Diskusi publik yang digelar oleh Amnesty UNNES dengan tema “18 Tahun Aksi Kamisan: Usut Tuntas, Lawan Impunitas!” dilaksanakan melalui zoom meeting pada Jum’at (17/01/2025). Diskusi publik ini bertujuan untuk merefleksikan perjalanan panjang perjuangan keluarga korban pelanggaran HAM dan mendiskusikan pelanggaran HAM yang masih dilakukan oleh negara.
Salah satu pemantik, Hasan Kurnia Hoetomo mengungkapkan bahwa aksi kamisan merupakan reaksi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah pada saat orde baru yang akhirnya menjadi aksi simbolik dalam menuntut pemerintahan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di masa lalu.
“Aksi kamisan akhirnya menjadi aksi simbolik terkait pelanggaran-pelanggaran HAM berat untuk mendesak pemerintah menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu,” ujar Hasan.
Sementara itu, pemantik lainnya yakni Lidwina Nathania turut mengungkapkan sudut pandangnya bahwa berdirinya aksi kamisan bertujuan untuk melawan impunitas yang bahkan semakin inklusif di setiap pelaksanaannya.
“Aksi kamisan berdiri untuk melawan impunitas. Akhir-akhir ini, aksi kamisan dilaksanakan lebih inklusif, misal dihadiri oleh pelajar,” ungkap Lidwina.
Rahmat Najmu, salah satu peserta mengungkapkan bahwasanya terdapat tiga pelanggaran HAM berat terjadi di Aceh yang hingga kini tak kunjung terselesaikan. Berkaca pada hal tersebut, ia mempertanyakan efektivitas dari aksi kamisan yang telah berjalan selama 18 tahun. Terlebih aktivis yang dulu giat menyuarakan justru saat ini turut serta menduduki jabatan strategis di dalam pemerintahan.
“Kan banyak alumni aksi yang sudah menduduki posisi besar di pemerintahan tapi mereka tidak satu gerbong lagi dengan massa aksi di lapangan, kita bisa lihat polanya dari dulu seperti ini tidak efektif,” kata Rahmat.
Namun, pendapat dari Rahmat tersebut ditanggapi oleh Lidwina bahwasanya aksi kamisan bukan hanya menuntut yang ada di masa lalu, tapi juga menuntut kejadian di masa sekarang. Aksi kamisan menjadi ruang terbuka bebas untuk generasi muda mengekspresikan keresahannya. Sehingga aksi yang telah dilaksanakan selama 18 tahun dianggap masih efektif.
Selain Rahmat, Rio Pangestu sebagai peserta diskusi publik turut mengungkapkan pendapatnya mengenai penyelesaian masalah pelanggaran HAM yang telah terjadi.
“Menurut saya, solusi dari permasalahan ini adalah penjelasan dari Prabowo langsung kepada kita, yang menuntut kejelasan kejadian sebenarnya dan latar belakangnya,” kata Rio saat mengungkapkan pendapatnya.
Lidwina berharap dengan adanya aksi kamisan dapat menjadi ruang yang inklusif bagi berbagai kalangan baik dari usia maupun keyakinan ideologi dalam memperjuangkan haknya hingga tersampaikan.
“Semoga aksi ini menjadi ruang inklusif buat siapa saja dari berbagai usia hingga keyakinan ideologi mereka. Apa yang diperjuangkan itu tujuannya satu, aspirasinya bisa tersampaikan,” pungkasnya.
Reporter : Adiel Alfiarso (Magang BP2M), Basith Adam (Magang BP2M), dan Vivin Santia (Magang BP2M)
Penulis : Adiel Alfiarso (Magang BP2M), Basith Adam (Magang BP2M), dan Vivin Santia (Magang BP2M)
Editor : Raihan Rahmat