Penukaran mata uang Jepang di pasar gelap di daerah pecinan Jakarta (29/1/1946) (Foto: Alex/Frans Mendur)/DM |
TULISAN dan foto-foto IPPHOS dalam pameran di Galeri
Semarang tersebut akan segera diterbitkan. Yudhi Soerjoatmodjo lah penulis yang
akan mengangkat foto yang selama ini jarang atau belum dipublikasikan.
Semarang tersebut akan segera diterbitkan. Yudhi Soerjoatmodjo lah penulis yang
akan mengangkat foto yang selama ini jarang atau belum dipublikasikan.
Foto-foto
tersebut merupakan foto menjadi manusia dan manusia indonesia. Bukan cuma
pejuang Indonesia yang berikat kepala merah-putih dan mengepalkan tinju ke
langit, yang ingin mengatakan “ini dadaku, mana dadamu!”, sambil merangsek maju melawan tank musuh hanya bersenjatakan bambu runcing.
tersebut merupakan foto menjadi manusia dan manusia indonesia. Bukan cuma
pejuang Indonesia yang berikat kepala merah-putih dan mengepalkan tinju ke
langit, yang ingin mengatakan “ini dadaku, mana dadamu!”, sambil merangsek maju melawan tank musuh hanya bersenjatakan bambu runcing.
Yudhi
menuliskan dalam banyak kasus sulit untuk memisahkan antara karya Alex dan
Frans Mendur. Sejak keduanya bekerja untuk Wereld Nieuws en Sport In Beeld,
kakak beradik Mendur tampaknya sering bermitra sebagai satu tim-hal mana mereka
lakukan di bulan-bulan menjelang dan sesudah proklamasi, ketika Alex menjabat
kepala foto Domel dan Frans fotografer utama di Harian Asia Raja, hingga
setahun berikutnya mereka bergabung dengan Harian Merdeka.
menuliskan dalam banyak kasus sulit untuk memisahkan antara karya Alex dan
Frans Mendur. Sejak keduanya bekerja untuk Wereld Nieuws en Sport In Beeld,
kakak beradik Mendur tampaknya sering bermitra sebagai satu tim-hal mana mereka
lakukan di bulan-bulan menjelang dan sesudah proklamasi, ketika Alex menjabat
kepala foto Domel dan Frans fotografer utama di Harian Asia Raja, hingga
setahun berikutnya mereka bergabung dengan Harian Merdeka.
Arsip
IPPHOS sama sekali tidak memberikan informasi apapun tentang aspek-aspek
sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang melatarbelakangi karya-karya mereka.
Kecuali data-data yang adakalanya terlampau singkat tentang tempat, tanggal,
dan peristiwa dari sebuah reportase. Hal itu yang harus digali Yudhi sendiri
dengan mempertemukan dan mensintesakan berbagai informasi, kesaksian, dan analisa
dari berbagai narasumber lain. suatu proses yang sangat panjang, melelahkan, dan
terkadang membuat frustasi. Kepuasaan memaknai sejarah secara dekat tersebut bisa
didapatkan dengan membeli bukunya seharga empat ratus ribu rupiah. (Dewi)