Kamis (22/4), puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Jateng-DIY kembali mendatangi Pengadilan Negeri Semarang. Mereka menggelar aksi solidaritas dan menuntut pembebasan 4 mahasiswa terdakwa kasus penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja pada 7 Oktober 2020.
“Empat mahasiswa tersebut adalah korban dan aksi solidaritas yang hari ini dilakukan sebagai bentuk pengawalan dan bentuk penyebaran kepada khalayak, bahwa perlu untuk terus bergerak melawan segala bentuk ketidakadilan yang dilakukan negara,” terang aliansi.
Aksi ini bertepatan dengan agenda sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada terdakwa IAH dan MAM, yang sebelumnya juga dibacakan pada persidangan yang berbeda untuk IRF dan NAA pada Selasa (20/4).
Hasil sidang kali ini JPU juga memberikan tuntutan 3 bulan pidana penjara kepada terdakwa IAH dan MAM. Listiyani, selaku tim kuasa hukum terdakwa mengatakan bahwa—pada sidang sebelumnya—terdakwa dituntut dengan pasal berlapis yaitu pasal 212, 216, dan 170 KUHP. Namun, tim kuasa hukum akhirnya berhasil memberikan bukti—sehingga jaksa hanya menggunakan tuduhan berdasarkan pasal 216 terkait tidak diturutinya perintah atau permintaan polisi yang sedang bertugas.
“Kami berhasil membuktikan bahwa pasal-pasal yang tadi dituduhkan itu tidak terbukti. Akhirnya dibuang sendiri oleh jaksa,” katanya.
Meskipun demikian, Listiyani optimis bahwa terdakwa bisa dibebaskan. Ia mengatakan berdasarkan saksi-saksi yang ada, mobil komando yang menghimbau demonstran untuk tidak melakukan aksi anarkis tidak terdengar baik oleh para demonstran.
“Kami optimis bahwa mereka bisa bebas selama proses peradilan bersifat objektif,” pungkasnya.
Reporter: Khotikah
Editor: Niamah