Pers Mahasiswa Harus Beda
Uncategorized

Pers Mahasiswa Harus Beda

Suasana Diskusi di Kompas Gramedia Semarang (17/2) [Doc. BP2M]

BP2M-Pada
Era Soeharto,
ruang bereskpresi bagi mahasiswa sangat dibatasi. Diskusi saja dilarang,
bahkan mengancam keselamatan. Namun, di era modern saat ini, ada banyak ruang
untuk mahasiswa berekspresi.

Diskusi dengan tema
“Kebebasan Berekspresi di Perguruan Tinggi” diadakan oleh Himpunan Mahasiswa
Ilmu Komunikasi Undip di Kantor Kompas Gramedia Semarang (17/02) bekerjasama dengan beberapa pihak.
“Kebebasan berekspresi bagi mahasiswa
sudah bukan menjadi isu sensitif lagi. Bahkan kini untuk mahasiswa berekspresi
cenderung bebas,” terang Musyafi’, Pemimpin Redaksi Tribun Jateng (17/02).
Musyafi’ menambahkan, meski
cenderung bebas, saat ini muncul bentuk lain dari pengekangan kebebasan
ekspresi bagi mahasiswa yang dikemas tersirat. Tidak lain yakni kemunculan Undang-undang
baru yang mengatur masa kuliah maksimal lima tahun. “Bagaimanapun itu menjadi pembatas
mahasiswa berekspresi dalam bentuk apapun,” tuturnya.
Berbeda dengan Ketua
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang Rofi Nuha. Menurutnya, saat ini
masih banyak terjadi pengekangan yang terjadi di kampus. Rofi memberi contoh,
masih ada Lembaga Pers Mahasiswa yang harus melalui pengecekan pihak birokrasi
sebelum turun cetak. “Jika dianggap aman dan tak merugikan pihak birokrasi,
baru boleh cetak. Jika tidak, akan ada larangan. Padahal sumber dana untuk
mencetak juga dari uang mahasiswa.”
Rofi memandang, belum
banyak mahasiswa yang berani menyajikan tulisan berisi kritik. Dirinya
mempertanyakan, apakah perilaku tersebut lantaran dipengaruhi oleh lingkungan,
atau karena sistem sehingga membuat para mahasiswa takut? Pada intinya Pers Mahasiswa
harus memiliki ciri yang membedakan dengan media mainstream. Jika ingin eksis,
Pers Mahasiswa bisa fokus mengkritik apa yang ada di lingkungan kampus. Tidak
usah keluar, karena akan kalah saing dengan media mainstream. “Berani tidak
mengusut kasus korupsi di lingkungan kampus?” lemparan pertanyaan dibarengi
tawa renyah.
Ada beberapa syarat
untuk mengembangkan kebebasan berekspresi, di antaranya aturan hukum;
mengembangkan media yang bebas, independen, dan pluralistik; kebebasan
informasi; serta masyarakat sipil yang aktif dan kuat. Namun bagi Musyafi’,
kebebasan berekspresi tidak lagi diartikan cara untuk berteriak, mencaci, dan
mengkritik. Tetapi sebagai ajang aktualisasi diri bagi mahasiswa dalam bidang
kepenulisan. Kirana
D. Prameswari



Editor : Ika Nur Amalia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *