Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Opini Uncategorized

Bisakah Manusia Hidup Sendiri?


Oleh: Lalu Muhammad Jazidi
Pernyataan bahwa “manusia adalah makhluk sosialagaknya
sudah tidak asing lagi. Pernyataan tersebut menyimpulkan manusia tidak bisa
hidup sendiri. Gumpalan daging manusia secara biologis baru bisa dibilang
menjadi manusia seutuhnya apabila dia telah menjalin hubungan sosial dengan
manusia lainnya. Intinya,
manusia tidak akan bisa hidup sendirian.
Seorang kawan pernah
membantah hal tersebut. Ia mengatakan, manusia mampu untuk hidup sendiri. Film
The Martian (2015) dipilih kawan itu untuk memperkuat argumennya. Mark Watney, tokoh
utama film ini terjebak dan hidup sendiri di Planet Mars selama 551 hari. Asalkan
manusia bisa memenuhi kebutuhan makan, minum, bernapas dan kebutuhan lainnya
manusia tetap bisa bertahan hidup. Seperti Watney yang berhasil memenuhi kebutuhannya
tersebut meskipun di Planet Mars seorang diri.
Film Tarzan
(1999) mungkin juga cocok untuk menguatkan pendapat kawan tersebut.  Tarzan hidup selama bertahun-tahun di hutan
seorang diri. Sejak bayi Tarzan diasuh oleh gorila dan dia tidak pernah bertemu
manusia, atau setidaknya Tarzan tidak ingat pernah bertemu dengan manusia. Dia
bertingkah seperti gorila, makan, minum, bergaul, semuanya seperti gorila.
Tarzan benar-benar menganggap  menganggap
dirinya gorila. Dia hidup menjadi anggota kawanan gorila.
Watney maupun
Tarzan menjadi bukti bahwa manusia bisa hidup sendiri. “Manusia bisa hidup
sendiri tanpa manusia lain.” Kalau kita berhenti sampai disini itulah simpulannya.
Akan tetapi, apakah cukup kita berhenti sampai disini? Mari kita melangkah
sedikit lebih jauh! Mari ajukan satu pertanyaan saja!
Apa yang terjadi
pada Watney dan Tarzan di akhir cerita? Meskipun awal cerita The Martian dan
Tarzan berbeda, akhir ceritanya sama. Baik Watney maupun Tarzan kembali pada
kodratnya sebagai makhluk sosial. Mereka kembali pada manusia, hidup
berinteraksi dengan manusia. Bahkan, dalam sebuah cerita yang bisa dibuat
semustahil mungkin, hubungan manusia dengan manusia lainnya tidak pernah bisa
dipisahkan. Watney kembali ke bumi. Bertemu dengan Jane membuat Tarzan
menemukan jati dirinya sebagai manusia, bukan gorila. Meskipun tetap tinggal di
hutan, ia hidup bersama belahan jiwanya itu.
Saling Mengakui
Unsur yang ada
dalam diri sendiri seperti fisik biologis dan mental saja tidak cukup untuk
menjadikan manusia adalah manusia. Selain pengakuan dari diri sendiri, untuk
menjadi “manusia,” seseorang harus mendapatkan pengakuan dari manusia lainnya.
Meskipun kita sadar secara biologis dan mental menganggap diri kita ini adalah
manusia, entah sadar atau tidak kita sangat membutuhkan pengakuan dari manusia
lain tersebut.
Bayangkan saja
kita tidak akan ingin disamakan dengan hewan seperti kera atau anjing oleh
orang lain. Saat sebutan hewan atau hal buruk lain digunakan untuk mencerminkan
sesuatu pada diri kita, kita akan berontak. Meskipun sebutan hewan yang
diberikan manusia lain kepada diri kita tidak menyebabkan kita menjadi hewan,
tapi tetap kita akan berontak. Sikap berontak ini menunjukkan bahwa pengakuan
dari manusia lain itu perlu.
Sekarang
bayangkan jika manusia hidup sendiri tanpa manusia lainnya. Darimana manusia
itu akan mendapatkan pengakuan dari manusia lain? Dia tidak akan pernah
mendapatkannya jika hidup tanpa manusia lain. Selama ini mungkin kita
menganggap pernyataan bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain sebatas
karena manusia harus saling membantu dan sejenisnya. Akan tetapi, fungsi yang
lebih dasar adalah saling mengakui. Diawali dengan saling mengakui
“kemanusiaan” manusia lainnya. Atau mungkin bisa disebut dengan memanusiakan
manusia.
Mengakui kemanusiaan
ini akan membuat kita merasa bahwa kita sesama manusia setara. Kekayaan, status
sosial, jabatan tidak mengubah satu hal bahwa kita adalah sesama manusia dan
kita menyadari itu. Saya rasa, jika hal dasar itu sudah dibangun dengan baik,
hubungan antar manusia akan baik. Tidak perlu ada perpecahan, peperangan, atau
pertengkaran antarmanusia.
Mahasiswa
Ilmu Politik 2014
Fotografer Majalah Kompas Mahasiswa

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *