Berita Laporan Utama Utama

Lembaran Ideal dan Realitas Kawasan Tanpa Rokok Universitas Negeri Semarang

Seorang mahasiswa tengah merokok di area Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKMU) (Rabu, 28/05/2025) [Zahwa/ Magang BP2M]
Seorang mahasiswa tengah merokok di area Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKMU) (Rabu, 28/05/2025) [Zahwa/ Magang BP2M]

Universitas Negeri Semarang (Unnes), kampus yang menjuluki dirinya sebagai kampus konservasi, menetapkan kebijakan baru lewat Peraturan Rektor Nomor 111 Tahun 2024 yang menjadikan seluruh area kampus sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Sebuah langkah yang terdengar progresif, bahkan ideal. Tapi di balik lembaran peraturan itu, realitas di lapangan masih menyisakan tanda tanya. Di antara lorong-lorong fakultas dan rindangnya pepohonan kampus, asap rokok masih kerap mengepul, seolah menguji seberapa kuat tekad kampus ini menegakkan aturannya.

Adien, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UNNES, mengisahkan pemandangan yang sudah tak asing di matanya. “Di Kantin FISIP, biasanya cowok-cowok pada berjejer sambil makan, terus juga di gazebo-gazebo C3. Nah, orang-orang juga biasa pada ngerokok disitu,” ujarnya. Kesaksiannya mengingatkan kita bahwa idealisme KTR belum sepenuhnya diterapkan di wilayah kampus. Asap rokok tetap bebas beredar, mencemari udara yang seharusnya bersih di lingkungan akademik.

Hal serupa dirasakan Erika, mahasiswi yang menjadi perokok pasif di kampus. Ia mengaku sering mengalami sesak nafas hingga pernah didiagnosis menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). “Reaksi tubuhku kalau nerima asap rokok tuh sesek banget, karena aku ada riwayat juga terkait penyakit pernapasan. Walaupun udah sembuh, tapi efeknya itu masih ada sampai sekarang. Napasnya jadi nggak bisa panjang dan gampang sesek aja sih,” tuturnya.

Cahya Wulandari, anggota Tim Pengawas KTR Unnes, menegaskan bahwa peraturan ini berlaku menyeluruh. “Peraturan ini berlaku untuk seluruh area yang termasuk dalam lingkungan Unnes, tanpa terkecuali. Ini meliputi seluruh gedung, ruang kelas, area terbuka, dan fasilitas umum kampus,” katanya .

Ia juga menjelaskan bahwa Peraturan Rektor Nomor 111 Tahun 2024 menjadi landasan kuat dalam mengatur tata kelola KTR di kampus, termasuk pembentukan tim pengawas yang secara aktif mengawasi dan memberi tindakan administratif kepada pelanggar.

“Ketersediaan smoking room juga menunjukkan bahwa kebijakan ini tetap memberi ruang terbatas bagi perokok, tanpa mengganggu yang lainnya,” tambahnya.

Namun, realitas di lapangan tampaknya belum sejalan dengan harapan. Seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yang enggan disebutkan namanya, secara terbuka mengakui bahwa dirinya masih sering merokok di lingkungan kampus, bahkan di dalam kelas.

“Situasional sih. Di kelas juga kalau lagi nggak ada dosennya ya ngerokok. Terus ya di mana aja sih.” ujarnya dengan dialek santai.

Selain itu, seorang mahasiswa bernama Mahesa, yang merupakan perokok aktif juga mengaku bahwa ia mengetahui Unnes telah menetapkan kebijakan KTR, tetapi masih kerap merokok di wilayah kampus seperti di depan Gedung C2. Baginya, waktu antar kelas yang pendek membuatnya tak sempat keluar kampus hanya untuk merokok. “Kalau harus ke luar kampus dulu, kelamaan. Jadi ya di dekat kelas aja,” tambahnya.

Sikap seperti ini menjadi tantangan tersendiri bagi keberhasilan penerapan aturan KTR di Unnes. Ketika ada sebagian yang taat tapi yang lain tak menanggapinya, maka peraturan pun perlu ditegakkan.

Ananto Aji, selaku Kepala Seksi Nilai Karakter dan Budaya di Subdit Konservasi, mengakui bahwa implementasi peraturan ini masih berada pada tahap awal dan belum disosialisasikan secara masif. Ia menjelaskan bahwa sosialisasi akan dilakukan secara bertahap, dimulai dengan penayangan video edukatif mengenai Kawasan Tanpa Rokok di UNNES TV pada 31 Mei 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.

Selain itu, pihak kampus juga tengah mempersiapkan langkah-langkah teknis guna mendukung penerapan aturan ini. Ananto menyebut bahwa desain stiker larangan merokok sudah dirancang, lengkap dengan simbol-simbol rokok konvensional, rokok elektrik, hingga puntung rokok, serta keterangan tentang sanksi denda bagi pelanggar. Namun, pengadaan dan penyebarannya masih menunggu persetujuan dari pimpinan. “Saya sudah diminta untuk mendesain stikernya dan sudah ada konsepnya. Tapi belum bisa dicetak karena masih menunggu persetujuan. Nantinya akan dipasang di tempat-tempat strategis,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa pendekatan yang diambil bukan hanya soal merokok, tetapi lebih pada membatasi secara spesifik lokasi mana yang boleh untuk merokok. Hal ini bertujuan agar area kampus benar-benar mendukung lingkungan yang sehat, bebas asap rokok, serta melindungi pihak yang tidak merokok. “Tapi yang prioritas adalah orang yang tidak merokok.” tutur Ananto.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di UNNES merupakan langkah progresif menuju lingkungan kampus yang lebih sehat dan ramah bagi seluruh sivitas akademika. Namun, kebijakan ini tidak akan berdampak besar jika hanya berhenti pada tataran dokumen. Diperlukan sosialisasi yang merata, komitmen dari semua pihak, dan perubahan perilaku secara kolektif.

Melalui pelaksanaan yang terstruktur dan dukungan mahasiswa maupun dosen, Unnes mampu mewujudkan identitasnya sebagai kampus konservasi. Bukan hanya dalam narasi, tapi juga dalam praktik sehari-hari. Hingga pada akhirnya, lingkungan yang bersih dan sehat adalah tanggung jawab bersama. 

Reporter dan penulis : Zahwa Zahira (Magang/ BP2M)

Editor : Lidwina

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *