LINIKAMPUS Blog Kabar Kilas Problematika Fear of Missing Out (FoMO) di Kalangan Mahasiswa
Kabar Kilas

Problematika Fear of Missing Out (FoMO) di Kalangan Mahasiswa

Problematika Fear of Missing Out (FoMO) di Kalangan Mahasiswa

Problematika Fear of Missing Out (FoMO) di Kalangan Mahasiswa [BP2M/Suci]

Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi

Universitas Negeri Semarang (Unnes) kembali melaksanakan perkuliahan daring semester ganjil tahun 2021/2022. Perkuliahan daring ini menjadi salah satu alasan mahasiswa kerap bersinggungan dengan internet dan media sosial. Dengan adanya hal itu, founder akun Instagram @sahabat_pulih sekaligus psikolog Anita Susanti mengatakan bahwasanya mahasiswa rentan terkena Fear of Missing Out (FoMO). Dilansir dari Tirto.id, FoMO adalah perasaan ketertinggalan informasi atau tidak update secara intens.

Sementara itu, dikutip dari sehatq.com, orang yang mengalami Fear of Missing Out (FoMO) akan merasa panik dan cemas ketika ketinggalan sesuatu yang sedang tren. Niken Laora, Mahasiswi Jurusan Sastra Inggris menjelaskan bahwa ia cukup merasa panik dan cemas selama perkuliahan daring semester lalu. 

“Ya, selama perkuliahan semester genap kemarin saya merasakan kecemasan dan kepanikan berlebih terutama saat mendengar bunyi notifikasi whatsapp. Misalnya saat bangun tidur lalu banyak notifikasi muncul jadi overthinking takut tertinggal banyak informasi,” ujarnya pada Selasa (31/8).

Menurut Anita, hal tersebut bisa terjadi lantaran dalam menempuh pendidikan, mahasiswa dituntut untuk menggunakan akses teknologi, seperti internet dan media sosial. Selain itu, Anita menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan demi kemudahan menjalani perkuliahan.

“Transparansi waktu yang ada di media sosial saat ini merupakan salah satu faktor pemicu adanya FoMO. Kita bisa dengan mudah melihat aktivitas orang lain melalui layar hp, yang bisa membuat rentan kondisi psikologis seseorang jika penggunaanya tidak dibatasi atau sesuai kebutuhan. Terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan regulasi diri rendah,” ujarnya pada Jumat (3/9).

Berbeda halnya dengan Niken, Nida Hudani Sabila Mahasiswi Jurusan Psikologi justru mengaku tidak mengalami stress yang berlebihan selama menjalani perkuliahan semester genap kemarin. “Kalau aku sendiri yang penting kerjain tugas dan bisa selesai. Jadi gak pernah ngerasa cemas yang berlebihan selama kuliah,” katanya.

Selama menjalani perkuliahan daring, ia mengaku tidak ketergantungan dengan gawai dan merasa cemas ketertinggalan informasi. Ia menambahkan bahwa masih cukup sadar akan kegiatan prioritas yang harus dilakukan.

Dampak Fear of Missing Out (FoMO)

Dikutip dari Kompas.com, penelitian menunjukkan bahwa Fear of Missing Out (FoMO) dapat merugikan kesehatan mental dan membuat seseorang merasa kesepian serta kurang mengasihi diri sendiri. Damar Sianturrahman, Mahasiswa Jurusan Geografi mengatakan dirinya cukup merasa panik apabila tertinggal informasi di media sosial. Ia juga turut merasakan dampak negatif dari hal tersebut, seperti mengganggu kegiatan produktif  yang telah direncanakan.

 “Ya, kaya malas karena keasyikan main hp jadi kegiatan produktif diundur beberapa jam, tapi gak pernah sampai membatalkan kegiatan yang direncanakan, cuma waktunya yang diundur,” katanya, Selasa (31/8).

Mengenai dampak negatif yang ditimbulkan, Anita membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan bahwa salah satu dampak negatif FoMO adalah mengganggu produktivitas. Ia juga menambahkan dampak lain, seperti meningkatkan risiko terjadinya masalah psikologis dan menimbulkan perasaan negatif pada diri sendiri.

“Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat membuat seseorang menjadi lebih rentan stress dan timbul adanya obsesi untuk bisa mempertahankan eksistensinya di media sosial. Jika hal ini kemudian terjadi secara terus menerus maka tentu bisa meningkatkan risiko munculnya gangguan mental seperti gangguan cemas dan depresi,” ujarnya.

Anita menyebutkan bahwa screen time dengan waktu yang panjang dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman dan kesepian akibat seringnya melihat paparan unggahan orang lain di media sosial. Menurutnya, hal tersebut bisa menimbulkan social comparison atau perbandingan sosial.

Sementara itu, Nida berpendapat bahwa perasaan perbandingan sosial sebenarnya juga dapat menjadi motivasi tersendiri jika manajemen stresnya benar.

“Yang nentuin fear of missing out ini bahaya atau engga ya diri kita sendiri. Kita mau ke mana nih pikiran kita, kita mau bawa ke mana nih rasa fear of missing out kita kalau kita manajemen stresnya bener ya malah jadi motivasi tersendiri untuk maju gitu. Apalagi kalau pemikiran ke orang lain itu kaya hebat ya, kok aku cuma stag di sini aja,” ujarnya.

Kiat – Kiat Mengurangi Dampak Negatif Fear of Missing Out (FoMO)

Anita menjelaskan kiat – kiat yang dapat dijalankan bagi mahasiswa agar dapat menghindari dampak negatif dari Fear of Missing Out (FoMO), di antaranya membatasi penggunaan gawai, detoks media sosial, fokus pada dunia nyata, dan praktik self care.

Menurutnya, kuliah daring maupun Work From Home (WFH) dapat meningkatkan screen time lebih lama, untuk itu seseorang juga harus bijak menggunakan aplikasi-aplikasi yang memang kurang penting. “Jika ingin mengecek media sosial (Tiktok, Instagram, dll) tentukan jam dan berapa lama setiap harinya,” katanya.

Ia menyarankan untuk membatasi penggunaan gawai jika tidak digunakan untuk kebutuhan kuliah atau kerja dan mengisi kegiatan lain yang menyenangkan, misalnya membaca buku, menggambar, mendengarkan musik, dan aktivitas positif lainnya. 

Psikolog tersebut juga mengingatkan mahasiswa untuk melakukan me time bagi diri sendiri setelah menghabiskan waktu seharian untuk kuliah daring atau sekadar mengerjakan tugas.

“Cukupi asupan makan, minum, dan istirahat karena ini berpengaruh pada stabilitas emosi kita. Saat merasa cemas, atasi dengan teknik relaksasi atau journaling untuk mengekspresikan emosi dan pikiran. Tujuannya supaya kita bisa kembali lagi terkoneksi dengan diri sendiri,” pungkasnya.

 

Reporter: Jihan

Editor : Hani

Exit mobile version