Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Perjuangkan Ruang Hidup Wadas: Aksi Damai Digelar di Semarang

erakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) dan Aliansi Solidaritas untuk Wadas Semarang menggelar aksi damai di Kantor Gubernur Jawa Tengah [BP2M/Khotikah]

Selasa (22/3) Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) dan Aliansi Solidaritas untuk Wadas Semarang menggelar aksi damai bertajuk “Wadas Menggugat: Tanah Adalah Nyawa”. Peserta aksi melakukan long march dari Kampus Pascasarjana Universitas Diponegoro menuju Kantor Gubernur Jawa Tengah (Jateng). Selain itu, aksi yang dilakukan pada pukul 11.22–17.30 WIB ini juga menggelar panggung seni dan pembagian hasil bumi dari desa Wadas.

Massa aksi melayangkan lima poin tuntutan sebagai bentuk respons atas apa yang terjadi di Wadas: (1) Memerintahkan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo untuk menghentikan rencana penambangan di Desa Wadas; (2) Mendesak Ganjar untuk mencabut Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bendungan Bener dan mengeluarkan Wadas dari IPL Bendungan Bener; (3) Memerintahkan Ganjar untuk mengusut dalang di balik tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap warga Wadas pada 8 Februari 2022 lalu; (4) Menghentikan intimidasi, represifitas, dan kekerasan terhadap warga Wadas yang diawali dengan menarik mundur seluruh aparat dari Wadas; (5) Hentikan pembangunan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup rakyat dengan dalih kepentingan umum, khususnya di Jateng.

Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Wadas Menggugat, Rifda Kamil, mengatakan bahwa aksi ini digelar lantaran hingga saat ini masih terlihat adanya kegiatan pengukuran tanah di Wadas. Selain itu, warga Wadas juga masih menerima tindakan represif dan intimidasi oleh aparat.

“Hingga hari ini pengukuran, intimidasi, dan kegiatan-kegiatan represif oleh aparat masih terjadi di Desa Wadas,” ungkapnya.

Siswanto, warga Wadas yang tergabung dalam Gempadewa menuturkan bahwa hampir setiap malam aparat melakukan patroli di Wadas. Menurutnya, kegiatan aparat yang berlalu-lalang itu membuat warga merasa tidak nyaman. Hal tersebut lantaran warga Wadas masih merasa trauma pasca mengalami rentetan kekerasan oleh aparat pada 8-10 Februari lalu.

“Beberapa warga bertanya apakah ada surat tugasnya untuk patroli di Wadas, tapi nyatanya tidak ada,” kata Siswanto.

  Pada pukul 14.18 WIB, sempat terjadi upaya dialog antara peserta aksi dengan perwakilan gubernur. Namun, peserta aksi menolak tawaran dialog lantaran meminta berdialog dengan Ganjar secara langsung. Akhirnya, pada pukul 16.10 WIB, Ganjar mendatangi massa aksi untuk berdialog. Ganjar menjelaskan bahwa penambangan Wadas sudah berdasarkan kajian ilmiah. 

“Bagaimana pengurangan dampak kegiatan pekerjaan (penambangan) tanah atau quarry, (seperti) kerawanan sosial, perubahan bentang alam, itu kita detailkan. Terkait dengan longsor, termasuk tanda-tandanya seperti apa, kita siapkan. Karena ada (kajian) geologisnya,” kata Ganjar.

Agar terjadi kesepakatan di atas kertas antara Gubernur dengan massa aksi, peserta aksi menyampaikan dan menyerahkan lembar tuntutan yang telah dicetak. Lembar tuntutan yang telah bermaterai tersebut diharapkan dapat ditandatangani oleh Ganjar. Akan tetapi, sampai dialog usai, lembar tuntutan itu tidak tertandatangani.

Rifda, Korlap Aksi menyatakan bahwa mereka berencana mengadakan aksi yang lebih besar pada 30 Maret 2022, jika tuntutan mereka dalam aksi ini tidak ditindaklanjuti.

Ganjar Pranowo berdialog dengan massa aksi [BP2M/Khotikah]

 

Reporter: Alisa Qottrun

Editor: Adinan Rizfauzi

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *