Jangan Mudah Dipermainkan si “Maya”
Uncategorized

Jangan Mudah Dipermainkan si “Maya”

sumber ilustrasi http://www.brainpickings.org/wp-content/uploads/2011/05/thefilterbubble1.png
Oleh : Eva
Rafiqo
h
Pernah
merasa ingin terus-menerus menggunakan ponsel karena tergiur fitur tambahan smartphone? Seperti game, selfie, maupun seabrek aplikasi yang bisa diakses dari playstore? Barangkali Anda sedang
kecanduan ponsel!
Teknologi
ponsel era sekarang semakin canggih, sehingga menjadikan tangan dan ponsel seolah-olah
bagaikan belahan jiwa yang tidak dapat dipisahkan. Interaksi sosial di dunia
nyata pun relatif berkurang karena dunia maya sudah menjajah kehidupan
imajinasi kita. Akibatnya,
kita melupakan (atau sengaja melupakan?) kebiasaan-kebiasaan yang lebih sering
dilakukan di dunia nyata ketimbang di dunia maya.
Secara tidak langsung, teknologi tengah membalikkan keadaan dalam kehidupan kita. Yang “nyata” dengan
“maya” seolah semakin tampak samar.
Mengapa
demikian? Apakah kita tidak curiga apa yang sedang terjadi pada diri kita?
Lantas, apakah kita tidak merasakan dampaknya? Kegiatan-kegiatan yang
semestinya sangat menyenangkan jika dilakukan di dunia nyata, justru seolah
tersingkirkan dalam euforia maya di abad 21 ini?
Para
peneliti dari Sam M. Valton College of Business, University of Arkansas yang
diketuai Moez Limayem, mempelajari perilaku pengguna ponsel dengan 450
responden. Penelitian tersebut menyebutkan, keinginan menggunakan ponsel setiap
saat disebabkan oleh respons terhadap tingginya tingkat stres dan kecemasan. Yap,
semacam gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat
sukar dihilangkan atau disebut dengan obsesi yang berlebihan. Gangguan mental
tersebut di dunia kedokteran dikenal sebagai gangguan obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder/ OCD) dan
sekali lagi, bukan hanya kecanduan, namun sudah menjadi suatu gangguan
kejiwaan.
Orang
yang mengalami OCD biasa mengulang-ulang atau mengecek berkali-kali untuk
meyakinkan dirinya bahwa yang dilakukannya adalah benar. Sebagai misal,
seseorang menulis status di facebook tentang kehidupannya. Ia berharap
sekali akan ada yang me-like atau mengomentarinya, jika tidak ada, ia
akan terus membuat suatu pernyataan lagi di status facebook berikutnya.
Hal
tersebut bisa terjadi hingga membuatnya puas. Kepuasan itu memang tidak ada
habisnya. Tugas-tugas dalam kehidupan nyata terabaikan karena sibuk mengecek
status di facebook, twitter atau unggahan foto di instagram dan
akan mendahulukan kebutuhan dunia maya demi memenuhi kepuasan dan obsesi dalam
taraf abnormal.
Selain
itu sensasi berbincang, melihat langsung ekspresi wajah (yang sudah diganti
dengan emoticon) pun berkurang untuk
kita nikmati. Kepekaan, kebersamaan, rasa tulus dalam berinteraksi, serta sifat
perhatian yang nyata akan berpengaruh terhadap kondisi jiwa kita. Yang terjadi,
media sosial justru membatasi diri kita dan memanipulasi perasaan user. Namun
ada tiga hal yang tidak bisa tergantikan dengan adanya teknologi yang berkembang;
“cinta, kejujuran,
dan ketulusan”
Mengetahui
dan terus mencari tahu apa yang sedang terjadi pada diri kita, terutama pada
gangguan penggunaan berbagai gawai (alat) ini tentunya harus segera kita sadari.
Lebih- lebih sebelum kita dibodohi laiknya robot teknologi. La wong
teknologi yang buat kita to?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *