Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Uncategorized

Tayangan Tinggi Rating vs Tayangan Edukasi

Sumber : www.farhatt.com
Bagi pencinta sinetron pasti mengenal salah satu sinetron “Ganteng-Ganteng Serigala (GGS)”. Sinetron ini berbicara mengenai pemuda-pemudi yang memiliki kekuatan serigala dan vampir yang diadaptasi dari film yang sangat terkenal yaitu Twilight. Tak lama berselang, kemudian muncul sinetron “Manusia Harimau” yang mengusung tema hampir sama, demikian juga alur ceritanya. Tayangan ini selalu muncul di jam-jam yang cukup krusial bagi anak–anak di bawah umur. Kebanyakan sinetron tersebut tayang antara pukul 7 malam. Tak jarang pihak produser televisi bersangkutan akan menambah jam tayang bila sinetron yang disuguhkan mengalami kenaikan rating.
Bermunculannya sinetron ini membuat kita merasa khawatir bagaimana pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh sinetron GGS dan sinetron lainnya, terutama pada anak-anak yang dengan polos menirukan bagaimana auman serigala. Selain itu cerita pada sinetron tersebut juga dibumbui dengan kemesraan antara dua remaja yang dikemas secara berlebihan dan sama sekali tak layak untuk ditonton para remaja. Tak jauh berbeda dengan GGS yang auman serigalanya banyak ditiru anak-anak, begitu juga dengan auman harimau yang dipertontonkan di sinetron Manusia Harimau juga banyak ditiru. 
Dunia pertelivisian seolah dibuat latah saat GGS  mengalami rating yang cukup tinggi. Hal ini membuat produser televisi swasta lain turut membuat jenis sinetron yang sama tanpa memikirkan dampak dari tayangan tersebut bagi para penontonya. Seolah-olah kita dipaksakan untuk menonton sinetron-sinetron yang tidak mendidik ini. 
Sejak dunia hiburan tanah air bertuhan pada yang dinamakan rating, dunia hiburan tanah air seperti kehilangan taringnya serta minim nilai edukasi. Semua semata-mata hanya mengedepankan keuntungan tanpa memperhatikan kualitas apalagi dampak dari tayangan yang disuguhkan. Kini, yang ada hanya bagaimana sebuah acara bisa meraup rating dan share yang tinggi. Selama kedua hal itu masih tinggi, maka selama itu pula sebuah acara tetap bisa bernyawa meskipun kebanyakan dibuat ala kadarnya terutama untuk acara-acara stripping.
Kebanyakan penonton televisi di Indonesia sepertinya sudah menomor duakan tontonan-tontonan yang memang memiliki manfaat dan nilai edukasi. Mereka lebih memilih tontonan yang mengumbar kemesraan dan senang melihat orang-orang teraniaya.  Masih teringat di benak kita saat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang atau mendapatkan peringatan  beberapa tayangan kartun anak  yang tidak layak untuk ditonton. KPI  seakan  buta atas keberadaan sinetron mengenai siluman, percintaan dan pertengkaran yang tidak mendidik ini.
Kalau dunia hiburan tanah air sudah minim dengan nilai-nilai yang mendatangkan manfaat dan moral, lantas sebagai penonton kita harus apa? Sudah tentu harus pintar-pintar dalam memilih tayangan untuk ditonton terutama bagi anak-anak. Jangan sampai anak-anak yang masih polos diracuni dengan tontonan seperti dua sinetron di atas. Selain itu kita semua tentu berharap agar KPI bisa berdaya menghadapi gempuran tontonan tak mendidik ini. Jangan sampai KPI terlihat seperti hidup segan mati tak mau. Sebagai lembaga penyiaran di Indonesia sudah seharusnya KPI bisa unjuk gigi dengan menyeleksi secara ketat tayangan-tayangan yang membawa pengaruh buruk terhadap penonton. (disajikan ulang oleh Redaksi)

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *