Organisasi Kita Bukan Toilet
Uncategorized

Organisasi Kita Bukan Toilet

Oleh : 
Muhammad Mugnil Labib
Presiden Mahasiswa BEM
KM UNNES 2015
Berbicara
organisasi memang mengasyikkan. Terlebih jika kita tahu bahwa organisasi adalah
wadah dimana mahasiswa meng-explore dirinya
sesuai dengan bakat minat dari mahasiswa tersebut. Banyak hal yang kita
dapatkan secara cuma-cuma melalui organisasi, antara lain ilmu, pertemanan,
pengalaman dan lain-lain. Kita tentu tahu bahwa di dalam organisasi, setiap
orang bisa merealisasikan gagasan konkretnya untuk membangun sebuah visi misi
organisasi. Dapat dikatakan juga bahwa organisasi adalah tempat dimana ide
diversuskan dengan realita, apakah sejalan atau tidak dengan apa yang ingin
dicapai.
Labib-Arif selaku Presiden dan WaPres BEM KM Unnes 2015
Romantisme
dinamika perkembangan organisasi di Unnes juga signifikan. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Universitas yang nominal angkanya
melampui kampus tertua di Indonesia yaitu UGM. Unnes dengan 55 UKM sedangkan
UGM dengan 52 UKM. Hal ini menjadi indikator bahwa kampus kita, mampu bersaing
dengan kampus-kampus negeri lainnya di Indonesia. Bahkan di Unnes, berawal dari
sebuah komunitaspun  bisa melahirkan
sebuah UKM. Jumlah tersebut belum termasuk yang ada di tingkat fakultas dan
jurusan.
Unnes
menganut dasar lembaga kemahasiswaan berbasis keluarga mahasiswa yang mempunyai
garis koordinasi inline dari universitas
sampai jurusan. Masing-masing punya otonomi sendiri untuk menentukan arah
pergerakan organisasi di tingkat fakultas dan jurusan. Tentu saja tujunannya
demi mengayomi ide-ide yang kreatif dan inovatif dalam konteks pembangunan,
tanpa melupakan kaidah asas keluarga mahasiswa. Kita tidak harus minder dengan
daya saing kampus kita dalam hal pemikiran. Hal yang mengecewakan ialah ketika
kita mengagung-agungkan kampus lain tanpa melihat potensi dan apa saja yang
bisa dilakukan untuk melakukan perubahan di kampus konservasi ini.
Tidak
akan pernah selesai memang jika kita mendeskripsikan apa itu organisasi beserta
dinamika gagasan kreatif inovatifnya dalam membangun sebuah kampus, khususnya
Unnes apalagi untuk Indonesia. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan sebagai
bahan refleksi bagaimana kondisi organisasi di kampus kita ini. Bisa jadi ini
merupakan masalah klasik yang tidak hanya terjadi di Unnes melainkan
kampus-kampus negeri maupun swasta di tanah air ini juga yang merasakan. Hal
tersebut adalah soal bagaimana memikul amanah dalam sebuah organisasi dan
kenyamanan dalam berorganisasi. Menurut kata bijak, “Amanah tidak akan pernah
salah memilih tuannya”. Realita di lapangan menjawab bahwa tidak semuanya bisa
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Ketika
kita akan masuk dalam sebuah organisasi baik itu lembaga kemahasiswaan, ukm,
atau yang lainnya, hampir semua kampus menggunakan cara open recruitment dengan mekanisme litsus atau wawancara yang
digunakan sebagai tolak ukur seseorang layak masuk sebuah organisasi atau
tidak. Sayangnya cara tersebut melahirkan banyak orang yang pintar dalam retorika
saja tanpa tahu apa yang harus dikerjakan. Retorika tersebut kemudian dijadikan
alat yang digunakan untuk menjadikan individu tersebut bisa masuk dalam suatu organisasi.
Lebih mengecewakan lagi tatkala keikutserataan seseorang masuk organisasi
adalah karena ada kepentingan pribadi atau golongan dengan tujuan untuk sekadar
mengincar kekuasaan semata.
Berbicara
tentang kerja di dalam organisasi berarti tidak jauh dari yang namanya amanah.
Amanah dalam organisasi pada tataran mahasiswa tentu berbeda dengan organisasi
profesional. Mahasiswa yang bergerak dalam organisasi sangat idealis dengan
tanpa digaji namun tetap bekerja untuk melakukan kontribusi di kampus dan
negeri ini. Boleh jadi karena hal ini ada beberapa orang yang kemudian tidak memandang
penting sebuah amanah di organisasi. Barangkali sebutan ‘toilet’ layak diberikan
bagi organisasi yang didalamnya masih ada beberapa orang yang masih memandang
amanah itu tidak penting.
Bagaimanapun
jika hal ini terus dipertahankan maka dampaknya tidak baik bagi organisasi yang
bersangkutan. Sebisa mungkin seorang ketua organisasi dapat menciptakan iklim
yang nyaman dalam suatu organisasi, sehingga ngangeni.

Mahasiswa
sebagai kaum idealis harus mampu mengubah mindset
untuk bisa memposisikan amanah dalam sebuah organisasi itu penting tanpa
melupakan aspek akademik sebagai tujuan awal kita masuk kampus ini. Toilet
adalah sebuah pengambaran bagi setiap mahasiswa yang belum tahu bagaimana
memposisikan tanggung jawab di sebuah organisasi. Diawali dengan niatan yang
baik, kemudian bekerja sama membangun visi misi organisasi. Selanjutnya peran seorang
pemimpin sangat diperlukan untuk terus bertindak dalam mengambil kebijakan dan
keputusan organisasinya. Hal ini tentu bisa menjadi modal yang cukup bagi kita
untuk melakukan perubahan baik untuk kampus juga negeri ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *