Survei Sikap Mahasiswa Universitas Negeri Semarang Terhadap Aksi Demonstrasi
Kabar Kilas

Peluncuran Catatan Akhir Tahun LBH Semarang: Saatnya Reposisi Gerakan Rakyat

Tangkapan Layar Peluncuran Catatan Akhir Tahun LBH Semarang 2021. [BP2M/Rafi]

Rabu (22/12), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) yang berisi laporan advokasi dan dokumentasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Jawa Tengah selama tahun 2021. 

Catahu 2021 mengusung tema “Menuju Tahun Penuh Bahaya: Saatnya Reposisi Gerakan Rakyat”. Menurut Direktur LBH Semarang Eti Oktaviani, catahu ini merupakan sebuah tradisi dan salah satu bentuk perluasan badan hukum struktural. 

“Melalui catatan yang tertuang dalam catahu 2021, lebih memaparkan bagaimana badan hukum struktural bekerja dalam masyarakat. Catahu semoga mampu dilihat, dibaca dan direnungkan kita semua dan itu menjadi gerakan yang meluas, gerakan hukum struktural,” katanya.

Perempuan sebagai Aktor Pergerakan

Dalam peluncuran catahu yang bertepatan dengan Hari Ibu, sebelum sesi pemaparan laporan oleh LBH, Asfinawati dari Yayasan LBH Indonesia merefleksikan tanggal 22 Desember tidak hanya diperingati sebagai Hari Ibu, tetapi lebih dari itu.

“Ibu tentu saja penting, dia punya berbagai kelebihan, dia dalam tradisi perempuan menjadi aktor dan sosok yang membesarkan anak,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa perempuan bukan hanya ibu dan perempuan berhak menjadi pekerja rumah tangga, pekerja migran yang dihargai dan bermartabat, serta menjadi tokoh politik yang menentukan arah perkembangan Indonesia. Menurutnya, perempuan adalah aktor pergerakan yang sangat penting.

Di sisi lain, ia menyayangkan diskriminasi-diskriminasi terhadap perempuan yang terus terjadi. Bahkan menurutnya diskriminasi-diskriminasi ini merupakan konstruksi dari orde baru. Ia menjelaskan, struktur orde baru yang paling mendasar adalah memadamkan semua pergerakan termasuk pergerakan perempuan.

“Karena itulah perempuan kembali dilempar ke wilayah domestik. Dan karena itu ada berbagai unifikasi mulai dari unifikasi partai politik hingga unifikasi ormas, dan bahkan ormas keagamaan dan ormas perempuan,” ujarnya.

Laporan Advokasi LBH

Sejak akhir tahun 2020 hingga akhir 2021, LBH Semarang menerima 129 pengaduan dan memberikan 822 bantuan hukum. Menurut Rizky Putra Edy dari LBH Semarang, besarnya bantuan hukum yang tidak sama dengan jumlah pengaduan dikarenakan ada beberapa kasus aduan yang berkonsultasi mewakili kelompok.

Ia menambahkan, dari berbagai jenis kasus yang diadukan di LBH Semarang, kasus pidana dan pertanahan memiliki angka yang cukup tinggi dibandingkan kasus lainnya, yaitu 27 kasus pidana dan 22 kasus pertanahan. Sementara kasus-kasus lainnya menempati angka di bawahnya. 

Sementara itu, dalam kasus kekerasan perempuan, Tuti Wijaya dari LBH Semarang menjelaskan bahwa terdapat beberapa aduan di antaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hak mendapatkan pendidikan bagi anak korban pemerkosaan, toxic relationship berujung kekerasan berbasis gender online (KBGO), serta kasus pinjaman online yang berujung pada kekerasan seksual.

Berdasar data LBH, ada 19 kasus aduan kekerasan seksual dengan setengah di antaranya adalah KBGO,” ujarnya.

Selanjutnya, secara terperinci Rizky menambahkan bahwa dari berbagai aduan tersebut, LBH Semarang memberikan bantuan hukum meliputi perjuangan petani atas lahan, pencemaran lingkungan, kebijakan RT RW yang tidak mengakomodir kepentingan rakyat, perlawanan terhadap PHK dan politik upah murah, kekerasan berbasis gender, represi oleh aparat kepolisian, hambatan kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta konsolidasi-konsolidasi gerakan rakyat.

Pada akhir laporan, Eti menyampaikan empat poin penting yang menjadi catatan LBH di antaranya, pertama, ancaman nyata dari Omnibus Law. Kedua, ketidakhadiran negara dalam mewujudkan ruang bagi rakyat untuk bebas. Ketiga, kapitalisme, patriarki, intoleransi, dan kesewenangan adalah musuh bersama bagi rakyat. Keempat, solidaritas antar rakyat yang tertindas, semestinya menjadi kunci untuk memenangkan pertarungan melawan berbagai bentuk penindasan.

“Sudah saatnya untuk kita semua melakukan reposisi gerakan rakyat dan menentukan di mana gerakan rakyat itu berada, karena tahun-tahun ke depan merupakan tahun-tahun yang penuh bahaya,” pungkasnya.

 

Reporter: Rafi

Editor: Asyifa

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *