Selasa (6/9), massa yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Jawa Tengah, serta Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) se-Kota Semarang melakukan aksi untuk menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun isu yang diusung sama, aksi yang dilakukan kedua elemen tersebut digelar di lokasi yang berbeda. PMII menggelar aksi di depan kantor gubernur, sedangkan elemen buruh melakukan aksi di depan Gedung DPRD Jateng.
Lukman, Koordinator Lapangan Aksi Buruh, mengatakan bahwa sebelumnya tidak ada koordinasi antara mahasiswa dan buruh untuk melakukan aksi.
“Kita tidak ada rencana atau komunikasi dengan kawan-kawan mahasiswa,” ungkap Lukman
Kenaikan BBM bersubsidi menjadi penyebab utama yang melatarbelakangi adanya aksi ini.
“Dengan kenaikan BBM, kami menganggap bahwa pengelola negara sudah tidak pro terhadap rakyat kecil,” jelas Aulia Hakim, Sekretaris KSPI Jawa Tengah.
Kedua massa aksi memiliki tuntutan yang sama berkaitan dengan penolakan kenaikan BBM bersubsidi. Ramadhan Dafa, massa aksi mahasiswa merasa terpanggil karena keresahan rakyat terkait isu tersebut.
“Merasa terpanggil karena keresahan rakyat mengenai harga BBM subsidi yang naik, dan banyaknya poin eksploitasi di RKUHP. Kami ingin menyampaikan aspirasi kami.”
Aulia Hakim juga mengungkapkan bahwa ada tiga tuntutan buruh, yaitu: (1) Menolak keras kenaikan BBM bersubsidi; (2) Menuntut Omnibus Law dicabut karena upah kami hanya naik Rp1400 perak; (3) Menaikkan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) dengan persentase 10-13 persen.
Sedangkan Mochammad Soni Saifurridzal, Koordinator Lapangan Massa Aksi PMII mengungkapkan bahwa tuntutan aksi terbagi menjadi lima, yaitu: (1) Menolak kenaikan harga BBM bersubsidi; (2) Mengevaluasi pasal-pasal kontroversial dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana); (3) Menuntut komitmen negara dalam implementasi RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual); (4) Menuntut reformasi agraria sejati melalui Undang-Undang masyarakat adat; (5) Menuntut penuntasan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) di Indonesia.
Eko, salah satu massa aksi buruh menambahkan bahwa kenaikan BBM tidak sebanding dengan kenaikan upah. Hal tersebut berdampak pada turunnya daya beli buruh terhadap barang kebutuhan pokok yang nantinya akan naik karena dampak dari kenaikan BBM.
“Di Kabupaten Semarang sendiri terjadi kenaikan upah hanya sebesar Rp1400,-” ujarnya.
Lukman menambahkan, kenaikan upah saat ini hanya mencapai angka 0,87 persen, sedangkan BBM sebagai pemicu kenaikan bahan sembako mengalami kenaikan 30 persen.
Pada 14.58 WIB perwakilan dari DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) menemui mahasiswa untuk menandatangani tuntutan dari pihak mahasiswa, kemudian massa aksi mulai meninggalkan gubernuran pada pukul 15.03 WIB. Pada pukul 15.18 WIB massa aksi buruh memasuki gedung DPRD untuk melakukan audiensi. Mereka menyampaikan tuntutan di depan anggota DPRD.
Quatly Abdulkadir Alkatiri, Wakil Ketua DPRD Fraksi PKS, merespons bahwa mereka tidak memiliki wewenang menandatangani tuntutan tersebut. “Kami hanya bisa menampung aspirasi rakyat. Kemudian, akan kami sampaikan ke DPR RI,” ujar Quatly.
Dari aksi yang telah dilaksanakan, massa aksi buruh berharap pemerintah mau mendengarkan aspirasi rakyat. “Semoga pemerintah mendengar aspirasi kami dan setidaknya sebelum membuat kebijakan dikaji dulu berdampak atau tidak kepada rakyat kecil,” ungkap Eko.
Eko juga menambahkan jika tuntutan tidak dikabulkan, maka buruh akan melakukan aksi yang lebih besar. Lukman berharap akan terwujud konsolidasi antara massa buruh dan massa mahasiswa.
“Kita berusaha untuk seperti itu (berkonsolidasi dengan mahasiswa), karena harapannya nanti ada kawan-kawan dari elemen mahasiswa, tidak dapat dimungkiri bahwa dunia pendidikan juga terdampak.”
Selaras dengan harapan Eko, Daffa juga berharap aspirasinya didengar.
“Harapannya, mereka (pemangku kebijakan) mendengar dan menyampaikan ke pusat agar masalah-masalah tersebut dapat teratasi.”
Reporter: M. Afif Maghfur, Bowo Arifin, Muhimmaturrisana
Editor: Nafadila Avril Ervian Then