Beranda Berita Kabar Laporan Utama Utama

Diskusi Penulisan Ulang Sejarah, Bongkar Narasi ala Pemerintah

Diskusi HSC di lapangan bersama peserta dan pemantik diskusi (sumber: HSC)
Diskusi HSC di lapangan bersama peserta dan pemantik diskusi (sumber: HSC)

Diskusi publik yang digelar oleh History Study Club Universitas Negeri Semarang (HSC Unnes) dengan tema “Menilik Kembali Jejak Historiografi Indonesia: Dari Indonesia-sentris ke Penulisan Ulang Sejarah dan Sastra sebagai Alternatif Pembongkar Narasi Sejarah Ala Pemerintah” dilaksanakan secara langsung di Lapangan Lempar Kapak FISIP UNNES pada Rabu (03/09/2025).

Diskusi publik ini bertujuan untuk mengkaji proyek penulisan ulang sejarah sebagai kado peringatan HUT RI Ke-80. Proyek ini diinisiasi oleh Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan. Diskusi kali ini mengundang dosen Sejarah Unnes, Mukhammad Shokheh sebagai pemateri dan menghadirkan sekitar 20 peserta.

Mukhammad Shokheh menyampaikan bahwa semangat untuk memecah sentralisme dalam pembuatan Sejarah Nasional Indonesia yang baru ini patut untuk diapresiasi. Penulisan sejarah yang sebelumnya bersifat sentralisme kini diubah menjadi multipolarism atau multilokal dengan melibatkan berbagai pihak dari berbagai daerah di Indonesia. Tetapi hal ini dipandang belum representatif oleh sebagian kalangan.

“Dalam penulisan itu melibatkan berbagai pihak perwakilan dari beberapa provinsi. Kemudian sentralisme itu ingin diubah ke dalam multipolarism atau multilokal yang multi ini menurut sebagian kalangan itu masih belum representatif. Jadi, semangatnya untuk desentralisasi itu sudah bagus, tetapi belum dipandang representatif,” ucapnya.

Kemudian, beliau juga menambahkan dalam sejarah nasional ada tendensi untuk tidak dibuka (peristiwa) sejelas-jelasnya, seperti pemerkosaan massal Mei 1898.

“Tapi di dalam sejarah nasional ini ada tendensi untuk tidak ingin dibuka sejelas-jelasnya alibinya atau kemudian dasar argumennya kalau dibuka itu memunculkan situasi yang kurang kondusif. contohnya narasi pemerkosaan massal,” ungkapnya.

Salah satu peserta diskusi yaitu Abrar mengatakan penting soal kehadiran atau existence dari penulisan sejarah karena itu akan menjadi patokan. Namun, terdapat kekhawatiran bagaimana bias itu bisa ditampilkan dalam sejarah nasional.

“Memang penting soal kehadiran atau existence dari penelusuran sejarah karena ia menjadi suatu patokan, tapi yang menjadi kekhawatiran adalah bagaimana bias itu bisa ditampilkan dalam sejarah nasional. Takutnya itu akan menjadi semacam kitab, sehingga kita tidak bisa membedakan dan secara kritis menelaah sejarah nasional,” ujarnya.

Diskusi ini berjalan inklusif yang tidak hanya pemaparan dari pemateri tapi juga tanggapan dari peserta. Banyak pertanyaan diajukan peserta kepada pemateri yang kemudian dijawab satu per satu olehnya. Diakhiri dengan closing statement dari pemateri.

Ketua History Study Club, Ahmad berharap bahwa peserta yang mengikuti diskusi tersebut mampu merawat ingatan sejarah.

“Saya berharap yang hadir itu mampu untuk merawat ingatan sejarah. Kristis terhadap masa lalu itu lebih progresif lagi. Jadi misal pemerintahan memberi statement a atau b, kita jangan mau langsung percaya gitu. Jangan mau langsung nerima. Tapi kita harus ada kritiknya,” ungkapnya berharap.

Reporter dan penulis: Adiel, Ansa, Basith

Editor: Lidwina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *