Lokataru Foundation mengadakan konsolidasi untuk penolakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di Kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada Rabu, (23/07/2025). Acara ini berisi diskusi bersama yang digelar sebagai bentuk pemetaan strategi advokasi. Dihadiri oleh mahasiswa Semarang Raya yang berasal dari Universitas Islam Negeri Walisongo (UIN Walisongo), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Universitas Katolik (Unika Soegijapranata), Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang (Poltekkes), Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (Upgris), dan Politeknik Negeri Semarang (Polines).
Dalam rangkaiannya, diawali dengan pemaparan hasil kajian oleh narasumber dari Lokataru Foundation bernama Hasnu Ibrahim yang sebagai Manajer Penelitian dan Pengetahuan. Ia menyampaikan 16 poin krusial dalam RKUHAP. Poin-poin tersebut dinilai berpotensi melemahkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia khususnya bagi tersangka atau terdakwa, membuka peluang perluasan sekaligus penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum, serta membatasi partisipasi dan fungsi kontrol masyarakat sipil.
“Melalui forum ini kami berharap bisa didiskusikan lebih lanjut, bersama-sama merumuskan soal hal yang bisa dilakukan sebagai masyarakat sipil,” tegasnya.
Ivan perwakilan dari UNIKA yang turut hadir dalam sesi diskusi ini, berpendapat bahwa RKUHAP memang sepatutnya dibutuhkan, akan tetapi yang dilakukan pemerintah belum tepat karena minimnya partisipasi masyarakat.
“Sepertinya pemerintah tidak melihat asas atau norma perancangan Undang-Undang dirancang tidak sampai 1 tahun, sudah akan disahkan, apakah demokrasi di Indonesia masih ada?” tanyanya.
Elly warga sipil Semarang berharap perjuangan kita sebagai masyarakat sipil ini diperluas lagi dan bukan isu kelas menengah saja.
“RKUHAP ini bukan isu kelas menengah, pada akhirnya akan berdampak ke semuanya dan harus lebih kuat lagi untuk solidaritas dan kolektivismenya,” harapnya.
Tim Lokataru salah satunya Muzaffar sebagai pengelola program dan jaringan di Lokataru, bersama jejaring di Jakarta sudah menyebar di banyak tempat termasuk di luar Jakarta agar terdapat keterlibatan partisipatif masyarakat yang merepresentasikan isu di daerahnya masing-masing.
“Acara ini berawal dari kita Lokataru yang menolak menjadi menara gading yang artinya kita tidak mau menjadi pusat saja, kita harus turun ke masyarakat-masyarakat, mahasiswa-mahasiswa, dan sekitarnya. Maka dari ini sebuah tagar dari LokaNetwork itu dicetuskan yang artinya LokaNetwork ini Lokataru dan Network. Jadi jaringan-jaringan tentang Lokataru yang ada di luar Jakarta. LokaNetwork terbentuk agar masing-masing di daerah dapat merepresentasikan isu mereka masing-masing dan mereka merasa dilibatkan atau merasa menjadi partisipatif, makanya LokaNetwork ini terbentuk,” jelas Muzaffar.
Lokataru Foundation tidak ingin hanya menjadi menara gading/ pusat saja, maka mereka membuat gerakan LokaNetwork untuk masyarakat di luar Jakarta dapat terjaring dan berpartisipasi pada isu/ kasus di daerah masing-masing.
Acara ini ditutup dengan pers rilis yang disuarakan dalam bentuk pernyataan sikap, “Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Kami warga sipil Kota Semarang menyatakan sikap :
- Menolak Pengesahan RKUHAP,
- Merombak susunan isi RKUHAP yang terbukti tidak bisa mengakomodir kepentingan rakyat dan prinsip-prinsip hak dalam RKUHAP,
- Membawa Susunan RKUHAP secara partisipatif mendalam dan berdasarkan kajian akademik yang kuat,
- Mengakomodir substansi dan masukan yang telah diberikan oleh warga sipil.
Semarang, Rabu 23 Juli 2025. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!”
Seusai penyampaian pernyataan sikap, para peserta konsolidasi meninggalkan tempat dengan agenda konsolidasi lanjutan yang akan diselenggarakan beberapa hari ke depan.
Reporter : Sultan Ulil, Mutya Erni Maulidya
Penulis : Mutya Erni Maulidya, Sultan Ulil
Editor: Lidwina Nathania