Kabar

Potensi Komoditas Kopi di Desa Kalisidi

Ilustrasi Potensi Komoditas Kopi

Kalisidi, sebuah desa di Ungaran Barat, Semarang, memiliki banyak potensi alam yang bisa dikembangkan. Salah satunya pada sektor perkebunan. Dua tahun terakhir kopi desa Kalisidi sedang naik daun di samping cengkeh yang menjadi komoditas ungulan dari desa ini. Hal ini dikarenakan brand kopi Kobuka (nama kopi bubuk Kalisidi) yang saat ini sedang diminati, khususnya bagi para pecinta kopi.

“Aroma kopi yang lebih kuat dan cita rasa kopi yang lebih terasa menjadi ciri khas kopi Kobuka. Dan hal tersebut yang membedakan dengan produk kopi lain,” ujar pengelola Kobuka, Bejo Mulyono (27/12).

semarangan kopi kalisidi
Foto Bejo Mulyono dan kopi Kobuka[Doc.BP2M]

Kobuka pertama kali dicetuskan oleh Kepala Desa Kalisidi, Dimas Prayitno Putra, dengan tujuan meningkatkan perekonomian desa di sektor perkebunan yaitu melalui tanaman kopi. Melalui KUBe (Kelompok Usaha Bersama), Dimas coba-coba melakukan pengolahan kopi karena belum ada yang melakukan usaha tersebut. Alhasil, Dimas melihat potensi sekaligus peluang usaha dari komoditas kopi yang ada di Kalisidi.

Kobuka sendiri menjadi salah satu usaha untuk menyejahterakan petani kopi di Desa Kalisidi. Hal ini dapat dilihat dari bahan baku kopi yang digunakan. Bahan baku kopi dibeli dari petani kopi setempat. Kopi dibeli langsung dari warga tanpa perantara tengkulak. Kopi juga dibeli dengan harga yang lebih mahal dari harga beli tengkulak sebagai usaha menyejahterakan petani kopi.

Peranan warga sekitar juga turut dilibatkan dalam proses produksi. Seperti dalam proses pemilihan biji kopi, dilakukan oleh ibu-ibu sekitar. Proses pemilihan ini dilakukan untuk menyortir antara kopi yang sudah matang dengan kopi yang masih mentah. Penyortiran kopi dilakukan sebab beberapa petani melakukan “panen rontok” yaitu panen sekaligus, tanpa melihat apakah kopi sudah matang atau belum.

“Ciri-ciri kopi yang sudah matang berwarna merah. Kadang ada yang belum merah tapi ketika digigit sudah keras berarti sudah matang,” tutur Nur Kholis, salah satu pemasok kopi.

Untuk menjaga kualitas kopi agar mampu bersaing dengan brand kopi lainnya, Kobuka diproses tanpa campuran bahan kimia. Sehingga kemurnian kopi; baik rasa maupun aroma, tetap terjaga.

Walaupun demikian, dalam produksi kopi Kobuka mengalami beberapa kendala. Salah satunya pada proses pengemasan. Pengemasan masih dilakukan secara manual, karena harga mesin sachet mencapai 65 juta. “Ya itu, mbak. Mesin sachetnya kalau tidak dapat bantuan ya tidak sanggup membeli,” kata Bejo Mulyono.

Guna menunjang usaha kopi agar tetap berjalan, pemerintah provinsi menyumbang 25 juta untuk pembelian mesin sangrai. Pemerintah provinsi juga kerap kali mengadakan penyuluhan bagi petani dan pengrajin kopi bubuk. Tujuannya agar kopi yang diproduksi dapat bersaing dengan brand kopi kenamaan.

Kopi Kobuka didistribusikan ke Semarang, seperti tiga kafe yang berada di Tembalang. Pun disalurkan ke tempat-tempat wisata di Ungaran. Pada saat pendistribusian, kopi berbentuk bubuk dan ada pula yang masih dalam bentuk biji.

Penjualan juga dilakukan pada warung-warung di pemukiman Kalisidi. Hanya saja tidak semua jenis kopi dijual di warung-warung tersebut. Kopi-kopi yang dijual di warung disesuaikan dengan kantong masyarakat setempat.

Menurut Bejo, ibu-ibu rumah tangga memiliki kebiasaan lebih memilih kopi yang murah, soal kualitas nomor belakangan yang penting adalah keberadaan kopi di dapur. Bagi ibu-ibu rumah tangga yang belum terbiasa dengan Kobuka, mereka beranggapan bahwa Kobuka memiliki harga yang sedikit mahal dibanding kopi lainnya.

Baca Juga:Harmoni Kuda Lumping Menyatu di Dusun Gebug Kalisidi

Jenis Kobuka yang dijual lebih lengkap, pada pemasaran untuk daerah wisata di Ungaran. Mulai dari ekselsa, robusta, sampai kopi lanang. Banyaknya variasi diperuntukkan bagi wisatawan yang ingin menjadikan kopi Kobuka sebagai oleh-oleh. Selain itu, pemasaran juga dilakukan melalui online shop, bagi pembeli yang berada di luar kota.

“Dengan adanya usaha produk kopi dengan brand Kobuka ini, diharapkan mampu menyejahterakan dan meningkatkan perekonomian warga Kalisidi,” imbuh Bejo.

Penulis: Fais R.D dan Laili AR

Editor: Rona Ayu Meivia

Comment here