusnul, Irkham, Mazid, Qismi