Kabar Kilas

Genap 40 Tahun, BPPM Balairung Gelar Seminar dan Undang Pers Mahasiswa Se-Indonesia

Narasumber dan moderator seminar memulai sesi tanya jawab, Sabtu (01/11/2025) [Sultan/BP2M]
Narasumber dan moderator seminar memulai sesi tanya jawab, Sabtu (01/11/2025) [Sultan/BP2M]

Sebagai puncak acara merayakan genap usianya yang keempat puluh tahun, Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung menggelar seminar reorientasi pers mahasiswa dengan tema “Menyuarakan yang Terpinggir”. Acara yang dimulai pukul 13.30 WIB ini digelar di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Sabtu (01/11/2025). 

Jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana, pendiri Project Multatuli Evi Mariani, dan Sejarawan sekaligus Budayawan Taufik Rahzen diundang untuk menjadi narasumber seminar. Tak tanggung-tanggung, pers mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia khususnya Jawa Tengah turut hadir untuk meramaikan.

Pemimpin Redaksi Balairung, Aghli Maula mengungkapkan kelegaan dan perasaan bahagianya atas kelancaran seluruh rangkaian acara.

“Ketika teman-teman pers mahasiswa senang, kami rasa acara ini sukses. Utamanya adalah membuat teman-teman pers mahasiswa kumpul, ngobrol, dan senang. Selebihnya memang kami juga pengen mengajak teman-teman pers mahasiswa untuk berdiskusi,” ungkap Aghli Maula. 

Ia menambahkan bahwa tema tersebut diambil dalam rangka merefleksikan nasib pers mahasiswa di masa depan. 

“Jadi, kami membuat tema Menyuarakan Yang Terpinggirkan untuk memang memikirkan ulang soal gimana sih pers mahasiswa hari ini dan kedepannya,” jelasnya.

Sebagai orang yang pernah berkecimpung di pers mahasiswa, Taufik Rahzen berpesan kepada rekan-rekan pers mahasiswa saat ini agar jangan takut salah dalam menulis. Sebab pers mahasiswa diperbolehkan untuk salah. 

“Untuk pers mahasiswa diperbolehkan untuk salah, Manfaatkan kemewahan itu. Berbeda dengan pers biasa (konvensional) yang jika salah bisa bangkrut nanti,” ujar Taufik.

Kemudian pemateri beralih ke Evi Mariani yang juga merupakan mantan jurnalis The Jakarta Post. Ia menerangkan bahwa jurnalisme kini terancam akibat ketergantungan disrupsi digital. 

Lebih lanjut, ia menawarkan solusi media alternatif seperti Konde.co dan Project Multatuli yang pada dasarnya memiliki counter hegemony yang cukup kuat karena tidak terkoneksi dengan korporasi. 

“Tidak seperti media pada umumnya, media alternatif seperti Konde.co dan Project Multatuli mempunyai counter hegemony dan dampak besar karena tidak memiliki koneksi dengan korporasi,” terangnya.

Tak kalah menarik dari seminar ini adalah penyampaian materi dari Francisca Christy Rosana. Ia mengatakan bahwa sebagai pers mahasiswa, hal yang paling penting untuk dimiliki adalah integritas. 

“Untuk teman-teman pers mahasiswa hal yang paling penting dimiliki adalah integritas. Kalau kemampuan bisa teman-teman olah sendiri,” katanya.

Rosihan Anwar, peserta seminar yang berasal dari Wonosobo menyimpulkan bahwa pers mahasiswa juga harus peduli akan keselamatan mereka sendiri karena mereka adalah media yang paling rentan.

“Mereka, pers mahasiswa harus peduli dengan keselamatan mereka juga. Kalau media arus utama punya kerentanan yang cukup parah, apalagi situasi negaranya juga sama gitu (parahnya),” tuturnya.

Sebagai penutup acara, Master of Ceremony memberikan harapan agar pers mahasiswa untuk lebih berani dan lebih kritis dalam menyuarakan isu di mana pun dengan mengedepankan integritas serta moral.

Reporter dan Penulis : Adiel Alfiarso dan Sultan Ulil

Editor : Raihan Rahmat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *