Gerakan Masyarakat Jawa Tengah Menggugat (Geram) melakukan aksi bertajuk “Peringatan Darurat-Jokowi Bikin Negara Jadi Sekarat” atas respon putusan MK tentang RUU Pilkada yang dianulir oleh DPR pada Kamis (22/8), di depan Gedung DPRD Jawa Tengah. Aksi tersebut direspon dengan tindakan pengendalian massa oleh aparat kepolisian menggunakan water cannon dan gas air mata. Pasukan bermotor yang dilengkapi dengan kendaraan taktis dikerahkan untuk mendorong mundur massa yang semakin ricuh.
Kericuhan terjadi ketika massa aksi masuk mendekati gedung DPRD, sehingga polisi mendorong mereka kembali ke batas pintu. Dikarenakan jumlah massa yang banyak, polisi akhirnya menggunakan water cannon dan gas air mata untuk membubarkan demonstran. Hal tersebut diungkapkan oleh Kuncoro Adi Wibowo, mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang (Unnes).
“Saya terkena saat kami menghimpit polisi untuk mendobrak gerbang. Setelah itu ada tindakan dari polisi menekan mahasiswa. Tiba-tiba dari polisi ada yang menembak gas air mata. Setelah tembakan pertama, barisan belakang langsung bubar. Disusul tembakan ke-2 langsung chaos semuanya. Disusul satu tembakan lagi, kalau itu tembakannya setelah ditembak water cannon,” ungkapnya.
Farid Darmawan, Koordinator Aksi Universitas Diponegoro (Undip), menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi internal untuk mengantisipasi terjadinya kericuhan serupa. Mahasiswa juga berkomitmen untuk terus menjaga keamanan dan ketertiban selama aksi ber langsung.
“Pertama-tama, kami menyampaikan turut berduka cita. Selanjutnya, kami juga berupaya menjaga keamanan satu sama lain. Sebagai mahasiswa Undip, saya merasa bertanggung jawab untuk menjaga keamanan kampus. Tadi coba sweeping dan alhamdulillah berhasil teramankan,” ujarnya.
Dalam data yang dihimpun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, ada 18 korban yang harus dirawat di rumah sakit (RS). Dengan rincian, 15 korban di RS Roemani, 1 korban di RS Pandanaran, 1 korban di RSUP Kariadi dan 1 korban di RS Telogorejo.
Adanya tindakan ini, Aris Mulyawan, Ketua AJI Semarang, mengecam keras tindakan represif aparat yang tidak hanya membubarkan demonstrasi secara paksa, tetapi juga melakukan kekerasan terhadap para jurnalis yang sedang meliput.
Selain itu, Aris mendorong para awak media untuk memberikan dukungan kepada masyarakat yang tengah memperjuangkan demokrasi, khususnya dalam menyikapi upaya DPR RI untuk mencabut putusan Mahkamah Konstitusi terkait aturan Pilkada.
“Jurnalis harus jaga demokrasi. Demokrasi di negeri ini terancam. Hal itu ditunjukkan oleh penguasa yang terus merongrong konstitusi untuk kekuasaan oligarki. Berkali-kali penguasa melakukan penyimpangan kekuasaan dalam proses legislasi, terakhir berupaya menganulir putusan MK terkait Pilkada,” pungkas Aris.
Reporter: Arindra Rifky, Raihan Rahmat, Mustika Nur Sukitiarti
Penulis: Anastasia Retno, Nilam Aliya
Editor: Novyana