Persoalan Pergaulan Bebas: Apakah Larangan Menjadi Satu-Satunya Solusi?
Beranda Opini Ulasan

Persoalan Pergaulan Bebas: Apakah Larangan Menjadi Satu-Satunya Solusi?

Oleh: Mustika Nur Sukitiarti* 

Menurut sebagian orang, salah satu cara untuk mencegah kehamilan di luar nikah pada anak adalah dengan melarang keras seorang anak itu untuk mendekati pergaulan bebas. Padahal, hal tersebut tidaklah efektif mengingat orang tua cenderung hanya memberikan sebuah larangan tanpa sebuah pendidikan. Hanya menjauhkan anak dari pergaulan bebas tidak menjamin seorang anak tidak akan melakukan seks bebas

Fenomena pernikahan di bawah umur dengan didahului permohonan dispensasi sebenarnya bukanlah hal baru. Masyarakat seringkali mengaitkan kasus pernikahan dini dengan pergaulan bebas. Kecenderungan seperti itu menyebabkan orang tua hanya melarang sang anak untuk mendekati pergaulan bebas. Padahal, seorang anak yang jauh dari pergaulan bebas pun, dengan kehendaknya sendiri, dapat melakukan seks hanya berbekal rasa penasaran. Sementara itu, orang tua yang hanya memberi sebuah larangan justru melupakan hal yang lebih esensial, yaitu pendidikan–baik pendidikan seks secara khusus maupun moral.

Di media sosial, kabar ihwal ratusan pelajar SMP dan SMA di Ponorogo yang berbondong-bondong mengajukan dispensasi nikah sempat ramai diperbincangkan. detikNews.com pada Jumat (13/01) lalu memberitakan ratusan pelajar tersebut mengajukan dispensasi nikah karena kehamilan di luar nikah. Sementara itu, dilansir dari ponorogo.go.id, alasan permohonan dispensasi nikah di wilayah tersebut tidak seluruhnya disebabkan oleh kehamilan di luar nikah. Ada juga alasan lain, seperti faktor ekonomi dan budaya.

Melakukan pelarangan terhadap seorang anak untuk menjauhi pergaulan bebas tentu saja boleh dilakukan. Namun, bukan berarti orang tua abai mengenai pendidikan moral yang seharusnya ditanamkan kepada anak sejak dini. Selain itu, perlu juga menjauhi asumsi bahwa pendidikan seks adalah hal tabu. Berikan anak pemahaman mengenai seks serta dampak-dampak yang ditimbulkan dari seks. Jelaskan bahwa dampak paling memungkinkan dari seks adalah mendatangkan seorang bayi bukan mendatangkan sebuah Mercedes atau BMW. Perlu juga memberi penjelasan mengenai alat kontrasepsi yang selama ini dianggap tabu.

Dalam diskusi yang disiarkan melalui kanal YouTube Tribun Health, psikolog keluarga dan pendidikan anak Adib Setiawan menyampaikan bahwa orang tua hendaknya memiliki alasan mengapa mereka melarang anaknya untuk tidak melakukan suatu hal.

Hal serupa juga disampaikan oleh dokter spesialis kejiwaan Petrin Redayani Lukman dalam sebuah acara bertajuk “Mental Health Among Youth” pada 2018 lalu. Ia berpendapat bahwa orang tua perlu bersikap terbuka kepada anak remajanya. Menurutnya, pembentukan fase intimacy yang benar akan mendorong remaja untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis secara bertanggung jawab, bukan hanya untuk memenuhi gairah seksual.

Kemudian, studi psikologi yang diungkap oleh Kanaya Bella, Pendidik Prasekolah Rumah Main Cikal Surabaya, menunjukan bahwa apabila orang tua selalu membangun komunikasi dengan anak melalui kata “jangan” dapat mengakibatkan seorang anak merasa dibatasi pergerakannya. Sebaliknya, meminimalisasi komunikasi dengan kata “jangan” justru dapat mendorong anak untuk lebih memahami alasan boleh atau tidaknya sesuatu yang ia lakukan.

Kendati demikian, pola asuh tertentu tidak dapat bekerja dalam situasi tertentu, begitu juga dengan larangan. Tidak semua larangan diterima anak dengan situasinya. Jika seorang anak dilarang untuk menjauhi pergaulan bebas, bisa jadi dia malah menciptakan pergaulan bebas. Larangan yang orang tua berikan pun juga harus memiliki alasan yang diterima oleh anak. 

Kemanapun anak pergi, jika dalam dirinya sudah tertanam moral yang kuat serta pengetahuan yang cukup mengenai seks, pasti akan mengerti mana yang baik dan buruk untuknya. Tidak ada salahnya melarang anak, tetapi pastikan bahwa anak mengetahui maksud dan tujuan orang tuanya. Berdiskusilah kepada anak tentang apa itu seks, pergaulan bebas dan cara pencegahannya. Sekali-kali dengarkan tentang pandangannya juga, orang tua lebih banyak tahu tentang dunia, tapi seorang anak juga punya cara yang tidak diketahui orang tua dalam memandang dunianya. 

Jadi, stop melarang mendekati pergaulan bebas tanpa alasan yang jelas. Sudah saatnya, kita mengedukasi anak dengan pengetahuan. Larangan adalah langkah kesekian, setelah hal-hal penting seperti pendidikan seks dan moral ditanamkan. Dengan larangan, seseorang hanya mengerti dirinya dilarang. Namun, dengan pendidikan seseorang akan mengerti bahwa dirinya tidak membutuhkan hal buruk dalam hidupnya.

Mustika Nur Sukitiarti [BP2M/Salma Fadhilah Wulansari].
*Mahasiswa Ilmu Hukum Unnes 2022

Catatan: opini merupakan sikap pribadi dari penulis, bukan merupakan sikap redaksi maupun organisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *