Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Demo “Adili dan Turunkan Jokowi” Ricuh, Massa Alami Represi

Tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi di depan Gedung DPRD Kota Semarang, Senin (26/08). [BP2M/Rifky]
Tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi di depan Gedung DPRD Kota Semarang, Senin (26/08). [BP2M/Rifky]

Gerakan Rakyat Jawa Tengah Menggugat menggelar aksi bertajuk “Adili dan Turunkan Jokowi” di Gedung DPRD Kota Semarang pada Senin (26/08) sebagai lanjutan dari aksi “Peringatan Darurat, Jokowi Bikin Negara Jadi Sekarat” pada Kamis (22/08) lalu. Aksi ini berakhir ricuh setelah aparat kepolisian membubarkan paksa massa aksi. Aparat kepolisian melakukan tindakan represif berupa pemukulan, penyemprotan water cannon, penembakan gas air mata bahkan berujung pada penangkapan beberapa demonstran.

Dalam konferensi pers Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang tercatat sebanyak 33 orang telah ditangkap oleh pihak kepolisian pada saat aksi berlangsung. Para peserta aksi yang ditangkap terdiri dari 9 mahasiswa, 23 pelajar, dan 1 warga sipil.

Berdasarkan kronologi, situasi memanas pada pukul 18.27 WIB saat aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah massa aksi. Tembakan tersebut membuat massa aksi membubarkan diri secara tak terkendali.

Menurut keterangan Ogyan Prayogo, mahasiswa Universitas Negeri Semarang, eskalasi kekerasan terjadi setelah massa aksi tetap berada di sekitar Gedung DPRD Kota Semarang meski batas waktu demonstrasi telah berakhir. Puluhan tembakan gas air mata diluncurkan dalam waktu yang berdekatan sehingga kericuhan terjadi.

“Awal mula tindakan represif ketika batas jam aksi yaitu 18.00 WIB. Massa aksi tetap mencoba masuk ke Gedung DPRD Kota Semarang namun dihadang oleh Brigade Mobile (Brimob) dan polisi. Proses penghadangan disertai dengan pukulan kepada massa aksi sehingga memicu keributan,” ungkap Ogyan.

Ogyan dan beberapa mahasiswa yang berada di mobil komando berusaha untuk meredakan situasi dan mengajak rekan-rekannya untuk tetap tenang, namun sempat terhalang oleh situasi lapangan yang semakin memanas. Akibatnya, beberapa mahasiswa memilih untuk mundur sementara waktu.

Insiden tersebut mengakibatkan sebagian besar massa aksi mengalami gangguan kesehatan yang serius seperti sesak napas, iritasi mata, dan bahkan pingsan akibat terpapar gas air mata secara langsung. Ogyan juga menerangkan bahwa ia menjadi korban represifitas polisi.

“Aku pribadi terluka di bagian tangan karena ditarik paksa oleh polisi dan jari tanganku kena pukul. Gak cuma itu, aku juga terpapar gas air mata,” jelasnya.

Menurut data LBH Semarang, sebanyak 35 korban yang dilarikan ke rumah sakit akibat represifitas Polisi. Jumlah korban yang sebenarnya diperkirakan lebih tinggi daripada data yang tercatat, mengingat banyaknya tim medis yang dikerahkan untuk memberikan pertolongan pertama di lokasi kejadian. Keterbatasan persediaan obat-obatan mengindikasikan tingginya permintaan akan layanan medis.

Sementara itu, pihak LBH Semarang juga mengabarkan melalui akun Instagram @lbhsemarang bahwa sejumlah pelajar dan massa aksi yang ditangkap telah dibebaskan sejak Selasa (27/08) sore.

“Teman-teman, semua massa aksi yang ditangkap di Polrestabes sudah berhasil bebas sejak kemarin sore. Tapi sampai hari ini, polisi masih ke kampus-kampus mencari massa aksi lainnya,” tulis LBH Semarang pada unggahan Instagram miliknya, Rabu (28/08).

Reporter: Anastasia Retno Pinasti, Raihan Rahmat, Gusti Ardiansyah

Penulis: Anastasia Retno Pinasti, Raihan Rahmat

Editor: Laily Mukaromah

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *