Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Berita

Peran Pers dalam Menahan Laju Regresi Demokrasi

Tangkapan Layar Diskusi “Menghadirkan Jurnalisme Berkualitas di Tengah Pandemi, Terpaan Revolusi Digital dan Kemunduran Demokrasi”. [Dok. BP2M/Adinan]

Di tengah laju regresi demokrasi yang berlangsung di Indonesia, pers merupakan institusi yang diharapkan memiliki peran penting dalam menahan laju regresi dan mendorong terwujudnya konsolidasi demokrasi. Hal ini disampaikan oleh Wijayanto, Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dalam diskusi daring bertajuk “Menghadirkan Jurnalisme Berkualitas di Tengah Pandemi, Terpaan Revolusi Digital dan Kemunduran Demokrasi” yang diselenggarakan LP3ES, Selasa (9/2).

“Itu bisa dilakukan dengan menghadirkan jurnalisme berkualitas yang dapat melakukan kontrol pada kekuasaan dan menyuarakan amanat hati nurani rakyat,” ujarnya. Namun, Wijayanto juga mengatakan bahwa cara tersebut seringkali menemui berbagai tantangan. Adanya upaya manipulasi opini publik di media sosial yang bertujuan membenarkan berbagai kebijakan pemerintah yang bermasalah menjadi salah satunya.

Selain itu, Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Budi Setyarso, menuturkan bahwa di tengah  menguatnya politik sentralistik, maka semakin diperlukan media yang bisa menjadi watchdog untuk mengawasi kehidupan bernegara, terlebih ketika kekuatan oposisi melemah.

“Tanpa adanya oposisi yang bisa mengimbangi kekuatan pemerintah, akan berpotensi menimbulkan korupsi yang tinggi,” ujarnya. Budi juga menyampaikan, dalam hal ini media arus utama menjadi sangat relevan dan dibutuhkan untuk memastikan negara tidak semakin kehilangan arah.

Di sisi lain, Herlambang P. Wiratraman, Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, memberikan pandangannya terkait politik hukum media.

“Politik hukum media sudah seharusnya lebih memperkuat pondasi jaminan kebebasan pers, berekspresi, hak atas informasi, serta perlindungan hak-hak digital. Terkait pembatasan dan penegakan hukum, harus diupayakan sesuai dengan standar hukum HAM internasional,” tuturnya.

Lebih lanjut, menurut Herlambang, hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan standar hukum yang sebenarnya sudah diratifikasi atau sudah tersedia dalam aturan hukum dan HAM di Indonesia.

 

Reporter: Adinan/Magang BP2M

Editor: Hani

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *