LINIKAMPUS Blog Kabar Kilas Warga Wadas: Kalau Tanah Itu Dirampas, Ditambang, Kita Tinggal di Mana, Makan Apa?
Kabar Kilas

Warga Wadas: Kalau Tanah Itu Dirampas, Ditambang, Kita Tinggal di Mana, Makan Apa?

Suasana di ruang persidangan gugatan warga Wadas terhadap Ganjar Pranowo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Senin (9/8). [BP2M/Vera]

Suasana di ruang persidangan gugatan warga Wadas terhadap Ganjar Pranowo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Senin (9/8). [BP2M/Vera]

Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi

Sidang lanjutan terkait gugatan warga Wadas terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali digelar, Senin (9/8). Bertempatkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, warga Wadas hadirkan empat orang saksi dan tujuh orang ahli. Keempat saksi tersebut ialah Yatimah, Nurhamid, Taufiq Hidayat, dan Fuad Rofiq.

Acara sidang lanjutan ini, yaitu mendengarkan keterangan saksi/ahli para penggugat. Yatimah, ibu rumah tangga sekaligus saksi pertama dengan tegas menyatakan bahwa ia dan mayoritas warga Wadas menolak keras adanya penambangan batuan kuari untuk pembangunan Bendungan Bener.

Ia juga menilai bahwa kebijakan Ganjar Pranowo dapat merugikan warga Wadas. “Kalau tanah itu dirampas, ditambang, kita tinggal di mana, makan apa?” katanya. Ia mengungkapkan bahwa dirinya memiliki tanah di Wadas yang terdampak akibat adanya penambangan tersebut.

Selain itu, Yatimah menjelaskan bahwa tanah di Wadas itu subur sehingga banyak ditanami sayur-sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah. Hal itu menjadi sumber pokok penghasilan mayoritas warga Wadas.

Sementara itu, Yani, salah satu warga Wadas mengatakan bahwa Warga Wadas sendiri pada dasarnya tidak masalah dengan pembangunan bendungan, hanya saja mereka tidak terima jika hasil tambang dari desa mereka dijadikan sebagai materi pembangunan. Penolakan tersebut diperkuat dengan sikap warga Wadas yang hingga rela bergantian jaga siang dan malam di hutan dan perbatasan jalan selama satu bulan terakhir.

“Ibu-ibu sambil jaga anaknya, sambil ngirab, sambil bikin besek apa yang bisa kita kerjain di situ kita kerjain, ada yang sambil bikin beki juga ada,” ungkap Yani.

Terkait dengan penambangan ini, Yatimah mengatakan bahwa sebelumnya pemerintah melakukan sosialisasi dan konsultasi publik kepada warga Wadas. Sosialisasi dilaksanakan pada 27 Maret 2018. Ia mengungkapkan pada saat itu warga diminta tanda tangan, namun mereka tidak tahu pasti untuk apa tanda tangan tersebut. “Bilangnya buat absen, tapi kita menolak,” ujarnya. Sementara itu, konsultasi publik yang dilaksanakan pada 27 April 2018 pun berujung penolakan dari mayoritas warga Wadas.

Di sisi lain, Nurhamid, perangkat desa sekaligus sebagai saksi kedua menyatakan bahwa aksi perlawanan yang dilakukan oleh warga Wadas selama ini tidak mendapat respons yang baik dari pemerintah.

“Cuman ada pengumuman yang ditempel di balai desa tentang IPL (Izin Penetapan Lokasi) tahun 2020,” ucap Nurhamid. Ia menambahkan bahwa pengumuman tersebut tidak mencantumkan peta ataupun lokasi mana saja yang akan diukur.

Menurut penuturan Nurhamid, kepala desa juga membuat tim terkait dengan penetapan IPL akan tetapi mendapat penolakan dari warga. Selain itu, ia juga tidak membenarkan terkait pernyataan kepala desa yang memberikan keterangan bahwa ada 240 warga Wadas yang setuju dengan penambangan atau setara dengan 58% dari jumlah keseluruhan warga Wadas.

“Nggak ada 100, cuman sedikit aja yang setuju,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa terdapat surat perjanjian yang sudah disepakati sebelum penetapan kepala desa, yang menyatakan kepala desa akan senantiasa membersamai rakyat. Menurutnya, berdasarkan surat perjanjian tersebut sudah seharusnya kepala desa ikut menolak adanya penambangan ini dan turut menjaga bumi Wadas.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah, Iwanudin Iskandar merasa bahwa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai prosedur undang-undang yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa mereka menggunakan objek pembaruan dan bukan objek perusakan lingkungan sehingga tidak ada sosialisasi yang diberikan dengan alasan tidak ada dalam objek yang mereka gunakan.

“Kami, pemerintah provinsi, dalam meletakkan suatu produk apapun yang berkaitan dengan isu lingkungan tidak pernah melakukan dengan prinsip kesewenang-wenangan,” kata Iwanudin. Ia juga menuturkan mengenai masalah tidak adanya sosialisasi akan dibuktikan di persidangan. Sedangkan apabila warga Wadas dinyatakan menang, pemprov akan mengambil langkah kasasi. Namun, apabila pemprov dinyatakan tidak sesuai, maka pemprov akan menghargai pendapat warga Wadas.

Reporter: Adam & Vera

Penulis: Iqda & Suci

Editor: Alya

Exit mobile version