Masyarakat sipil Jawa Tengah menghadiri Aksi Kamisan yang berada di depan Gedung DPRD Jawa Tengah (Jateng) pada Kamis, (17/07/2025). Aksi tersebut bertujuan untuk menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sekaligus membangun kembali solidaritas masyarakat sipil Jawa Tengah pasca aksi Hari Buruh 2025. Terdapat orasi, pembacaan puisi, dan cerita dari masyarakat sipil yang berlangsung pada pukul 17.00 hingga 18.40 WIB.
Bagas selaku koordinator aksi, menyatakan bahwa kawan-kawannya dikriminalisasi mendapat tindakan yang subversif dari kepolisian.
“Kemudian kawan-kawan kita ditangkap dan dikriminalisasi, kemudian kepolisian juga melakukan tindakan subversif,” ujarnya.
Paul yang merupakan salah satu massa aksi, mengatakan bahwa aksi hari ini untuk membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dianggap bermasalah.
Ia juga membahas dalam orasinya, akan terjadi banyak kasus salah tangkap yang semena-mena dari kepolisian jika RKUHAP disahkan. Dalam RKUHAP, ia mengatakan bahwa kata “mendesak” objektif dari kepolisian saat di lapangan.
“Banyak kasus penangkapan yang salah. Penyiksaan juga terjadi dimana-mana. Dikatakan bahwa polisi dapat melakukan penangkapan yang mendesak. Konotasi mendesak, objektif dari kepolisian,” ucapnya.
Salah satu orator aksi, menyampaikan bahwa Semarang dahulunya adalah kota merah yang penuh dengan gejolak dinamika pertentangan kelas, ia melanjutkan saat narasi kekuasaan dibangun hal itu bukan kelemahan tapi perlu dibangkitkan kembali konsolidasi aksi.
“Walau kita tidak terlibat aksi langsung, namun secara pemikiran kita tetap terlibat,” ungkapnya.
Saat pertengahan aksi, Bagas memberikan pernyataan kepada media pers bahwa RKUHAP ini harus mengutamakan partisipasi masyarakat yang bermakna. Ia juga menambahkan bahwa perlu ada keterlibatan akademisi dan korban salah tangkap.
“Yaitu yang paling utama adalah partisipasi bermakna yang artinya semua harus terlibat, contohnya akademisi dan korban. Misalnya korban salah tangkap,” tuturnya.
Talis, salah satu massa aksi memberikan harapannya, diperlukan perbaikan sistem dari militer atau aparat kepolisian agar sesuai dengan koridornya masing-masing.
“Perbaikan sistem dari militer atau aparat kepolisian di Indonesia itu harus sesuai dengan koridornya masing-masing,” harapnya.
Reporter dan penulis: Sultan Ulil
Editor: Lidwina Nathania