Perbedaan Pendapat dalam Aksi Tolak Uang Pangkal
Kabar Uncategorized

Perbedaan Pendapat dalam Aksi Tolak Uang Pangkal

[Masa Aksi sedang berdemontrasi di selasar gedung rektorat menyuarakan penolakan Unag pangkal. Doc. BP2M/ Siti Badriyah]

Teriakan kata-kata “hidup mahasiswa” terdengar di depan Gedung Rektorat Universitas Negeri Semarang (Unnes). Tangan mengepal para pemuda dengan almamater berwarna kuning, diangkat ke atas sambil meneriakkan kata-kata penyemangat tersebut. Atas nama mahasiswa Unnes, mereka berkumpul dan menyuarakan tuntutan “tolak uang pangkal”.

Aksi sudah berjalan sekitar tiga jam, berbagai bentuk aksi pun telah dilakukan. Debat dengan pihak keamanan sempat terjadi saat gerbang masuk kampus ditutup oleh pihak keamanan. Orasi juga telah disampaikan oleh ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) setiap Fakultas di depan massa aksi. Namun belum ada pula tanggapan dari pihak pimpinan.

Tiba-tiba seorang mahasiswa naik ke atas meja yang ada di samping massa. Julio Belnanda Harianja (24), mahasiswa Fakultas Hukum tersebut kemudian berbicara dengan lantang. Ia  memberikan informasi bahwa Rektor Unnes Fathur Rokhman, tidak ada di dalam gedung rektorat. Tak lama kemudian ia segera turun, merapat dengan massa aksi. Dengan nada tinggi ia lantas kembali berkata, jika terus seperti ini maka bisa disebut sebagai pembodohan massa aksi. Jika para koordinator lapangan tidak segera mengambil keputusan, maka ia bersedia mengabil alih aksi massa.

“Ini refleksi kita bersama, tidak masalah terbuka saja kalau ada yang salah. Yang penting didengar aspirasinya, jangan merasa kuasa. BEM, Ketua BEM merasa bahwa kalian yang paling berhak atas kami. Kami bukan objek. Kita di sini berdaulat. Kami semua di sini setara,” ujar Julio sambil menunjuk dan menggenggam pengeras suara.

Saat itu pihak korlap memang belum mendapat kejelasan terkait tanggapan pihak pimpinan Unnes terhadap Aksi Tolak Uang Pangkal tersebut. Ketika mengetahui rektor tidak ada di rektorat, Bintang Indrawangsa Susanto, koordinator lapangan pun belum bisa memastikan tindak lanjut massa aksi. “Iya kami masih menunggu koordinasi dari masing-masing koordinator lapangan tiap fakultas untuk merumuskan tindak lanjut aksi ini,” ujar Bintang.

Eko Santoso, mahasiswa perwakilan dari komunitas Kalamkopi akhirnya ikut bersuara. Menurutnya, ketika massa aksi yang telah mengatasnamakan mahasiswa Unnes berjuang bersama dengan tujuan yang sama, sudah seharusnya tidak lagi mempermasalahkan pengkotak-kotakan massa. Poin pentingnya adalah tuntutan dihapuskankannya uang pangkal tercapai. Saat sudah di lapangan, bukan lagi saatnya membicarakan aksi ini harus seperti apa, tapi sudah berorientasi pada capaian bersama.

“Ini satu massa aksi ya sudah ini. kita tidak pantas saling menyalahkan sana saling menyalahkan sini. Ini masalah kita bersama. Ketika kita menyalahkan salah satu, ya kita sama semua. Sehingga tidak ada dominasi satu sama lain,” ujar Eko.

Meski perbedaan pendapat tersebut sempat mewarnai jalannya aksi, namun aksi tetap diteruskan. Mereka masih terus berjuang, agar Rektor Unnes menemui massa aksi. Mereka pun tetap bertahan di depan gedung rektorat hingga waktu berbuka puasa. Padahal Hendi Pratama, Humas UPT  Unnes menyampaikan bahwa rektor dan staff Unnes telah pulang setelah jam kerja selesai.

Penulis  : Lala Nilawanti
Editor   : Siti Badriyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *