(Doc. Eva) |
BP2M – Topik-topik lingkungan, memang selalau eksis dan renyah untuk diperbicangkan, tak kan ada habisnya. Lebih-lebih, Dedy Hamdani, Mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Rupa, ini adalah mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Kampus yang telah mendeklarasikan dirinya sebagai kampus Konservasi. Pameran Lukisan Proyek Studi yang bertajuk “Botol Plastik sebagai Obyek Lukisan: Kritik Sosial terhadap Global Warming” diselenggarakan di gazebo B5 yang dilaksanakan, Rabu hingga Jumat, ( 3-5/6).
Lukisan yang berjudul “TERKIKIS WAKTU” karya Dedy Hamdani ini, menjadi lukisan favorit dosen jurusan Seni Rupa, Unnes. Mengapa? Alasannya, lukisan tersebut sarat pesan-pesan kepada pengunjung untuk terus menjaga lingkungan. Lukisan yang dituangkan melalui cat akrilik, media kanvas berukuran 125 x 160 cm ini, memiliki ide dasar penciptaan sebagai respon kritik lingkungan tentang pentingnya membatasi pembangunan gedung-gedung pencakar langit untuk mencegah global warming.
“Proses pembuatannya pun cukup lama, hampir satu bulan, karena harus memperhatikan detail-detailnya dengan teliti,” ujar Mahasiswa kelahiran Jepara, 24 oktober 1992, saat di wawancarai.
Propaganda terhadap pentingnya menjaga lingkungan dalam lukisannya, juga menyambung dengan seberapa perhatiannya masyarakat terhadap waktu, nampak jelas, diilustrasikan dengan lukisan pasir waktu berbahan dasar botol plastik sebagai pesan masyarakat harus secepatnya peka terhadap pentingnya menjaga lingkungan.
Lukisan yang diproses selama sepuluh bulan ini, terbagi menjadi dua bagian. Bagian atas dan bawah sebagai objek penceritaan ide. Ialah objek dengan sebuah ilustrasi dengan kondisi tebing- tebing es di kutub yang mencair, dan gedung-gedung pencakar lain dibagian lainnya.
Dalam katalognya, ia menuliskan bahwa lukisannya merupakan respon tentang pentingnya membatasi pembangunan gedung-gedung berkaca dan penggunaan ac yang tidak terkontrol dan alam sekitar yang belakangan ini mulai hilang dan rusak. Seiring berjalannya waktu, jika manusia tidak lagi menyadari akan pentingnya alam sekitar mereka, bukan tidak mungkin jika lingkungan yang bersih dan asri yang ada sekarang ini akan hilang dan musnah akibat ulah manusia itu sendiri.
Dari awal proses pembuatan hingga pameran, Dedy mengeluarkan biaya kira-kira hampir empat juta rupiah dengan biaya pribadi. Semestinya, pihak jurusan bisa meringankan biaya Proyek Pameran ini namun, karena menurut narasumber mengurusnya sedikit ribet jadi ia rela menggunakan biaya pribadi.
“Padahal bisa dibantu cat dan peralatan, tapi sedikit ribet sih ngurusnya, jadi pakai biaya sendiri,”ujarnya pungkas wawancara. (Eva)