Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Feature Uncategorized

Yang Muda, Yang Beraksi

 

Peserta Youth4dev Academy Boot Camp

Tiga puluh empat pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Green Valley Bandungan, Kabupaten Semarang dalam rangka pengembangan potensi, pengetahuan, dan kecakapan untuk mewujudkan agenda pembangunan dunia di tahun 2030 yang dikemas dalam Youth4Dev Academy Boot Camp.

Lini Kampus – Sekitar pukul 18.45 WIB (5/5), saya dan kedua rekan saya diajak panitia menikmati menu makan malam. Kami pun mengantre untuk mengambil hidangan. Bertepatan dengan itu, salah seorang peserta yang sedang mengantre menyapa kami dengan senyuman. Sebut saja dia ‘Nona Manis’.
 

Disela menikmati hidangan makan malam, salah seorang peserta menghampiri meja kami dan menawarkan makanan. Kami diminta untuk mencobanya. Katanya makanan ini dibuat dari buah cempedak. Dan merupakan hasil olahan kelompok usaha kecil menengah (UKM). “Ini makanan khas Banjarmasin, Mas, Mbak,” ungkapnya.
 
Ketika dia bertanya bagaimana rasanya, saya jawab terlalu asin dan agak pedas. Rasanya mirip masakan nangka muda. Ya, seperti megono dan gudeg yang asin. Belakangan saya mengetahui bahwa cempedak dalam masyarakat Jawa disebut nongko cino. Namun bau khas buah cempedak yang harum laiknya buah durian membuatnya berbeda dari nangka. Salah satu panitia memberitahu bahwa dia masih SMA.

Muda Harus Bangga
 

Menjadi peserta termuda dalam Youth4Dev Academy Boot Camp merupakan suatu pencapaian yang tidak semua orang bisa peroleh. Si Nona manis adalah anak bangsa yang sepatutnya menjadi pemimpin masa depan dan menjaga budaya nusantara. Salah satu project-nya yaitu pelestarian bahasa Tabalong, salah satu bahasa suku Dayak yang mendiami Kalimantan Selatan. Dia bernama Nuriah Fatma.
 
Menghayati alunan lagu ‘Tinggikan’ milik Glen Fredly, baiknya tinggikan semangat. Nuriah meski masih muda bukan penghalang bagi dirinya untuk menjadi pemimpin. Karena semangat untuk jadi pemenang, menggerakkannya untuk melampaui diri.
 
Mimpi dan Cita-cita
 
Seusai pentas seni, kami melihat-lihat impian-impian para peserta mengenai pembangunan Indonesia 2030, Sustainable Development Goals (SDGs). Kami bertemu dengan salah satu peserta dan berbincang-bincang sedikit. Ia mengungkapkan mewakili komunitasnya dari Sumatera Barat. Dia adalah Rizki Azmirwan.
 
Rizki mengaku didelegasikan oleh komunitasnya untuk mewakili mempresentasikan program mereka dalam bidang pendidikan. Program tersebut dinamai ‘Sikola Mimpi’. Jika sekolah terkesan formal dan biasa, Sikola Mimpi melakukan edukasi apa yang tidak diberikan sekolah. Sikola Mimpi diungkapkannya lahir dari keprihatinan komunitasnya dengan anak-anak sekolah dasar yang tak punya mimpi dan cita-cita. “Selama ini, anak-anak hanya tahu kalau orang tuanya menjadi petani, ia pun akan jadi petani pula. Disini kita mengedukasi mereka bahwa mereka bisa menjadi lebih, seperti menjadi dokter, pilot, polisi, dan lainnya,” terang Rizki.
 
Hadirnya Sikola Mimpi memberikan semangat baru kepada anak-anak. Pasalnya, dengan memiliki mimpi dan cita-cita, mereka akan optimis menghadapi kehidupan kini dan nanti. Namun yang terpenting adalah proses mewujudkan mimpi dan cita-cita tersebut.
 
Tebar Kebaikan dan Berkarya
 
Keesokan harinya (6/5) ada materi social campaign dari seorang socioentrepreneur alumnus Youth South East Asian Leader Initiative (YSEALI). Dia adalah Lusia Efriani Kiroyan. Lusi, sapaan akrabnya menjelaskan bagaimana memanfaatkan media sosial untuk menyebar kebaikan dan berwirausaha (socioentrepreneur).
 
Berawal dari seringnya berkunjung ke rumah tahanan (rutan), Lusi tergerak hatinya bagaimana memberdayakan mereka. Dia menggerakan seratus napi yang berasal dari tiga lapas (2 lapas di Batam dan 1 lapas di Jakarta) untuk memproduksi boneka Batik Girl.
 
Tidak hanya itu, founder Cinderella From Indonesia Center (CFIC) ini juga diajak kerjasama oleh Pemerintah Kepulauan Riau untuk mengedukasi para ibu anak jalanan. “Kok ibunya, bukan anaknya? Karena ibunyalah yang menyuruh anaknya ke jalanan untuk mengamen. Tapi kita (CFIC) juga memberikan edukasi untuk anak jalanan,” jelas Lusi.
 
Wanita yang sudah melanglang buana ke berbagai negara ini berharap muda-mudi Indonesia menjadi generasi yang memanjangkan masa muda untuk berbuat kebaikan. “Jangan sia-siakan masa muda untuk buru-buru menikah. Nikmati masa mudamu untuk berkarya dan berbuat kebaikan,” pesan Lusi.
 
Kreatif, Sejahtera
 
Disela-sela materi social campaign, saya bertemu dengan Nona Manis. Dia berasal dari Maluku. Ternyata namanya sama dengan nama panggilan saya. “I’m very glad to meet you,” ungkap Lely Hendrikus, Si Nona Manis kepada saya.
 
Lely memiliki project untuk mengedukasi para sopir atau pemandu wisata mahir berbahasa Inggris. Indonesia, khususnya Maluku memiliki pesona alam dan kebudayaan yang beragam. Hal ini menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung. Melalui project Youth Ecopreneur Summit (YES), dia berharap Indonesia memiliki ekonomi kreatif dan mampu membuka lapangan pekerjaan baru serta meningkatkan kesejahteraan.
 
Berbicara tentang pemuda tak akan ada habisnya. Sampai Presiden I RI Soekarno pernah berkata, ‘Beri aku 10 pemuda, maka akan ku guncangkan dunia’. [Wifqul]

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *