Tercatat di bulan kesebelas pertama kalinya kita bersua
Percikan tawa mengadu jiwa
Lewat sebuah tatap kau mulai terpikat
Membuncah keinginanmu untuk mendamba
Lalu kau putuskan jatuh tanpa menimang
Dengan giat kau tabur benih bernama perasaan
Bodohnya ku siapkan ladang seluas lapang
Sesuatu yang indah mulai mekar
Seketika aku pun terjerat
Celaka aku jatuh juga
Kita berdansa di antara kata dan tawa
Ku bawa kau mengitari rasi bintang
Bersama kita ukir aksara dalam lembar asmara
Terbuai bahagia, kita abaikan rambu peringatan
Tak sadar, karam dalam jurang bernama perbedaan
Kita terbelenggu dalam arus yang bertentangan
Menghantam keyakinan yang tak sejalan
Terseok-seok memaksa bertahan
Bahkan untuk menetap saja menyesakkan
Semua terasa berjalan di tempat
Selamat, kita telah memulai bab bernama kehampaan
Kau lontarkan sebuah pertanyaan,
“Mengapa Tuan menakdirkan kita berbeda?”
Aku membisu sesaat, kata-kata itu berputar menghantui akal
Lalu kau pilih mengalah dan ciptakan jarak
Sial, aku meratap tak terima
Ku sangkal bahwa kita adalah ketidakmungkinan
Tiap mataku terpejam, ku rayu Sang Maha Kuasa
Berharap suatu saat kita berlayar dalam arus yang sama
Na’as letih meraba, perlahan aku pupus jua
Andai kata dilema tak menenggelamkan harapan,
Akan kah kita tetap saling menggenggam?
Lagi-lagi terjebak antara angan dan kenyataan
Sayangnya kita memilih menjadi pecundang
Aku menyerah dan kau kalah
Teruntuk manusia yang terlampau berani menantang kuasa
Ketahuilah, kehendak-Nya tak akan bisa ditundukkan dengan rasa
Tuanlah pemenangnya
Berakhir menuai lara
Sang lakon kehilangan perannya
Penulis: Anastasia Retno