Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Uncategorized

Diskusi Politik: UU MD3 Pasal Karet ?

Komunitas Lingkar Pena Kembara mengadakan dsikusi, Selasa (3/4) di depan perpustakaan pusat Unnes. [Doc. BP2M/Anisya]
  

Semarang, linikampus.com– Selasa, (3/4) bertempat di selasar taman depan perpustakaan pusat Universitas Negeri Semarang (Unnes), diskusi berlangsung oleh Lingkar Pena Kembara yang membahas isu terkait UU MD3.

Acara berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam dan dimulai pada pukul 16.30. Lingkar Pena Kembara sendiri merupakan salah satu forum/komunitas tingkat jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) yang secara rutin mengadakan diskusi tentang isu politik yang berbeda setiap minggu di hari Selasa.

Acara dibuka oleh moderator, Aji Susanto selaku Koordinator Lingkar Pena Kembara. Kemudian dilanjutkan sesi diskusi yang dipimpin oleh Najmul Ula. Najmul Ula menjelaskan pokok bahasan perihal polemik UU MD3 yang berpeluang sebagai pasal karet.

Pro kontra masih terjadi di masyarakat berawal dari tercetusnya undang-undang tersebut oleh DPR  dimana pihak-pihak yang melakukan pencemaran nama baik DPR akan dipidanakan. Kemungkinan ada unsur kesengajaan maupun kelalaian dari pemerintah dalam membuat undang-undang tersebut sehingga ada ketidak-jelasan kriteria dalam kasus delik aduan pencemaran nama baik.

Masyarakat masih merasa ambigu tentang ujaran seperti apa saja yang dimaksud pencemaran dalam pasal tersebut. Apalagi berlakunya pasal tersebut dapat mengurangi esensi demokrasi deliberasi karena dianggap mengurangi penyertaan publik dalam pengambilan keputusan akan suatu kebijakan.

 “Secara personal saya merasa pasal tersebut dapat menciderai demokrasi,” ungkap Muhammad Azka berpendapat mengenai undang-undang terkait. Timbul anggapan bahwa kebebasan rakyat dalam berpendapat akan dibatasi sehingga dikhawatirkan pemerintah kembali ke masa orde baru.

Baca Juga: BEM Unnes Beri Kajian UU MD3 ke ketua MPR RI

 Menurutnya, bungkamnya masyarakat  dalam memberikan pendapat yang kritis akan menjadikan kemunduran bagi demokrasi itu sendiri.

Ia menambahkan, terdapat sisi positif atas pemberlakuan undang-undang MD3 ini. Lembaga legislatif dengan hak imunitas lebih rendah dibanding lembaga eksekutif memiliki kesetaraan imunitas setelah berlakunya UU ini.

Sementara sisi negatifnya transparansi dari segi pembuatan kebijakan maupun anggaran akan sulit dibuka. Bahkan, berlakunya pasal karet ini pun dikhawatirkan akan ada kasus ‘salah tangkap’ karena mis-komunikasi antara DPR dan masyarakat.

Sebelumnya dalam sesi diskusi, Najmul Ula pernah menyinggung, “misal ketika kita update status di media sosial dengan nada mengkritik orang atau pemerintah, kita bisa dipidanakan jika ada yang mengadukan pada yang berwenang. Padahal tujuan kita hanya untuk mengkritik.”

Diskusi hari itu bermuara pada kesimpulan bahwa jika dilihat dari perspektif lain, pada dasarnya pemberlakuan undang-undang ini mengingatkan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam berargumen di media sosial.

Meski begitu, DPR yang bertugas mewakili rakyat dalam pembuatan kebijakan dan undang-undang, harusnya berusaha mencari pemecahan masalah atas kritikan-kritikan yang masuk ke DPR guna mendapatkan solusi, bukan dengan membungkam masyarakat untuk mendapatkan proteksi.

 [Anisya, Reporter : Nila, Anisya, Indri]

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *