Soesilo Toer saat diwawancarai reporter BP2M (22/2) [Doc. BP2M] |
BP2M – Soesilo Toer tidak “numpang beken” nama
besar Pramoedya Ananta Toer dalam menulis buku-bukunya, termasuk ketika ia
menulis buku Pram dalam Kelambu. “Buku
ini adalah seri kedua dari lima buku tentang Pramoedya yang rencananya akan saya
tulis,” kata Soesilo Toer dalam diskusi dan bedah buku Pram dalam Kelambu di Rumah Buku Simpul Semarang (RBSS), Minggu
(22/2).
besar Pramoedya Ananta Toer dalam menulis buku-bukunya, termasuk ketika ia
menulis buku Pram dalam Kelambu. “Buku
ini adalah seri kedua dari lima buku tentang Pramoedya yang rencananya akan saya
tulis,” kata Soesilo Toer dalam diskusi dan bedah buku Pram dalam Kelambu di Rumah Buku Simpul Semarang (RBSS), Minggu
(22/2).
Adik kandung Pram tersebut mengatakan dibandingkan seri pertamanya, Pram dari Dalam (2013), buku keduanya
ini menekankan penceritaan tentang Pram dari perspektif keluarga. “Kelambu
identik dengan keluarga. Saya tuturkan semua tentang Pram, baik bagus maupun
jelek.”
ini menekankan penceritaan tentang Pram dari perspektif keluarga. “Kelambu
identik dengan keluarga. Saya tuturkan semua tentang Pram, baik bagus maupun
jelek.”
Doktor lulusan Institut Plekhanov Uni Soviet (sekarang Rusia) tersebut
kepada para peserta diskusi mengungkapkan, Pram memang seorang sastrawan besar
Indonesia. Karyanya dinikmati jutaan orang bahkan meraih nominasi penghargaan
Nobel tujuh kali berturut-turut, tetapi untuk urusan keluarga Pram benar-benar
sengsara.
kepada para peserta diskusi mengungkapkan, Pram memang seorang sastrawan besar
Indonesia. Karyanya dinikmati jutaan orang bahkan meraih nominasi penghargaan
Nobel tujuh kali berturut-turut, tetapi untuk urusan keluarga Pram benar-benar
sengsara.
“Dua kali Pram menikah. Seleranya mengenai wanita benar-benar jelek. Selera
babu,” celetuknya ketika mengenang kakaknya yang meninggal sembilan tahun lalu.
“Pram bahkan pernah diusir dari rumah oleh istrinya karena banyak hutang,” tegasnya sembari tersenyum.
babu,” celetuknya ketika mengenang kakaknya yang meninggal sembilan tahun lalu.
“Pram bahkan pernah diusir dari rumah oleh istrinya karena banyak hutang,” tegasnya sembari tersenyum.
Bukan menjadi permasalahan bagi diri Pram mengenai keluarganya, dia mampu
menghasilkan karya besar dari hasil renungan permasalahannya. “ Pram di manapun
selalu merenung, sampai di kamar mandi pun begitu. Kebiasaan merenungnya dapat
menghasilkan karya,” ceritanya.
menghasilkan karya besar dari hasil renungan permasalahannya. “ Pram di manapun
selalu merenung, sampai di kamar mandi pun begitu. Kebiasaan merenungnya dapat
menghasilkan karya,” ceritanya.
Di akhir diskusi, pria berumur 78 tahun itu tidak ketinggalan memberikan
pesan kepada peserta diskusi yang kebanyakan mahasiswa dari Unnes, Undip, dan
Universitas PGRI. “Pram begitu percaya dengan generasi muda. Karena ditangan
mereka, perubahan bisa dilakukan,” tuturnya. Nida
pesan kepada peserta diskusi yang kebanyakan mahasiswa dari Unnes, Undip, dan
Universitas PGRI. “Pram begitu percaya dengan generasi muda. Karena ditangan
mereka, perubahan bisa dilakukan,” tuturnya. Nida