Kabar Kilas

Walhi Jateng Ulas Pentingnya Peran Komunitas dalam Kelola Pesisir Lewat Diskusi Publik

Sesi tanya jawab saat diskusi publik di Wisma Nazareth pada Rabu (11/09). [BP2M/Lidwina]
Sesi tanya jawab saat diskusi publik di Wisma Nazareth pada Rabu (11/09). [BP2M/Lidwina]

Wahana Lingkungan Hidup Jawa Tengah (Walhi Jateng) menggelar diskusi publik bertema “Restorasi dan Perlindungan Ekosistem Berbasis Komunitas” di aula bawah Wisma Nazareth pada Rabu (11/09). Kegiatan ini bertujuan untuk mengulas konsep dan implementasi tata ruang pesisir di Jawa Tengah, mengidentifikasi peran strategis komunitas pesisir dalam penerapan Integrated Coastal Management (ICM), serta dampak jangka panjang dari upaya konservasi mangrove di pesisir. 

Azalya Tilaar, Staf Kajian Pengelolaan Pengetahuan dan Pemetaan Walhi Jateng, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan upaya untuk menyamakan visi terkait kebijakan investasi di Jawa Tengah, mengingat kondisi rakyat dan dampak terhadap masyarakat serta lingkungan yang sering diabaikan. 

Kerusakan lingkungan akibat investasi yang tidak bertanggung jawab menyebabkan banyak mata pencaharian utama warga hilang, desa dan rumah tenggelam, serta abrasi yang mengharuskan peninggian tanah setiap tahun hingga 1-2 meter.

“Masa depan pesisir kelihatannya suram banget, tapi kita nggak diam. Kami mengusahakan agar segala pihak bisa bekerja sama untuk tujuan yang sama. Intinya, kami ingin masyarakat pesisir tidak terpinggirkan dan lingkungannya tidak semakin rusak,” ujar Azalya Tilaar.

Hal serupa diungkapkan oleh Fajril Izza Zulfan, pembicara diskusi publik, permasalahan pesisir di kota Semarang sangat tinggi karena kompleksitasnya yang terkait dengan status tanah. Sebagian besar tanah dimiliki oleh pengembang, sementara penanaman mangrove dilakukan di tanah yang belum memiliki kepastian status. Hal ini menjadikan masalah tersebut sebagai pekerjaan rumah bagi pemerintah dan pertanian mangrove setempat.  

“Apa yang sudah kita lakukan selama ini perlu diberikan kepastian hukum dan legal agar upaya kita dalam pertanian mangrove dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” ujar Fajril Izza Zulfan.

Fajril menambahkan bahwa kebijakan reklamasi dan pembangunan giant sea wall perlu diterapkan, meskipun dampaknya belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. 

Ia berharap bahwa diskusi ini dapat menghasilkan solusi positif yang tidak hanya melindungi hutan mangrove tetapi juga mengembangkan kawasan pesisir menjadi area konservasi yang lebih baik.

“Kami mengharapkan kebijakan yang dibuat pemerintah harus sesuai dengan kondisi di lapangan. Kebijakan harus mengutamakan keseimbangan antara pembangunan industri dan perlindungan lingkungan. Pembangunan industri memang penting untuk kepentingan umum, namun lingkungan juga memberikan manfaat yang luar biasa bagi manusia.” imbuhnya.

Soleh, nelayan dari Bedono, Demak, mengungkapkan bahwa kondisi desanya sudah sangat kritis. Diskusi publik ini merupakan salah satu caranya untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Ia berharap agar pembangunan tanggul laut segera dilakukan untuk mencegah rob yang semakin parah.

“Desa kami adalah benteng untuk wilayah pantura. Jadi kalo desa kami hilang, air akan masuk ke pantura. Oleh sebab itu, desa kami harus diperbaiki,” harap Soleh. 

Sebagai tambahan informasi, peserta dalam diskusi ini terdiri dari perwakilan pemerintah, Civil Society Organization (CSO), masyarakat pesisir serta mahasiswa. 

Reporter: Anastasia Retno, Lidwina Nathania 

Penulis: Anastasia Retno 

Editor: Ananda Fathiyyah Utami

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *