Esensi Bersedekah Kegiatan ‘JOEMAT SENYOEM’
Berita Feature

Esensi Bersedekah Kegiatan ‘JOEMAT SENYOEM’

Linikampus.com- Jumat (03/5) pukul 10.00 cuaca sedang cerah, tampak gumpalan awan menghiasi langit pagi itu. Reporter linikampus sedang berjalan-jalan ke area sekitar Unnes dengan santai, menapaki paving dengan kondisi jalanan yang menanjak tepatnya di gang Kantil, Sekaran Gunungpati. Sepanjang mata memandang, terlihat mahasiswa hilir-mudik, baik itu menuju kampus, ataupun pulang ke kosan masing-masing.

Saat itu di depan kos Pesona Mandiri, Rumah berlantai dua dengan cat dinding berwarna hitam-merah terdapat sebuah lapak berupa meja minimalis diisi dengan buku bacaan, makanan berupa ketela rebus, dan pakaian yang tergantung. Kertas bertuliskan ‘AMBIL GRATIS’ pun tertempel pada setiap sisi meja, juga papan tulis kecil bertuliskan ‘JOEMAT SENYOEM’ sebagai identitas kegiatan tersebut.

Enam pemuda menawarkan barang, tiga diantaranya berbincang-bincang sedangkan tiga lainnya melayani pengunjung, baik warga sekaran asli maupun mahasiswa. Antusias warga sekaran setempat terlihat ketika mereka mengiming-imingi dapat mengambil barang secara cuma-cuma ke setiap orang yang lewat untuk berkunjung. Di sebelah lapak, ada juga suara nyanyian terdengar dari sound system turut meramaikan kegiatan.

Tertarik melihat keunikan, kami pun menuju lapak tersebut, membaur dengan pengunjung lainnya. Menatap tumpukan buku dan menyisirnya untuk mencari buku dengan judul yang sekiranya menarik untuk diambil. Belum usai memilih, bertemulah kami dengan Edo, salah satu penggiat kegiatan ini. Setelah itu timbulah perbincangan dengan Edo yang kemudian menggelar tikar sembari mempersilahkan kami duduk.

Di awal perbincangan, Edo Fushilat Lazuardo, mahasiswa lulusan Jurusan Bahasa Indonesia mengatakan bahwa terbentuknya kegiatan ini berawal dari keisengan. Edo bersama teman satu kos membersihkan kos pada awal semester genap 2019, tepatnya pada awal Maret. Mereka menemukan beberapa barang, mulai dari buku hingga pekakas rumah tangga yang masih berfungsi. Dari sanalah tercetus ide kegiatan Joemat Senyoem ini.

Sayangnya, semuanya membutuhkan proses. Edo mengutarakan bahwa untuk mengawali suatu kegiatan, utamanya yang baik perlu pemahaman dan waktu. Kondisi lapak minimalis yang terkesan seperti lapak barang klitikan atau barang bekas awalnya mendapat respon kurang baik dari masyarakat sekitar. Salah satunya masyarakat yang merasa takut dagangannya tersaingi.

Seiring pemahaman yang diberikan Edo beserta temannya, anggapan itu menjadi respon positif, baik dari masyarakat bahkan mahasiswa Unnes sendiri. Respon tersebut ditunjukkan dengan keikutsertaan masyarakat menaruh barang seperti makanan hingga detergen. Dari pihak mahasiswa, seperti dari Fakultas MIPA, Jurusan Bahasa Indonesia juga ikut berpartisipasi dengan menaruh barang seperti pakaian, buku, bahkan sepatu.

Tetangga kos Edo, Maryati mengatakan bahwa dirinya pernah menyambangi Joemat Senyeom dan ditawari wajan, tetapi Maryati enggan untuk menerimanya. Maryati mengapresiasi kreativitas Edo dan teman-temannya dalam bersedekah, meskipun hanya dengan beberapa potong pakaian, buku bekas, dan makanan.

Dari segi religi, Jumat dianggap sebagai hari baik, termasuk untuk bersedekah. Reporter linikampus mendapatkan informasi bahwa kegiatan Joemat Senyoem dengan motto “Kegiatan non Profit, Bebas Ambil, Bebas Isi, Semua Gratis” ini dilaksanakan setiap Jumat pagi hingga menjelang waktu salat jumat. Namun ketika ramadan, dilaksanakan pada sore pukul 16.00 hingga menjelang waktu berbuka puasa. Salah satu alasannya yaitu agar di gang Kantil terjalin hubungan kekeluargaan antar mahasiswa dengan masyarakat sekitar.

Hubungan kekeluargaan tersebut tercermin dari Edo dan teman-temannya yang saling bahu membahu menata lapak, berbincang ringan satu sama lain, dan menerima pengunjung dengan senyuman di wajah mereka. Begitu pula selama perbincangan antara kami dengan Edo berlangsung, dua orang dari mereka tengah asyik memotret dan merekam. Nampaknya mereka senang sekali kami datangi.

Edo, pemuda asal Pati ini kembali mengutarakan perihal ketersediaan barang di lapak. Barang yang diterima dalam kegiatan Joemat Senyoem tidak mematok ketentuan apapun dalam arti sifatnya swadaya, mahasiswa Unnes dan masyarakat yang menjadi target pun kena sasaran. Tidak peduli barang apapun itu, bagaimana pun bentuknya, asal masih memiliki esensi utama yaitu fungsi. Apabila berupa uang, alangkah baiknya diganti menjadi barang terlebih dahulu. Hal ini akan mempermudah Edo dan teman-teman dalam membagikannya.

“Acara ini bagus banget, bisa buat jalin silaturahim antar tetangga, mahasiswa juga, karena yang kita tau, sekarang ini mahasiswa, anak-anak hidup individualis, ngga peduli sama lingkungan. Jangan sampai acara ini berhenti, harus ada terus. Kalau bisa, semoga acara ini bisa semakin besar, semakin orang tahu, mungkin semoga punya nama sendiri di masyarakat dan mahasiswa unnes,” ucap Pradhitya Ayu Nawangwulan, mahasiswi Pendidikan Bahasa Jepang yang saat itu mengunjungi Joemat Senyoem.

Berbeda dengan kegiatan lainnya, kegiatan Joemat Senyoem tidak memiliki sistem pengelolaan khusus. Edo dan teman-temannya hanya melaksanakan kegiatan ini bersama dengan temannya, tidak berstruktur, sesuai yang diamanahkan. Sifat legowo dan ikhlas perihal banyak sedikitnya barang yang diamanahkan mereka terapkan. Karena tujuan dari kegiatan ini simpel, menunjukkan bahwa sedekah itu tidak harus berupa uang.

Sejauh ini Edo dan teman-teman belum memiliki rencana untuk membuat akun di media sosial dan menjalin kerja sama. Selama kegiatan langgeng, akun di media sosial tidak diperlukan. Hal utamanya adalah esensi dan amanah tersampaikan. Begitu pula dengan ilmunya yang insyaAllah langgeng karena tidak mengharap apapun.

Sedekah itu tidak perlu yang aneh-aneh, tidak hanya berupa sesuatu yang wah, kata Edo. Siapa pun, dimana pun, bagaimana pun bentuknya, seseorang yang memiliki jiwa kepedulian tidak akan kesulitan untuk menyalurkan sedekah dan bantuan. Karena bisa disalurkan melalui kegiatan Joemat Senyoem atau bisa dilakukan di tempat hunian masing-masing.

“Harapanku si ini bisa diadopsi banyak kalangan, jadi kita ngga berusaha memiliki ini juga. Acara ini acara seluruh umat manusia. Acara ini ngga acara komunitas, ini gerakan non profit, kalau mau diadopsi boleh atau mau gabung juga ngga masalah,” ucap Edo mengakhiri perbincangan.

Sebuah ketela rebus kami terima, anggap saja sebagai oleh-oleh. Tidak hanya itu, kami pun kembali memilah buku dan juga mengambil satu baju hitam lengan panjang untuk masing-masing kami bawa pulang.

Reporter: Rona Ayu Meiva & Cahyo Ramadhani

Editor    : Afsana Noor Maulida Zahro

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *