Masyarakat adat Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau melakukan aksi di depan Gedung Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (14/08). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang dianggap akan merampas hak tanah mereka.
Abib Mula Sinurat, salah satu massa aksi dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan bahwa bersamaan dengan berjalannya PSN Rempang Eco City tersebut dikhawatirkan akan terjadi perluasan Hak Pengelolaan (HPL) Badan Pengusahaan (BP) Batam. Ia menganggap bahwa HPL merupakan bentuk skema baru perampasan tanah dan ekspansi investasi oleh Cina.
“Kita tahu bersama bahwa HPL itu bentuk skema baru perampasan tanah dan ekspansi investasi yang kemudian dikucurkan Cina. Makanya kita aksi di depan Cina untuk menghambat investasi itu,” jelas Abib.
Dilansir Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Indonesia (2023), konflik telah terjadi pada 7 September 2023 antara masyarakat adat Rempang dengan aparat pemerintah yang melakukan penembakan gas air mata di dekat sekolah. Karenanya, mereka berjuang untuk mendapatkan pengakuan negara terkait hak tanah ulayatnya sebagai masyarakat adat yang telah lama menempati Pulau Rempang.
“Jadi kita menuntut tetap tidak direlokasi dan tetap bertahan di sana dan segera berikan redistribusi atau sertifikat hak tanah,” tuntut Abib.
Selain Abib, salah satu pemuda asli Rempang dalam orasinya menginginkan PSN untuk ditinjau kembali agar bisa dibatalkan. Ia mengatakan, “bisa ditindaklanjuti lagi supaya (PSN) batal, supaya lingkungan hidup kami kembali normal seperti dahulu lagi. Itu yang diharapkan kami dari Rempang”.
Harapan lain turut disuarakan melalui spanduk dan poster yang mereka bentangkan, misalnya Rempang not for sale dan Tolak Perampasan Tanah Adat Ulayat Rempang. Aksi yang dimulai dari pukul 10.00 WIB tersebut selesai pada pukul 11.30 WIB untuk dilanjutkan di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Aksi diikuti oleh WALHI, KontraS, YLBHI, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), serta Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Selain itu, beberapa masyarakat sipil yang bersolidaritas turut menuntut keadilan investasi asing yang berada di Tanah Rempang mulai dari anak muda hingga para tetua masyarakat adat Rempang.
Reporter: Lidwina Nathania
Penulis: Lidwina Nathania, Puji Listari, Nilam Aliya
Editor: Ana Saputri