Kamis (10/2), Aliansi Mahasiswa se-Semarang Raya menggelar Aksi Kamisan di depan gedung Polda Jawa Tengah dan kantor Gubernur Jawa Tengah. Aksi tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap warga Desa Wadas yang tengah mempertahankan ruang hidupnya. Selain menyampaikan orasi, aksi yang berlangsung pukul 16.00—18.10 WIB ini juga menggelar panggung bebas, pementasan teatrikal, pembacaan puisi, dan pembacaan doa untuk masyarakat Wadas.
Aliansi mahasiswa se-Semarang Raya memberikan tiga poin pernyataan sikap: (1) mengecam dan mengutuk tindakan represif dan non prosedural yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas; (2) meminta pihak kepolisian untuk menarik mundur personelnya dari Desa Wadas; (3) meminta unsur terkait untuk menunda pengukuran dan hal lainnya sampai terselesaikannya permusyawaratan dengan warga.
Koordinator Lapangan Aksi Kamisan—Aziz Rahmad Ahmadi—mengatakan bahwa pihaknya akan mengawal masalah penambangan yang terjadi di Wadas. Selain itu, ia juga menyoroti dampak adanya penambangan, seperti kerusakan lingkungan.
“Kita akan kawal terus perihal permasalahan penambangan di Wadas. Penambangan tersebut jangan sampai menimbulkan kerusakan lingkungan,” ungkapnya.
Sementara itu, seorang aktivis lingkungan hidup—Butik Subianto—menyinggung preseden buruk keberadaan tambang. Ia mencontohkan penambangan Semen Kendeng dan pengeboran Gunung Slamet yang berdampak pada kualitas tanah: hilangnya kesuburan dan zat hara tanah.
“Jangan sampai terjadi lagi. Kita belajar (dari) yang sudah terjadi,” katanya.
Di samping itu, represifitas aparat terhadap masyarakat sipil yang terus berulang, menunjukkan minimnya komitmen pemerintah pusat dalam mengevaluasi instansi penegak hukum. Hal tersebut diungkapkan oleh Ignatius Radhite, seorang pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang. Ia juga menambahkan bahwa represifitas tersebut sering dipertontonkan di depan umum.
Demi mengurangi kekerasan, Ignatius meminta Kapolda Jawa Tengah untuk menarik mundur semua personel kepolisian yang berada di Desa Wadas. Selain itu, ia juga menyoroti kondisi psikis warga yang mengalami trauma.
“Beberapa dari mereka bahkan trauma ketika harus keluar rumah melihat mobil polisi,” ungkapnya.
Aksi solidaritas ini berjalan dengan damai tanpa adanya kekerasan dari aparat. Selain itu, massa aksi juga menyampaikan aspirasinya dengan tertib. Mereka mulai membubarkan diri saat hujan mengguyur lokasi tersebut.
Reporter: Adinan
Editor: Laili