Ibarat sebuah pencarian emas,
tak jarang untuk mendapatkannya perlu menggali tanah hingga sepuluh ton
beratnya demi segenggam emas. Begitu pula sebuah karya, untuk dapatkan satu
karya emas terkadang perlu seratus karya sampah untuk mendapatkannya.
tak jarang untuk mendapatkannya perlu menggali tanah hingga sepuluh ton
beratnya demi segenggam emas. Begitu pula sebuah karya, untuk dapatkan satu
karya emas terkadang perlu seratus karya sampah untuk mendapatkannya.
Kegelisahan Dee muncul ketika ia ingin membaca buku yang ia inginkan,
tetapi tidak kunjung ia temukan. “Saya ingin membaca buku yang memuat sains,
spiritualitas, cinta dan puisi. Sehingga lahirlah Supernova menjadi buku yang
ingin saya baca. Tak jarang saya menulis lagu yang ingin saya dengar,” tutur
penulis lagu ‘Malaikat Juga Tahu’ itu.
tetapi tidak kunjung ia temukan. “Saya ingin membaca buku yang memuat sains,
spiritualitas, cinta dan puisi. Sehingga lahirlah Supernova menjadi buku yang
ingin saya baca. Tak jarang saya menulis lagu yang ingin saya dengar,” tutur
penulis lagu ‘Malaikat Juga Tahu’ itu.
Suatu kegelisahan hidup Dee menuntutnya melakukan sebuah penulusuran yang
membuatnya berpikir di luar logika. Penelusuran Dee lakukan untuk menjawab
segala keingintahuannya seperti Alien, sejarah bumi, fungi, mitologi hingga
mimpi.
membuatnya berpikir di luar logika. Penelusuran Dee lakukan untuk menjawab
segala keingintahuannya seperti Alien, sejarah bumi, fungi, mitologi hingga
mimpi.
Kepekaan
Panca Indera
Panca Indera
Dee menganalogikan panca indera dengan sebuatan kamera. Manusia
mempunyai kameranya masing-masing. Benda itu berfungsi jika kita mampu menggunakan.
Bau, suara, tekstur membuat tulisan lebih bermakna, “Saat masuk ruangan ini.
Saya gunakan kamera saya, ada suara gema, bunyi kipas kawan-kawan yang kipasan,
dan juga bau ruangannya,” ungkap Dee mencoba membawa hadirin untuk melatih kepekaan
dengan panca indra.
mempunyai kameranya masing-masing. Benda itu berfungsi jika kita mampu menggunakan.
Bau, suara, tekstur membuat tulisan lebih bermakna, “Saat masuk ruangan ini.
Saya gunakan kamera saya, ada suara gema, bunyi kipas kawan-kawan yang kipasan,
dan juga bau ruangannya,” ungkap Dee mencoba membawa hadirin untuk melatih kepekaan
dengan panca indra.
Saat menulis novelnya berjudul Partikel, Dee tidak datang langsung ke
Tanjung Puting. Dia melakukan wawancara kepada seorang pemandu wisata. Hasilnya
mengejutkan, Dee benar-benar mampu menjelaskan keadaan persis disana. “Saya
tanyakan pada pemandu wisata disana, bagaimana udara disana apakah lembab?
Wangi hutan nya seperti apa? Bagaimana bunyinya? Sampai apakah warna
sungainya?” terang Dee saat menghadiri Seminar Nasional Literasi di Auditorium Unnes, Minggu (29/5).
Tanjung Puting. Dia melakukan wawancara kepada seorang pemandu wisata. Hasilnya
mengejutkan, Dee benar-benar mampu menjelaskan keadaan persis disana. “Saya
tanyakan pada pemandu wisata disana, bagaimana udara disana apakah lembab?
Wangi hutan nya seperti apa? Bagaimana bunyinya? Sampai apakah warna
sungainya?” terang Dee saat menghadiri Seminar Nasional Literasi di Auditorium Unnes, Minggu (29/5).
Hal yang sama dia lakukan saat menulis cerpen Madre. Seusainya
melakukan kursus roti, Dee tidak mau seperti kebanyakan orang yang hanya
memperoleh ilmu meracik roti yang lezat. Dee membawa pulang sebuah cerita tentang
adonan biang ragi. Sebuah cerita diluar ekspetasi pembacanya. “Sejatinya
inspirasi datang setiap saat dan setiap detik. Yang dibutuhkan hanyalah
kepekaan seorang penulis untuk menciptakan
suatu cerita. [Dian]
melakukan kursus roti, Dee tidak mau seperti kebanyakan orang yang hanya
memperoleh ilmu meracik roti yang lezat. Dee membawa pulang sebuah cerita tentang
adonan biang ragi. Sebuah cerita diluar ekspetasi pembacanya. “Sejatinya
inspirasi datang setiap saat dan setiap detik. Yang dibutuhkan hanyalah
kepekaan seorang penulis untuk menciptakan
suatu cerita. [Dian]