(doc. foto bersama setelah penyampaian profil masing-masing universitas)
BP2M- Apakah mahasiswa telah berpikir integratif tentang meneliti? Yakni tentang menemukan pengetahuan, mengembangkan pengetahuan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan menurut Sutrisno Hadi di tahun 2001. Perjalanan panjang demi menemukan kebenaran hingga ke luar negeri adalah hal yang luar biasa.
Ruang Dekanat FT, Lantai satu sebagai saksi penantian Akhmad Fauzi beserta beberapa pengurus LK Fakultas Teknik untuk menyambut tujuh Mahasiswa Malaysia yang tergabung dalam Grup Pengkaji Tamadun Dunia (GPTD). Mereka hendak studi banding ke universitas konservasi ini.
Dilansir dari laman www.unnes.ac.id, ketika bersambut Rektor, selain belajar akademik, dan menanam pohon di taman internasional FT kegiatan studi banding ini untuk menambah wawasan baru di bidang keilmuan, peningkatan diskusi pengembangan kelembagaan, dan pengabdian kepada masyarakat.
GPTD fokus dalam bidang pengabdian sosial dan budaya ke Indonesia untuk meneliti sejarah Walisongo. “Kami sudah menemui Himpunan Mahasiswa Islam dan organisasi Islam di Indonesia kemarin dan rencana di Surabaya kami juga akan menemui semacam organisasi yang sama,” jelas Siti Nur-Alia bt. Che burhan, mahasiswa Jurusan PAUD di Universiti Selangor, Rabu (30/12).
Saat makan siang, reporter www.bp2munnes.org, diberi kesempatan untuk meneruskan perbincangan dengan Muhammad Khair b. Sujud, mahasiswa S-2 Universitas Kebangsaan Malaysia dan menceritakan tentang misi kedatangan mereka ke Indonesia sejak tanggal 22 Desember hingga besok tanggal 5 januari 2015.
“Kami sudah ke lima makam sunan. Beberapa di antaranya: Sunan Muria, Sunan kalijaga, dan Sunan Kudus. Ketika masih ada waktu dan biaya yang mencukupi insyaallah kami berusaha untuk berkunjung ke sembilan makan terangnya
(doc. suasana hangat saat makan siang bersama)
Penelitian yang ada sebelumnya, tentang walisongo dengan mengambil sisi perjalanan tokohnya. “Kalo ini keh kami nak ambil tentang kepemimpinannya. Kami bisa mengambil “ibrah” dari perjuangan walisongo,” tambahnya.
Kegiatan penelitian semacam ini merupakan tradisi dari organisasi untuk mencari kebenaran dan biasanya hanya mengkaji keislaman di dalam negeri.
“Dan ini kami mencoba keluar negeri, meneliti Islam dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Kami meneliti Lil ‘Alamin selama kami bisa kami harus tetap melaksanakannya,” kata Khair.
Saat makan siang suasana begitu hangat dengan perbincangan seputar kuliner dan berbalas pantun. iujung perjumpaaan, kami bersamaan melambaikan tangan yang terhadang kaca mobil. Mobil yang hendak membawa mereka ke Sampo Kong dan kemudian melanjutkan perjalanan ke bus agent untuk misi meneliti Walisongo selanjutnya, ke Jogja dan Surabaya.
“Apakah perjumpaan kita sampai di sini saja?” tanya Kak Ina dengan mata berkaca. (Eva)