Kelompok Tani Kawulo Alit Mandiri (KAM) dan warga Dusun Dayunan, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengadakan aksi menolak PT Soekarli Nawa Putra Plus dan Pengadilan Negeri Kendal yang ingin mengeksekusi lahan warga. Pengeksekusian lahan ini terjadi atas dasar dikabulkannya gugatan perusahaan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Semarang. Aksi penolakan warga berupa penutupan akses jalan masuk menuju dusun karena mereka ingin memertahankan tanah mereka. Melalui tumpukan batu dan bambu runcing pembentuk pagar, mereka memblokade kedatangan pihak yang hendak mengeksekusi lahan.
Trismina, selaku koordinator aksi mengatakan bahwa para petani hanya mempunyai dasar bertani sehingga mengandalkan lahan sebagai sumber kebutuhan mereka untuk kehidupan sehari-hari.
“Nah kalau sampai itu dirampas PT Soekarli lagi, kita akan kehilangan mata pencaharian. Kalau yang muda bisa pergi kerja ke kota, tapi kalau yang memang basic-nya petani, identitas kita sebagai petani, terus gimana mas?” argumennya yang diakhiri dengan refleksi.
Lebih lanjut, Trismina menyatakan pentingnya lahan itu untuk menyekolahkan anak dan kebutuhan pangannya.
“Lahan itu kan merupakan kehidupan warga, karena untuk menanam berbagai tanaman yang semua hasil dari produksi tani itu nantinya untuk menyekolahkan anak dan makan,” ucap Trismina.
Sinar, seorang warga Dusun Dayunan menyatakan pendapatnya mengenai kondisi yang sedang terjadi pada dusunnya. Ia mengatakan bahwa PT Soekarli Nawa Putra Plus akan terus datang untuk mengambil lahan mereka, namun ia yakin warga pasti akan menang karena bukti-bukti yang ada.
“Soalnya warga yang pasti menang. Sertifikat, surat-surat, semua atas nama warga,” ungkapnya dengan yakin.
Keresahannya diakui Sinar bahwa terdapat beberapa warga yang ia nilai masih individualis, terutama anak muda yang susah untuk diajak berkomitmen membuat akun media sosial agar isu ini semakin masif. Ia menegaskan bahwa harus ada seorang inisiator untuk menggerakan warga yang masih individualis, terutama anak muda di sana.
“Orang-orang masih fokus individual. Pemudanya kalo buat sosial media, itu kan (perlu) komitmen yo, itu susah. Harus ada inisiatornya sih mas,” resahnya.
Bagaimana awal mula terjadinya konflik?
Konflik ini bermula saat era reforma agraria tahun 1960 yang mana memerintahkan warga untuk mengumpulkan letter atau Petok D (sekarang sertifikat tanah) kepada kepala desa setempat. Tapi oleh kepala desa saat itu, surat milik warga dijual ke pihak luar dan dibeli oleh PT Soekarli Nawa Putra Plus.
Ditengah penyelidikan warga dan LBH Semarang, mereka menemukan bahwa PT Soekarli Nawa Putra Plus merupakan perusahaan yang fiktif. Namun perusahaan itu tetap bersikeras mengatasnamakan tanah tersebut adalah miliknya.
Hal ini berlawanan dengan pernyataan Sinar sebelumnya, selaku warga Dusun Dayunan yang mengatakan bahwa sertifikat dan surat-surat masih atas nama warga.

Aksi ini ditutup dengan pernyataan sikap dari Kelompok Tani Kawulo Alit Mandiri yang dibacakan oleh ketua koordinator aksi, Trismina. Ia menyampaikan, “Kami Petani Kawulo Alit Mandiri Dayunan, Kabupaten Kendal menyatakan sikap:
- Menuntut PT Soekarli Nawa Putra Plus untuk menghentikan tindakan perampasan lahan Petani Kawulo Alit Dayunan, Kendal,
- Memohon Ketua Pengadilan Negeri Kendal untuk menghentikan upaya eksekusi lahan yang menjadi sumber penghidupan kami,
- Memohon kepada Kapolres Kendal untuk menghentikan pendampingan terhadap PT Soekarli Nawa Putra Plus yang merupakan perusahaan fiktif dan perampas lahan warga,
- Memohon kepada Menteri ATR/BPN RI untuk segera mengembalikan lahan Petani Kaulo Alit Dayunan Kendal,
- Mengecam segala bentuk tindakan ormas yang mendukung tindakan perampasan lahan oleh PT Soekarli Nawa Putra Plus.”
Tepat pukul 11.00 WIB, warga Dusun Dayunan menyelesaikan aksinya dan kembali ke tempat masing-masing. Sebelumnya, mereka menggaungkan seruan bersama yang berbunyi, “Lawan Perampasan Lahan!”
Reporter dan penulis: Sultan Ulil
Editor: Lidwina Nathania