Demak, Jawa Tengah – Banjir rob kembali melanda wilayah pesisir Kabupaten Demak pada Juni 2025. Desa Sayung menjadi salah satu wilayah yang terdampak paling parah. Fenomena pasang air laut yang semakin tinggi mengakibatkan genangan air mencapai ketinggian 70 sentimeter hingga satu meter di sejumlah dusun, seperti Bedono, Timbulsloko, dan Tambaksari. Banjir kali ini tidak hanya merendam permukiman dan fasilitas umum, tetapi juga melumpuhkan akses jalan antarwilayah.
Fenomena rob ini mulai terjadi sejak awal Juni dan mencapai puncaknya pada 10–12 Juni 2025, bertepatan dengan fase bulan purnama. Genangan air tidak kunjung surut bahkan setelah lebih dari sepekan. Banjir rob yang sebelumnya bersifat musiman kini berubah menjadi fenomena nyaris harian. Warga Sayung menyebut ini sebagai bencana “tanpa jeda”, di mana air laut masuk tanpa ampun ke pekarangan rumah meski tidak turun hujan.
Kondisi Warga dan Total Kerugian
![Kantor Desa Tugu, Sayung yang terkena rob pada Senin (2/06/2025) [Gusti Ardiansyah]](https://linikampus.com/wp-content/uploads/2025/07/IMG-20250703-WA0011-1024x768.jpg)
Lebih dari 1.200 kepala keluarga terdampak langsung oleh banjir rob yang melanda Desa Sayung. Sekolah dasar di wilayah Tambaksari dan Bedono terpaksa diliburkan, sementara anak-anak terpaksa belajar di tenda darurat yang dibangun secara gotong royong oleh warga dan relawan. Banyak rumah tak lagi layak huni karena terendam terus-menerus, memaksa sebagian warga mengungsi. Aktivitas ekonomi ikut terhenti, terutama bagi nelayan yang tak bisa melaut akibat dermaga terendam dan jalur logistik terputus.
“Kami tidak bisa lagi tinggal di rumah dengan nyaman. Air rob datang terus. Ini bukan lagi bencana musiman, tapi bencana harian. Kami ingin solusi, bukan hanya bantuan beras,” kata Suparmi, warga Tambaksari.
Respons Pemerintah dan Penanganan Sementara
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menyalurkan bantuan logistik dan peralatan teknis. Sebanyak 28 unit pompa air dikerahkan ke 26 desa terdampak. Dinas PSDA juga melakukan pengerukan Sungai Dombo sepanjang 400 meter untuk mempercepat aliran air rob ke laut.
“Kami mengupayakan penanganan rob secara teknis dan medis. Selain pompa, kami juga mengirimkan tenaga medis melalui program dokter spesialis keliling (Speling),” ujar Kepala Dinas ESDM Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko.
Namun, pemerintah mengakui bahwa penanganan rob secara menyeluruh membutuhkan pembangunan tanggul laut dan relokasi bertahap. “Ini memang bukan pekerjaan instan, tapi kami sedang menyiapkan rencana strategis nasional untuk kawasan pesisir rawan rob, termasuk Sayung,” tambahnya.
Akar Masalah dan Harapan Warga
![Akses jalan terputus akibat rob pada Senin (2/06/2025) [Teguh Herianto]](https://linikampus.com/wp-content/uploads/2025/07/IMG-20250703-WA0008-1-1024x768.jpg)
Banjir rob di Sayung dipicu oleh berbagai faktor: naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim, penurunan muka tanah (land subsidence) akibat eksploitasi air tanah, serta rusaknya ekosistem pesisir. Para pakar mencatat wilayah Sayung mengalami penurunan tanah sekitar 10–12 cm per tahun, membuatnya semakin rentan tergenang meski tanpa hujan.
Warga mendesak agar pemerintah tidak hanya menambal masalah tahunan, tetapi melakukan upaya jangka panjang. Masyarakat mengusulkan audit lingkungan dan pemetaan ulang zona permukiman aman dari rob. “Kalau kami tidak direlokasi secara bermartabat, setidaknya bangunkan tanggul laut yang kokoh dan saluran pembuangan yang memadai,” tegas Bu Sutini, tokoh masyarakat Desa Sayung.
Banjir rob di Sayung bukan lagi sekadar ancaman musiman, melainkan krisis ekologis dan kemanusiaan yang membutuhkan kebijakan menyeluruh. Masyarakat menuntut kehadiran negara secara konkret, baik melalui pembangunan fisik seperti tanggul, maupun pendekatan sosial seperti relokasi partisipatif. Tanpa langkah nyata, Sayung berisiko menjadi desa yang perlahan hilang ditelan laut.
Penulis: Cezar Bravo, Gusti Ardiansyah, Teguh Herianto, Fajar Kurnia (Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Negeri Semarang 2023)
Editor: Anastasia