Reggae, Ekspresi Perlawanan Terhadap Penindasan
Uncategorized

Reggae, Ekspresi Perlawanan Terhadap Penindasan

Seni barangkali telah disisipkan di pikiran
setiap manusia oleh Tuhan sebelum ia keluar ke
dunia. Seni
sebagai elemen penyeimbang memberikan sentuhan pada
aspek psikis, bagian yang sejatinya lahir dari hasrat dan tidak bisa dibendung
oleh aturan-aturan
fisik. Ia bergerak dalam ritus keinginan dan dorongan
mendasar, tidak bisa dikendalikan dan menjadi suara atas nurani seorang
manusia. Barangkali karena itu, seni selalu harus ada menjadi asupan yang
pentingnya setara makan dan minum pada proses kehidupan manusia. Seni muncul
bukan saja sebagai sebuah penyeimbang kehidupan manusia, tapi juga sebagai
suara kebebasan, pemberontakan, dan jalan upaya menuju apa yang diinginkan. Merobohkan
dinding aturan-aturan yang tak berdasar.
Seni nampak pada ruang-ruang aktivitas
manusia. Entah sejak kapan manusia mengenal seni, tapi yang pasti, sejak
manusia lahir, ia telah membawa keindahan yang hakiki. Kant yakin bahwa
sesuatu disebut indah sejauh muncul dari putusan ‘murni’ sebagai hasil dari pemahaman rasional. . Walau mendapat tentangan dari Pierre
Bourdieu, sosiolog Perancis dalam teori produksi kulturalnya. Seni telah
berjejal sebagai naluri manusia sejak lahir, soal cultural yang membangunnya ke
arah mana, itu soal lain. Yang pasti, seni telah ada sebagai satu paket dengan
kelahiran manusia yang membuatnya mencintai keindahan, secara personal.
Reggae, Bob Marley
Atribut Reggae yang kental dengan warna mencolok merah kuning hijau dan Bob Marley sebagai Kaisar Hitam Reggae
Seni sebagai naluri menjelma dalam
bentuk sikap dan tindakan manusia. Menyelebung di atas proses-proses cultural yang
dihadapi manusia selama ia berdiri sebagai makhluk hidup yang berhubungan
sosial untuk mengomunikasikan sesuatu. Zaman prasejarah, seni dalam wujud
diorama gambar hewan semisal bison, banteng, rusa dan singa di gua-gua mempunyai
maksud yang ingin disampaikan. Pada bangsa Yunani dan Romawi, seni digunakan
untuk menegaskan kedudukan raja dan berbagai macam aturan-aturan di dalamnya. Di
abad pertengahan, seni berupa bangunan arsitektur muncul karena pengaruh
kepercayaan polithiesme (menyembah banyak dewa) sebagai bagian untuk
menyampaikan maksud bernuansa spiritual, dan pada masa pencerahan (renaissance), seni telah bercampur
dengan bidang-bidang ilmu logika macam geometri, fisika, geografi, astronomi
yang memiliki simbol-simbol anti kemapanan pada agama.

Lahirnya musik Reggae

Reggae, awalnya disebut sebagai “Rasta”
merupakan musik visual dan ekspresif kaum Rastafarianisme.
Sebuah aliran kepercayaan yang banyak dianut rakyat Jamaica untuk tumpuhan dan
pelarian batinnya yang tertindas penjajah Inggris. Iramanya berlandaskan musik
Hindia Barat, kemudian bercampur dengan irama musik keras da Calypso.
Bagi rakyat Jamaica, reggae adalah
sebuah harapan akan datangnya surga dan musnahnya neraka. Surga bagi kaum rastafarianisme,
setidaknya menurut pendeta Marcus Garvey, adalah bila mereka diperlakukan
selayaknya manusia dan boleh kembali ke kampung halamannya, Africa.
Garvey, pengembang sekte “Black Star
Line” muncul di Jamaica setelah gagal menyebarkan pahamnya di Amerika. Ia menyuarakan
bahwa tiga tahun lagi di tanah lelahur Africa akan muncul raja hitam keturunan
Daud. Ia—Garvey—mengajak umat di Jamaica untuk tabah, bergembira menyambut dewa
penolong. Bahkan lebih riuh lagi dengan disertai jimat dalam setiap upacara
ritual serta pakaian dengan warna mencolok, merah, kuning, hijau. Warna khas
para penganut setia Rastafarian.
Tak bisa dijelaskan, apakah memang
benar Garvey adalah penyampai wahyu Tuhan atau sekadar mabuk oleh kegagalan
menyebarkan sektenya di Amerika lalu membual di Jamaica tentang kehadiran Raja
hitam, tapi yang pasti, kata-katanya benar-benar telah menjadi kenyataan. Di Ethiopia, seorang
kulit hitam muncul menjadi raja. Ras Tafari Makonen dengan gelar Kaisar Haille
Selassie bahkan mengaku keturunan 225 raja Sulaiman dengan Ratu Sheba.
Julukannya, “Singa Penakluk Judah.”
Ramalannya benar, Garvey kemudian
lebih lantang berteriak, “Tabuhlah genderang lebih keras dan bergairah.” Rakyat
Jamaica pun menyambut dengan teriakan, “Rasta…Rasta…Rasta…”

Perlawanan Musik Reggae

Sekitar era 60-an, kehidupan Jamaica
mulai membaik dengan semakin bebasnya rakyat dari perbudakan, namun iklim
politik negara masih panas. Pertentangan antar pribumi, menyeret hukum rimba
dan diskriminasi penindasan sebagai kunci penyelesaian konflik. Keadaan semacam
itu membuat sekte Rastafarianisme bangkit bersuara. Reggae menjadi lambang perdamaian
kaumnya yang membenci aturan-aturan tak berdasar.
Robert Nesta Marley, seorang pemusik
dan penganut setia ajaran Rasta mulai beraksi atas ketimpangan dan penindasan
melalui lagu-lagunya. Di sinilah, misi seni sebagai perlawanan dimulai.
Suara-suara dari lagu-lagu Reggae mulai didendangkan dari mulut ke mulut, dari
satu sound ke sound lain hingga merambah ke luar Jamaica, melintas hingga sampai
ke benua biru, awal digembar-gemborkan musik reggae ke seluruh dunia, lengkap
dengan pesan dan seluruh atribut-atributnya.

Reggae Menjamah Dunia

Adalah Chris Blackwell, melalui
Island Record mulai mempopulerkan lagu-lagu reggae sebagai suatu manifestasi
masa Babilonia. Dunia mulai terpengaruh, tidak saja pada alunan notasi dan instrument
reggae, tapi lengkap dengan atribut warna-warna mencoloknya, minum alkohol, dan
menghisap ganja. Inovasi pasca diterimanya musik Reggae mulai dikembangkan. Instrument
dasar Jamaica tetap dipertahankan, hanya tempo, gaya, dan sound mutakhir yang
dibalutkan sebagai tambahan agar makin terdengar kokoh, kreatif, dan eksklusif
tanpa meninggalkan kesan mistik yang dikandungnya sejak awal kehadiran. Untuk
membedakan dengan musik reggae asli dengan yang sudah diinovasi, musisi barat
lalu sepakat mengklaim inovasinya dengan sebutan “Reggae Putih”.
Kuatnya promosi oleh orang kulit
putih membuat reggae asli kehilangan alunannya hingga Reggae Putih justru
menjadi musik baru yang menginspirasi banyak musisi menulis lirik dan
mengaransemennya dengan balutan reggae putih. Ambil saja The Police mencuatkan
reggae sebagai simbol khas musiknya melalui rofel drum ala Jamaica pada era
kejayaannya. The Beatles, Rolling Stone, Ken Boothe, Bonney M Johnny Roten dan
Blondie melakukan hal yang sama pada karya-karyanya. Bahkan Eric Clapton juga
ikut mengekor reggae dengan album kompilasinya berjudul “I Shot The Sherif”.
Di Indonesia, sebutlah Asian Root,
Asian Force, dan Rastafara. Atribut reggae jelas terlihat pada anak muda.
Musisi kondang macam Melly Goeslaw pun, entah apa motifnya, menghasilkan karya
berjudul “Dansa Reggae” yang dinyanyikan Nola Tilaar. Selain itu, Dinda
Pestari, Helen Sparingga, Titik Puspa tak lepas dari pengaruh dentuman musik
Reggae dalam karya-karyanya.

Walau telah kehilangan akarnya,
Reggae tidak pernah kehilangan atributnya, baik pesan perlawanan atau atribut
fisik seperti warna-warna mencolok dan rambut gimbal. 
Chris Blackwell boleh
jadi disematkan gelar Bapak Musik Reggae atau musisi dunia mulai mengadopsi
rancak musik reggae dalam setiap karyanya, tapi, ini adalah Reggae dan Bob
Marley adalah pahlawan. Ia yang dijuluki Kaisar Reggae adalah pujaan rakyat
Jamaica, setara pahlawan nasional di mana pada 21 Mei 1981, Jamaica hujan air
mata karena Bob telah tutup usia.
Muhammad Irkham Abdussalam dalam
“Misi Mencoba Mengenal Musik”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *