“Kok susah banget ya produksi energi kita sendiri, padahal kita berhak lo. Itu adalah hak dasar setiap manusia,” terang Beyrra Triasdian, juru kampanye energi terbarukan Trend Asia. Sebelumnya, Trend Asia ini adalah organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada energi bersih dan pembangunan berkelanjutan.
Sumber daya listrik bagi masyarakat modern merupakan hal yang krusial. Hampir setiap teknologi pada zaman ini memerlukan listrik agar mampu beroperasi dan membantu kehidupan manusia.
Dalam pemenuhan kebutuhan listrik, masyarakat mengandalkan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pengelolaan dan penyediaan energi listrik. Oleh karena itu, apabila aliran listrik dari PLN mati, atau terjadi kendala pada distribusinya, maka akan berdampak pada kelumpuhan aktivitas masyarakat.
Namun, hal ini tidak menjadi kekhawatiran bagi warga Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasalnya dusun tersebut memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) mandiri, sebuah teknologi yang mengubah tekanan air dalam skala kecil menjadi energi listrik. Teknologi ini memanfaatkan saluran irigasi Kalibawang yang bersumber dari Sungai Progo.
Menilik Kisah awal berdirinya PLTMh
Inisiatif pembangunan PLTMh bermula dari musibah yang terjadi pada 19 November 2001. Saat itu, dusun tersebut dilanda bencana tanah longsor yang menewaskan tujuh warganya.
Setelah kejadian itu, berbagai pihak dan instansi pendidikan banyak memberikan bantuan pascabencana. Salah satunya dari akademisi Fakultas Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada momen itulah, para akademisi melihat potensi besar dari derasnya aliran irigasi Sungai Kalibawang, yang oleh masyarakat disebut dengan intake (saluran) Kalibawang, untuk dikembangkan menjadi sumber energi listrik mikrohidro.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2004, UGM mengirimkan sejumlah mahasiswa ke Dusun Kedungrong dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang membantu pendirian PLTMh. Program tersebut menjadi awal berdirinya pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Dusun Kedungrong, meskipun masih berskala kecil.
![Rejo menjelaskan tentang seluk beluk mesin PLTMh pada Sabtu, (25/10/2025) [BP2M]](https://linikampus.com/wp-content/uploads/2025/10/IMG_0567-Copy-1024x683.jpg)
Dilansir dari Detik.com pada Sabtu (17/9/2022), setelah menunggu waktu yang cukup lama, masyarakat Dusun Kedungrong berhasil mendapatkan dana untuk pembangunan PLTMh dengan skala yang lebih besar melalui Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) dan APBD Kabupaten Kulonprogo. Pekerjaan konstruksi dimulai pada 12 Juni 2012 dan membutuhkan waktu pembangunan hingga tiga bulan di bawah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) DIY dengan total anggaran mencapai 270 juta rupiah.
Pada akhirnya listrik yang dihasilkan dari PLTMh dapat bermanfaat bagi warga dalam penerangan jalan, suplai listrik tempat umum, maupun bagi masing-masing keluarga di Dusun Kedungrong. Adanya PLTMh juga mengurangi ketergantungan warga terhadap PLN sebagai sumber kehidupan di masa sekarang.
Penekanan biaya listrik menjadi salah satu kelebihan dari PLTMh. Suparman, salah satu warga Dusun Kedungrong, mengaku lebih menghemat pengeluaran uang dengan dibangunnya pembangkit listrik tersebut. Pihaknya menjelaskan bahwa tagihan listrik sebelumnya mampu mencapai 190.000 rupiah perbulan. Namun semenjak ia memanfaatkan aliran listrik dari PLTMh, tagihan listrik berkurang menjadi 50.000 rupiah perbulan.
“Jelas lebih hemat,” ungkapnya ketika diwawancara.
Manfaat serupa juga dirasakan oleh Yuni, warga lainnya. Ia menjadi lebih mampu memenuhi hajat lain lantaran berkurangnya biaya listrik.
“Sekarang cukup murah. Jadi sisa uangnya bisa dipakai untuk kebutuhan lain, seperti beli telur atau ayam buat makan sehari-hari,” ungkap Yuni.

Gotong-royong Warga Kedungrong, kunci sukses pembangunan PLTMh
Usaha dalam pembangunan PLTMh tidak hanya mengandalkan bantuan dari (DPUPESDM) DIY, namun juga warga yang turut menyumbangkan tenaga dan uang sebagai wujud partisipasi dalam pemeliharaan PLTMh.
Tahap mendasar untuk menjaga mesin agar tetap beroperasi adalah tahap pemeliharaan. Rejo, warga Dusun Kedungrong, yang berperan sebagai operator melakukan pemeliharaan mesin secara rutin. Ia juga turut melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan pada turbin atau pada bagian lainnya.
Ia mengaku belajar secara otodidak dan bermodalkan pengalaman bertahun-tahun selama menjadi operator mesin PLTMh.
“Setiap hari belajar, coba ubah-ubah, kalau air masuk sekian, diputar sekian, hasilnya tetap segini, itu harus dipelajari bener-bener,” kata Rejo saat diwawancara.
Menurut keteranganya, terdapat dua mesin dalam PLTMh yang tidak bisa digunakan secara bersamaan karena keterbatasan alat penyatu frekuensi. Rejo mengaku satu mesin sudah cukup untuk menyalurkan listrik ke seluruh warga.
“Kita pakaianya gantian, jika terjadi kerusakan atau sedang ada pembersihan, bisa pakai mesin yang satunya,” jelasnya.
Disisi lain, iuran dari warga dibutuhkan untuk mendanai perawatan PLTMh secara rutin. Sebagian dana iuran yang telah terkumpul juga digunakan untuk menggaji operator mesin. Mulanya iuran hanya Rp 5.000, kemudian naik sebesar Rp 7.000 dan sejak 2019 menjadi Rp 12.000 per 35 hari hingga sekarang.
Menurut Suprihatin, salah seorang warga Kedungrong, para kaum hawa juga turut berperan penting dalam menarik dan mengolah uang iuran dari para warga yang mendapat manfaat dari PLTMh tersebut.
“Perannya mengumpulkan iuran itu, jadi kami selapan (setiap 35 hari) sekali iuran, misalnya RT 51 di Malam Selasa Kliwon nanti dikumpulkan dan diserahkan ke bendahara,” kata Suprihatin saat diwawancara.
Apa saja tantangan dalam pembangunan PLTMh?
Dalam tahapan konstruksi PLTMh, baik saat proses pembangunan maupun setelahnya, masyarakat serta pemerintah menghadapi berbagai tantangan.
Menurut Suprihatin, tantangan pertama muncul dari penolakan sebagai warga di wilayah hilir terhadap pembangunan PLTMh.
Perlu diketahui bahwa dalam pembangunannya, PLTMh menempati wilayah yang berada di pinggiran sungai, sehingga pada proses konstruksi memerlukan penanganan tertentu dengan menurunkan debit air yang melewati tempat dibangunnya PLTMh. Hal ini berpengaruh pada berkurangnya pasokan air ke daerah hilir dan menekan pengairan irigasi. Para petani pun khawatir akan hal itu dan beranggapan bahwa pembangunan tersebut hanya akan mengganggu pertanian mereka.
Dalam penyelesaianya, Suprihatin mengemukakan perlunya pemahaman bagi para petani di daerah hilir akan pentingnya PLTMh bagi lingkungan.
“Perlu pengertian bagi para petani di daerah bawah sana,” jelasnya.
Sedangkan menurut Yani, sampah menjadi kendala tersendiri dalam pengoperasionalan PLTMh. Sampah yang menumpuk di turbin mampu mengurangi pasokan listrik yang dihasilkan, serta mengganggu distribusi air ke daerah di sekitarnya.
“Kendalanya cuma kalau sampah masuk ke turbin, itu bisa menghambat aliran (listrik),” ungkap Yani dengan nada khawatir.
![Salah satu komponen dari PLTMh yang disangkuti oleh sampah (Sabtu, 25/10/2025) [BP2M]](https://linikampus.com/wp-content/uploads/2025/10/IMG_0634-1024x683.jpg)
Kendala lainnya muncul akibat perubahan arus air pada saluran irigasi. Kondisi tersebut menyebabkan produksi listrik menjadi tidak stabil dan berpotensi menimbulkan kerusakan pada peralatan elektronik.
Suparman, menceritakan pengalamanya ketika menggunakan aliran listrik PLTMh yang belum stabil.
“Dulu pernah sampai enam kali TV saya rusak, haha. Tapi bukan karena PLTMh-nya jelek, melainkan karena arusnya belum stabil waktu itu. Saya tetap nekat pakai karena anak-anak butuh hiburan, jadi saya belikan lagi meskipun rusak. Sekarang sih sudah lebih stabil,” jelasnya.
Rangkaian Kegiatan yang Menghidupkan Semangat Energi Terbarukan
Hari yang disertai gerimis sepanjang kegiatan, membuat diskusi bertajuk “Pesta Energi Bersih Berkeadilan” berjalan dengan interaktif dalam nuansa sejuk. Serangkaian kegiatan yang dibersamai dengan Warga Kedungrong ini diselenggarakan oleh Trend Asia, bersama dengan RE–Agent (komunitas orang muda untuk transisi energi). Pesta rakyat energi bersih dan berkeadilan tersebut digelar di Dusun Kedungrong pada hari Sabtu, (25/10/2025) hingga Minggu, (26/10/2025).
Perhelatan tersebut dibuka sepanjang jalan sungai irigasi Kalibawang. Para pelaku UMKM mendapatkan posisinya untuk berjualan makanan atau minuman yang dalam prosesnya menggunakan PLTMh karena lebih hemat dan ramah lingkungan. Sebab, jika menggunakan PLN, bahan dasarnya yaitu batu bara. Sementara PLTMh cukup air yang alirannya deras.
Pengunjung juga disuguhkan dengan pameran energi terbarukan yang dipersembahkan oleh RE-Agent, la Helist (Lampu Hemat Listrik) dan Trend Asia. Salah satu relawan dari Climate Rangers Yogyakarta menyampaikan fokus kampanyenya menekankan pada “yes campaign” seperti menerima energi bersih bekemandirian di Kedungrong ini. Setelah, tahun sebelumnya lebih kepada “no campaign” seperti tolak energi kotor dan sejenisnya.

Pada pukul 13.00 WIB, terdapat diskusi bertema “Membangun Keadilan Iklim, Keadilan Energi dan Keadilan Ekonomi melalui Kemandirian Ekonomi Lokal” yang diisi oleh Toto Sutanto dari PLTMh Gunung Halu, Bandung Barat, Noer Chanief dari Omset Pintar, Yesaya dari Lingkar Keadilan Ruang dan Soim dari Selorejo Peduli Menoreh.
Sepanjang diskusi dan pameran, dari Komunitas Corong Api fokus melukis mural tanda pertahanan warga terhadap energi bersih.
Pada pukul 18.30 WIB terdapat acara “Nonton Bareng Film Energy Sovereignty,” yang disambung dengan konser rakyat berisi pertunjukan dari warga.
Di hari kedua, acara dibuka dengan diskusi berjudul “Energi Bersih untuk kemandirian Ekonomi Lokal” yang diisi oleh Toto Susanto, Perwakilan dari PLTS Masjid Al Muharam.
Selanjutnya forum diskusi yang bertema “Suara Orang Muda untuk Energi Berkeadilan” dengan narasumber RE-Agent, JUMP IKLIM, Perpustakaan Rakyat Dieng dan Komunitas Wadas.
![Diskusi yang diikuti oleh para relawan dari berbagai komunitas maupun individu di sekitar lapangan depan PLTMh (Sabtu, 25/10/2025) [BP2M]](https://linikampus.com/wp-content/uploads/2025/10/IMG_0751-1024x683.jpg)
Agung dari Perpustakaan Rakyat Dieng ikut bersuara dengan menolak ekspansi panas bumi di Dieng. Ia juga berharap masyarakat dapat lebih peduli terhadap masalah panas bumi.
“Kita memberikan sikap bahwa kami melakukan perlawanan terhadap perluasan panas bumi. Ternyata panas bumi bukan sebuah solusi, namun hanya solusi palsu,” jelasnya
Wahyu, perwakilan dari Komunitas Wadas Melawan juga menentang adanya Proyek Strategis Pemerintah yang merenggut ruang hidup atas kepentingan umum. Tepatnya pada tambang batu energi yang ditujukan untuk proyek bendungan.
“Dari Wadas ini perampasan ruang hidup atas kepentingan umum yang berkedok PSN. Yang terjadi di Wadas adalah penolakan tambang batu energi yang diperuntukkan untuk proyek bendungan,” tegas Wahyu.
Tutur harapan tentang energi bersih

Beyrra, selaku Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia, melalui acara ini, ia menaruh harapan kepada generasi muda untuk melestarikan, mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi energi terbarukan secara mandiri.
Menurutnya, Bangsa Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam hal pemanfaatan energi terbarukan jika diberi kesempatan yang setara.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat di setiap daerah sebenarnya mampu menjalankan dan mengelola energi terbarukan mereka sendiri.
Toto menjadi contoh nyata dan bukti bangsa Indonesia mampu menciptakan energi terbarukan di Bandung Barat.
“Kalau kita melihat sudut pandangnya adalah daerah-daerah mereka bisa berdiri sendiri. Pak Toto itu hebat banget. Mereka udah punya PLTMh kapasitas yang sama kayak gini. Disini untuk 50 orang, disana (bandung) untuk 90 orang dan masih dinaikin lagi efisiensinya,” lanjutnya.
Selain itu, harapan juga datang dari warga Dusun Kedungrong yang dialiri jaringan PLTMh.
Supriadi, seorang pekerja mebel rumahan mengatakan arus listrik dari PLTMh tersebut belum stabil dan masih memerlukan stabilizer untuk menstabilkan tegangan dan meredam lonjakan arus.
“Kalau bisa dipasangin stabilizer, jadinya aliran listriknya bisa stabil jadi kita bisa pake PLTMh semua (perabotan rumah),” ujarnya saat diwawancara.
Peran PLTMh dalam keberlangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) begitu penting, selaras dengan tuturan Supriatin yang mengaku terbantu semenjak adanya PLTMh.
“Bisa untuk misalnya seperti UMKM, untuk alat-alat perbengkelan. Ada las, pertukangan kayu, pakai itu (PLTMh),” katanya.
Serangkaian acara ditutup dengan pagelaran seni budaya yang berisikan tarian, parade gamelan, nyanyian lagu tradisional dan punakawan.
Reporter: Haidar Ali, Lidwina Nathania
Penulis: Haidar
Editor: Lidwina Nathania
