Aliansi Mahasiswa Semarang Raya melaksanakan aksi dengan tajuk “Semarang Menggugat, Negara Sekarat, Prabowo Gibran Mencekik Rakyat” pada Selasa (18/02/2025) di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan efisiensi yang dinilai merugikan rakyat, terutama terkait pemangkasan anggaran yang berdampak pada sektor pendidikan.
Dimulai dari Kota Lama, massa aksi melakukan long march menuju Balai Kota Semarang dan memasang beberapa banner sebagai bentuk protes. Titik utama aksi berlangsung di Kantor Gubernur Peovinsi Jawa Tengah sebagai pusat penyampaian tuntutan. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi ini berasal dari berbagai kampus di Semarang, antara lain Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS), dan lainnya.
Beberapa tuntutan lain juga disampaikan, di antaranya menolak revisi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU MINERBA), mendesak Prabowo untuk mengeluarkan Peraturan Presiden (PERPU) Perampasan Aset, dan mengevaluasi total Program Makan Bergizi Gratis. Selain itu, mahasiswa juga meminta pemerintah untuk segera merealisasikan anggaran pendidikan yang memadai demi kesejahteraan masyarakat.
Dalam orasinya, Kuat menegaskan ketidaksetujuan terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang dapat menghambat akses pendidikan bagi rakyat kecil. Ia mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran ini berpotensi merusak cita-cita masyarakat yang ingin memperoleh pendidikan yang layak.
Sejalan dengan hal tersebut, Zidane, salah satu peserta aksi dari Fakultas Hukum Unnes, juga menyoroti dampak pemotongan anggaran beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).
“Pemangkasan anggaran di tahun ini memang cukup banyak, terutama di sektor pendidikan, bagaimana kita melihat berita kemarin yang sempat ramai yaitu memotong anggaran KIPK, tujuannya memang terfokuskan di kabinet merah putih itu makan bergizi gratis (MBG),” ujar Zidane.
Dalam pelaksanaannya, Sabdo, peserta aksi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unnes, menjelaskan bahwa aksi ini mengalami keterlambatan akibat mundurnya jadwal kalender akademik Unnes, yang berdampak pada proses konsolidasi mahasiswa. Meskipun demikian, aksi tetap berlangsung sesuai rencana pada 18 Februari, sehari setelah demonstrasi di Jakarta dengan tuntutan serupa.
Sebagai bentuk simbolik, mahasiswa menggantung jas almamater dari berbagai kampus. Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar kampus di Semarang bersatu dalam menuntut pertanggungjawaban terhadap kesalahan pemerintah. Selain itu, meletakkan kotoran sapi di depan gerbang DPRD Jawa Tengah menjadi aksi simbolik yang menunjukkan perlawanan terhadap rezim yang buruk dan pejabat-pejabat yang hanya memikirkan kepentingan pribadi.
“Sebagai wujud perlawanan yang ibaratnya rezim ini bobrok dan banyak pemikiran busuk dari para pejabat bangsa ini yang hanya memikirkan kepentingan pribadi atau kroninya,” lanjut Sabdo.
Aksi mahasiswa mencapai puncaknya pada pukul 17.26 WIB ketika massa berhasil memasuki halaman DPRD Jawa Tengah untuk melakukan orasi. Aksi berlangsung damai tanpa adanya bentrokan atau penggunaan gas air mata. Massa akhirnya membubarkan diri pada pukul 19.30 WIB.
Muhammad Cahyo, mahasiswa FISIP Unnes yang turut dalam aksi, berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan efisiensi anggaran agar tidak merugikan dunia pendidikan. Selain itu, ia juga berharap agar seluruh masyarakat Indonesia dapat memperoleh keadilan dalam bidang pendidikan.
“Pada intinya kami hanya berharap efisiensi anggaran terhadap pendidikan tidak ada serta rakyat mendapatkan pendidikan yang layak dan setara,” ujarnya
Reporter : Vittorio Dijulian Wibisono (Magang BP2M), Haidar Ali (Magang BP2M)
Penulis : Vittorio Dijulian Wibisono, Haidar Ali
Editor : Anastasia Retno