Robohnya plafon ruang kelas nomor 116 di Kampus Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Ngaliyan Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada Kamis (16/02) lalu membuat mahasiswa di kampus itu merasa waswas. Persitiwa tersebut menjadi bukti nyata minimnya sarana prasarana dan fasilitas di kampus PGSD Ngaliyan. Beruntung, ketika peristiwa itu terjadi tidak ada kegiatan perkuliahan di ruangan tersebut. Kendati demikian, mahasiswa tetap mengharapkan adanya pembangunan dan pemenuhan terhadap hak-hak mahasiswa di kampus cabang tersebut.
“Kami berharap fasilitasnya segera diperbaiki dan kami tidak dianaktirikan lagi oleh Unnes,” ungkap salah satu mahasiswa PGSD Unnes angkatan 2022, Berliana Aurora Oktavianingrum.
Tragedi yang terjadi sekitar pukul 08.00 WIB ini diawali dengan terdengarnya suara menyerupai bunyi ledakan yang mulanya dianggap mahasiswa sebagai pertanda kebakaran. “Kami mengira akan terjadi kebakaran karena muncul asap yang ternyata berasal dari debu plafon yang roboh, sehingga kami panik dan bergegas menuruni tangga,” kata Nur Fadillah Bakti Utomo selaku Aliansi Mahasiswa Unnes.
Usai kejadian robohnya plafon di salah satu kelas tersebut, rasa waswas muncul ketika mahasiswa kembali menjalani proses perkuliahan di gedung yang sama. “Tentu ada rasa trauma ketika berkuliah. Mereka (mahasiswa PGSD) yang awalnya merasa baik-baik saja justru kemudian berpikir ‘nanti kuliah aku bakal mati’,” tutur Annisa, mahasiswa PGSD Unnes angkatan 2022.
Annisa juga menyatakan bahwa beberapa ruang kelas, gedung auditorium, lapangan basket, dan asrama mahasiswa menjadi fasilitas kampus yang memiliki kondisi memprihatinkan. “Tidak hanya jelek, tetapi sudah tergolong kotor dan tidak layak,” ungkapnya.
Uli Arif Fajar, mahasiswa PGSD angkatan 2020, mengemukakan bahwa belum ada respons yang memadai terkait kondisi sarana prasarana dan fasilitas pada PGSD Ngaliyan dari pimpinan kampus.“ Aku berharap mahasiswa PGSD mendapatkan sarana prasarana dan fasilitas gedung yang memadai, sehingga pembangunan antara kampus Sekaran dan Ngaliyan menjadi merata,” jelasnya.
Uli juga menyiratkan rasa ibanya terhadap dosen PGSD Tegal yang tidak menerima biaya transportasi ketika menempuh perjalanan Tegal-Ngaliyan. “Sebetulnya semua yang ada di PGSD (mahasiswa, dosen dan staf) telah dirugikan oleh pihak birokrat. Tetapi mereka yang digaji, sehingga tidak berani. Sedangkan kami yang menggaji, jadi lebih berani,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ia menyampaikan harapannya agar pimpinan Unnes benar-benar melaksanakan apa yang disepakati dalam aksi tersebut. “Harapannya, birokrasi bisa memberikan hak dan keadilan kepada mahasiswa PGSD terkait penyediaan fasilitas dan pembangunan gedung sesuai dengan apa yang telah disepakati, yaitu dengan dana 6 miliar selama 1 tahun yang diberikan secara bertahap sebesar 3 miliar sampai juni dan ditambahkan 3 miliar lagi untuk selanjutnya,” ungkapnya.
Kesepakatan itu diutarakan sendiri oleh Heri Yanto selaku Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unnes di hadapan para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Unnes. Dalam kesempatan itu, turut hadir juga Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unnes Ngabiyanto serta Edy Purwanto yang merupakan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unnes.
Di sisi lain, Uli menyampaikan ketidakyakinannya pada opsi lain yang mungkin dapat terjadi, yaitu pemindahan lokasi kampus PGSD Ngaliyan ke Sekaran. “Apabila kampus PGSD ikut dipindahkan ke Sekaran, maka otomatis akan ada pendirian bangunan bertingkat yang tidak sesuai dengan letak geografis daerah Sekaran. Menurutku PGSD lebih baik tetap di Ngaliyan dengan fasilitas yang layak, serta dapat lebih memperhatikan hak-hak mahasiswa,” tambahnya.
Peristiwa robohnya plafon salah satu ruang kelas di kampus PGSD Ngaliyan tentunya menjadi pukulan telak bagi pihak kampus. Dengan adanya kejadian ini, pada Jumat (17/02), Aliansi Mahasiswa Unnes menuntut beberapa hal, salah satunya adalah meminta pimpinan Unnes segera melakukan pembenahan, perbaikan, dan perlengkapan sarana prasarana serta fasilitas gedung PGSD Ngaliyan secara menyeluruh.
Reporter: Muhamad Sopian (Magang BP2M), Yulfiha Nur Azizah
Editor: Iqda Nabilatul Khusna