Beranda Berita Kabar Laporan Utama Utama

Menyelami Cerita Kemal, Mahasiswa yang Ditahan Pasca Aksi Hari Buruh

Tahanan aksi hari buruh saat menjadi tahanan kota (sumber; dokumentasi pihak utama)
Tahanan aksi hari buruh saat menjadi tahanan kota (sumber; dokumentasi pihak utama)

Inilah laporan kronologi yang berbalut cerita perasaan salah satu tahanan dalam aksi Hari Buruh, 1 Mei 2025 yang lalu. Kemal bersama kelima temannya dan sekarang dilaporkan bertambah menjadi 8 tahanan, merasakan berbagai perlakuan mulai dari aparat hingga dukungan keluarga. Massa aksi yang terbawa suasana ricuh dinilai oleh terlapor dalam hal ini Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) merusak fasilitasnya sehingga mereka harus menjalani masa penahanan. Mulai dari ditangkap, hingga kekerasan yang ia dapatkan sampai harus mendekam di Polrestabes Kota Semarang dan rumah tahanan.

Bagaimana kronologi detik-detik terjadinya penangkapan?

Aksi Hari Buruh pada Kamis, 1 Mei 2025 yang berlangsung dari pagi hingga sore menunjukkan eskalasinya. Pada pukul 17.00, banyak massa aksi yang terbawa suasana sehingga fasilitas di sekitar aksi rusak. Kemal, salah satu mahasiswa yang turut bergabung sebagai massa aksi terlihat bersama massa aksi yang lain meletakkan pagar untuk menghalangi keluarnya polisi agar tak menyerang massa aksi. 

Sekitar pukul 17.30, Kemal ditangkap oleh aparat berpakaian preman yang diketahui merupakan intel kepolisian. Tanpa kejelasan, dirinya langsung diseret sampai ke Dinas Sosial. Saat tiba, ia mengaku sudah mengalami luka dan pendarahan. Sekitar pukul 18.00, mereka yang terluka hanya diberikan obat pereda nyeri berupa panadol. Penanganan medis dari pihak kepolisian baru diberikan setelah berada di Dinas Sosial.

Ponsel miliknya disita, Kemal pun diminta untuk memberikan kata sandi. Ketika ia menolak dengan alasan privasi, seorang aparat mengancam akan memukulnya. Dalam tekanan tersebut, ia akhirnya terpaksa memberikan akses. Setelah itu, ia dibawa menggunakan ambulans bersama tujuh orang lainnya menuju Polrestabes pada pukul 20.00. Di sana, ia bertemu dengan kelompok mahasiswa lain yang telah ditangkap lebih dulu. Proses pendataan dilakukan termasuk pencatatan nama, alamat, dan nomor telepon. Usai pendataan, mereka dibawa dengan kendaraan Brimob tanpa diberi tahu tujuan.

Sepanjang perjalanan, ia bersama rekannya mendapat perlakuan kasar dari aparat Dalmas (Pengendali Massa): dijambak, ditarik, hingga dipukuli. Salah satu rekannya, Jovan, bahkan dipukuli ketika di kamar mandi oleh seorang anggota Dalmas yang mengawasinya sementara lainnya berjaga di luar. Mereka tidak pergi ke toilet karena takut akan mendapat perlakuan serupa. Bentuk perundungan lain juga dialami seperti diminta berjoget sambil dilempari kardus, atau disuruh buang air kecil di dalam botol di pojok kendaraan.

Sekitar pukul 23.00, mereka dibawa kembali ke Polrestabes. Ia sempat terpisah dari Jovan, lalu menjalani interogasi. Ketika jawabannya dianggap tidak memuaskan, aparat melontarkan hinaan bernada rasis menyebutnya “monyet”. Pukul 01.00 dini hari, ia menjalani pemeriksaan Berita Acara Kegiatan (BAK) ditemani kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH), yang kemudian dilanjutkan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hingga pukul 04.00 pagi.

Tanpa tidur, mereka hanya diberi karpet untuk beristirahat sejenak. Pukul 09.00 pagi keesokan harinya, ia dibawa ke Bareskrim untuk pemeriksaan lanjutan. Pakaian dan barang-barangnya disita sebagai barang bukti, dan ia menunggu proses BAP hingga pukul 15.00 sore. Pada pukul 19.00, aparat menyampaikan hasil keputusan: mereka ditetapkan sebagai tersangka sebanyak 6 orang dan dimasukkan ke dalam sel pukul 23.00 wib.

Menyicip malam di sel Polrestabes

Sebelum memasuki sel, mereka diperiksa terlebih dahulu. Setelah itu, sekitar pukul 12 dini hari menuju tanggal 3, mereka dimasukkan ke sel di Polrestabes, secara terpisah.

Saat Kemal tiba dalam sel, ada narapidana (napi) lain yang bertanya, “Kok bisa ditangkap? Kemal pun menjawab, “Ya emang lagi apes aja.” ia pun dengan penuh kelelahan akhirnya tertidur berdelapan dalam satu sel. Ia bersama napi dari berbagai usia.

Pada tanggal 3 Mei hari Sabtu itu, mereka berenam yang ditangkap saat aksi, dipindahkan ke sel khusus yang berisi hanya mereka berenam. Lalu kita diinapkan di sana hingga hari Minggu esoknya.

Barang bukti tak sesuai, alarm tanda kejanggalan

Pada hari Minggu itu, ia dikeluarkan dari sel lalu diperintahkan untuk hadir dalam konferensi pers pukul 12 siang. Dalam konferensi tersebut, dibacakan ancaman pidana selama 7 tahun. Hal ini langsung terlintas dalam benak Kemal tentang bagaimana ia menjalankan kuliahnya. Narasi yang disampaikan saat konferensi pers yaitu “melempar pagar”. Sedangkan menurut Kemal, hal tersebut berbeda dengan faktanya bahwa massa aksi meletakkan bukan melempar. Saat konferensi pers, ditunjukkan juga barang bukti yang salah satunya berupa petasan. Padahal saat aksi, Kemal menjelaskan bahwa tak ada di antara mereka yang ditangkap membawa petasan. Seusai menghadiri konferensi pers, pukul 13.30 WIB mereka kembali ke sel sebelumnya.

Keesokan hari yaitu Senin, pukul 16.00 WIB, mereka dipindahkan ke rumah tahanan (rutan) di sekitar daerah Dr. Cipto. Mereka diarahkan petugas untuk menunggu hingga pukul  17.30 WIB. Di sana tempat masa pengenalan lingkungan (penaling) rutan dilakukan. Setelah merasakan kenyataannya, berbanding terbalik dengan apa yang Kemal kira. “Kita cuma 2 minggu dalam sel. Gak boleh keluar sama sekali.”

Tak lama mendekam di dalam, keesokan harinya yaitu pada Selasa tanggal 6, mereka dikeluarkan dari sel itu karena banyak napi lain yang berdatangan. Dalam penaling itu, mereka hanya menjalankan rutinitas yang berulang kali yaitu makan, tidur, dan tetap tak melupakan shalatnya. 

Setiap harinya pada pukul 06.00 hingga 07.30 WIB, ada pembiasaan absen yang juga dilaksanakan pada siang dan malam hari. 

Mengintip suka dan duka selama di rumah tahanan

Setelah beranjak dari masa penaling selama 2 minggu itu, akhirnya mereka dipindahkan ke kamar sel bagian atas rutan yang sekamar ada 15 orang. Tergambar pada pukul 8 pagi mereka diperbolehkan keluar sel dan beraktivitas di sekitar sana. Lalu, pukul 12 siang mereka harus masuk lagi ke sel untuk absen dan diperbolehkan keluar serta beraktivitas kembali. Hingga akhirnya pada pukul 4 sore mereka harus ke kamar sel untuk dikunci lagi. 

Selama keluar dari kamar selnya dan memerhatikan sekitar rutan lantai atas tersebut, Kemal mengaku senang karena ia bisa mengobrol dan bermain catur bersama napi lain. Tak hanya itu, ada juga yang membuat kreasi dari barang bekas untuk diberikan kepada keluarganya seusai dari tahanan.

“Orang bisa buat miniatur kapal dari koran, kardus. Lem dibuat dari nasi. Kebanyakan orang buat itu buat dikasih ke keluarganya,” ungkap Kemal.

Ia mengaku dapat uang dari orang tuanya yang dipergunakan untuk membeli sabun, sampo, dan mie instan untuk kebutuhan sehari-harinya. Kemal menceritakan kesannya dalam kamar sel itu, “Jadi, tiap malam dibeliin martabak, harganya 50.000,” ucapnya.

Tak terlewatkan, semasa idul adha, ia dan napi lain mendapat porsi daging sapi dan kambing yang masing-masing mendapat satu wadah kecil untuk dijadikan santapan. Daging yang diberikan diolah menjadi gulai. Setidaknya makanan layak dan enak bisa dirasakan kala itu.

Kemal menyampaikan perasaannya saat di rutan tersebut, “Perasaan pas di atas, kalau ya sedih gak dibilang sedih. Biasa aja ya kita anggap happy aja. Paling ya ada pemalakan misal makanan atau rokok.”

Kemal menjelaskan layout ruangan dari kamar selnya, “Kamarnya itu ada pintu buat keluar, kayak sel. Ada jendela besi. Tempat tidurnya matras. Belakangnya ada kamar mandi. Batas kamar mandi bagian atasnya hanya sekepala. Sementara aku di Blok Bima. Ada juga Blok Yudhistira, biasanya itu penjara yang dibayar sama napi fasilitasnya.

Menyandang jadi tahanan kota

Tanpa aba-aba setelah sebulan, mereka akhirnya dilepaskan dari sel di rutan itu dan menjadi tahanan kota. Ia menyampaikan perasaannya, “Seneng bahagia, happy, sujud syukur shalat, walaupun status tahanan kota, tapi masih bisa hirup udara segar.” ungkapnya setelah lama mendekam dalam rutan.

Tak berhenti di sana, mereka harus tetap menggunakan gelang di kaki sebagai alat pendeteksi keberadaannya sebagai bentuk monitoring mengawasi kegiatannya karena masih dalam proses penahanan. Selama menjadi tahanan kota, mereka dituntut untuk mengganti rugi fasilitas yang rusak saat aksi hari buruh sebesar 70 juta. Di tengah situasinya yang harus mengganti rugi, ada laporan dari polisi bahwa terdapat 3 polisi yang mengaku sebagai korban dari aksi hari buruh. Hal itu yang menuntut mereka untuk menjalani masa persidangan yang baru digelar pada Kamis, 14 Agustus yang lalu.

Berdatangan dukungan emosional

Kemal menyampaikan bahwa banyak orang yang mendukungnya selama mendekam di rutan hingga dalam proses penahannya. Mulai dari keluarga yang sedari awal mendorongnya untuk berani mengkritik pemerintah dalam bentuk membersamai aksi dengan teman-teman hingga mengunjungi selama Kemal di rutan. Tak hanya keluarga, tapi juga teman sekampusnya. Terutama sesama BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Ia juga me-mention  teman dekat perempuannya yang mendukung secara emosional.

Kebutuhan akademik tetap yang utama

Selama masa penahanan, Kemal tak lepas dari pikiran tentang akademiknya. Maka, seusai ia dikeluarkan dari rutan, ia langsung mendatangi dosen mata kuliahnya untuk mengusahakan mata kuliah yang tak sempat ia tempuh. Respon baik dari dosen yang mendukung akademik Kemal, menjadi energi baru untuknya

Harapan untuk dirinya sendiri dan gerakan aksi di Semarang

Kemal berharap untuk sesama teman yang sekarang tengah menjalani sidang semoga mendapatkan kebebasan bersyarat dan dilancarkan dalam prosesnya. Terpenting, bagi gerakan aksi di Semarang agar tak ikut terbungkam semenjak aksi Hari Buruh, Mei lalu. Perlu untuk dijadikan pembelajaran dan pantikkan energi kembali bagi kritik atas pemerintah yang jika kita hanya diam, maka semakin semena-mena dalam memprakarsai kebijakannya.

Reporter dan penulis: Puji Listari, Lidwina Nathania

Editor: Raihan Rahmat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *