Dok. Dania |
Permasalahan yang sering terjadi saat ini adalah image museum yang sering dianggap menjadi tempat benda-benda kuno dan tidak menyenangkan.
Museum merupakan tempat warisan budaya yang digunakan untuk menyimpan, merawat, dan memanfaatkan benda peninggalan zaman dahulu. Selain tempat edukasi, museum juga menjadi tempat rekreasi dan hiburan. Berkait pemberian informasi, museum hanya mengandalkan tour guide yang sebagian besar pengunjung tidak tertarik untuk memperhatikan dan mendengarkannya.
Penyebaran kuesioner berbentuk angket menghasilkan sekitar 90% pengunjung museum Sangiran setuju, jika informasi sejarah divisualisasikan secara 3D dan diakses menggunakan smartphone karena hampir sebagian besar masyarakat saat ini menggunakan smartphone, baik berupa android atau PC Tablet.
“Kebanyakan pengunjung merasa tidak tertarik dan bosan untuk mendengarkan tour guide museum bahkan mereka menjadi mengantuk dan tidak mau tahu informasi sejarah dari benda-benda peninggalan yang ada di museum,” ungkap Iqbal.
Hal inilah yang melatarbelakangi tim PKM KC Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang terdiri dari Muhammad Iqbal Fahrian, Saras Noyadan, Dania Ayu Wulandari (Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer), dan Tifani Safira (Pendidikan Sejarah). Dibimbing oleh Drs. Said Sunardyo, M. T., dosen Jurusan Teknik Elektro mengembangkan aplikasi yang bernama digiAppRelic (Digital Application of Historical Relics Visualization).
Muhammad Iqbal menjelaskan, aplikasi ini merupakan aplikasi dengan teknologi Augmented Reality (AR) yang dapat digunakan untuk memvisualisasikan gambar secara 3D seolah terlihat nyata, keterangan berupa teks dan audio dari informasi sejarah benda peninggalan berupa fosil di museum. Teknologi Augmented Reality merupakan teknologi yang dapat menggabungkan dunia virtual dan nyata melalui komputer, berjalan secara real time dan menampilkan 3D menarik.
Prinsip penggunaannya adalah pengunjung mengkoneksikan pada wifi museum dan mengunduh aplikasi. Kemudian install lalu pengunjung dapat membuka dan mengarahkan fitur kamera aplikasi pada marker yang berada di dekat benda peninggalan, sehingga dari setiap marker yang berbeda akan menampilkan visualisasi berbeda pula.
Harapannya, aplikasi ini dapat digunakan di museum-museum Indonesia untuk memudahkan pemahaman informasi bagi pengunjung-pengunjungnya. Selain itu, aplikasi ini sudah didaftarkan paten di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui sentra HKI Universitas Negeri Semarang.
Dania, Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro